14. perkelahian

1097 Words
"Jadi seperti ini?" Micel mengepalkan tangannya, amarah benar-benar menguasainya. lelaki itu tiba-tiba datang mengintrupsi kemesraan mereka. Gadis itu yang tengah bermesraan terkejut bukan main, melihat apa yang ada didepannya. Micel dengan ke empat teman-temannya. "Sayang ini gak seperti yang kamu lihat." Elma dengan segala alasanya, meraih lengan Micel untuk merayu. Tapi cowok itu segera menepisnya. Sudah kadung kecewa, bagaimana bisa percaya? bahkan saat ini Elma begitu terlihat murahan di mata Micel. ia tak menyangka, semua yang ia berikan hanyalah sia-sia bahkan Elma tak pernah menghargai apa yang ia usahakan. "Lo memang b******n ya Bal! rakus banget Lo!" hardik Micel hendak melayangkan bogeman tapi Gio dan Rio segera memisahkan mereka. Suasana kedai menjadi ramai, mereka menjadi tontonan para pengunjung. Karena merasa tak enak, pemilik kedai pun meminta mereka untuk pergi sejauh mungkin agar tak membuat keributan. Al hasil orang-orang itu melipir mendekati ombak yang bergemuruh. "Berani-beraninya ya Lo rebut cewek gue?" Iqbal menyeringai lebar, "Apa Lo bilang? Rebut? Mending Lo tanya Elma milih siapa?" kata Iqbal meremehkan, Micel melihat kearah Elma yang tertunduk malu. "Kamu pilih siapa? Aku kan?" tanya Micel lagi, Elma bungkam masih tak ingin menjawab. "Elma, kamu ngomong dong jangan diam aja! Mana mungkin kamu bisa sayang sama berandalan seperti Iqbal." timpal Resya, cowok itu hendak maju memberi alasan Resya tapi Gio menghalangi Iqbal. "Berani Lo? Gue tonjok muka Lo!" ancamnya. "Kamu pilih siapa Elma? Kamu pilih Micel kan?" "Maaf Micel, aku gak bisa lanjutin hubungan ini." terang Elma tanpa rasa malu, sontak ke empat cowok itu terkejut dan memandang Elma dengan risih. Gadis yang mereka jaga untuk dilindungi dari sikap Iqbal nyatanya justru memilih cowok nakal itu, bukakah sia-sia? Mendengar jawaban Elma, Iqbal tersenyum menang sedangkan Micel tentu saja hancur dengan perasaanya. "Aku gak mau balas apapun, semoga kamu menyesal atas pilihanmu." kata Micel dan berlalu pergi. "Kan! Lo tu gak menarik!" teriak Iqbal, Rio mendelik kesal lalu memukul wajah Iqbal tanpa ampun. Elma memekik ketakutan meminta pertolongan tapi tak ada yang ingin membantu. "Sekali lagi Lo, ngusik teman gue Lo berhadapan sama kita!" Rio memperingati Iqbal, tapi cowok itu justru tak ada ampun. "Gue gak ngusik temen Lo! Tapi memang temen Lo yang g****k!" Cibirnya, semakin membuat Rio dan Gio murka, sedang Resya dan Alex menyusul Micel yang tengah patah hati. "Cel.." Teriak Resya mengejar Micel, ia takut terjadi apa-apa dengan cowok itu. Resya tahu betul jika Micel cinta mati dengan Elma bahkan rela melakukan apapun demi gadis itu. Tapi ia benar-benar tak menyangka jika kak Elma tega melakukan itu kepadanya. "Micel, kamu mau kemana?" "Pergi!" sahutnya datar. "Bukan begini Micel! Kenapa kamu yang harus pergi? Kamu itu gak salah dan kamu gak rugi." terang Resya, Micel berhenti. "Kamu gak tahu Resya betapa sakitnya ini! Yang kamu tahu hanya menyemangati." hardiknya, Resya membungkam. "Cel, lebih baik kamu pulang dengan kita. Takut terjadi apa-apa." timpal Alex, Resya setuju. Ia tak masalah jika Micel memarahinya mungkin saja temannya itu masih dalam kekalutan. "Oke." sahutnya pelan, mereka berjalan menuju mobil tapi lengan Resya tiba-tiba saja dicekal oleh Gio. "Kamu sama aku." katanya, Resya terdiam. "Aku sama siapa? Jangan lupakan kalau kita memiliki arah dan tujuan yang sama." Rio melayangkan protesnya "Kamu dengan mereka." ujar Gio, malam ini ia tak ingin diganggu oleh siapapun. Rio hanya bisa menghela napas pasrah. "Oke." Mereka akhirnya pergi untuk menemani Micel menenangkan dirinya. Kini tinggalkah Gio dan Resya yang saling berhadapan. "Kamu marah denganku?" tanyanya, Resya menggeleng. "Lalu mengapa sepertinya kamu menghindar?" terang Gio. Ini adalah sebuah kenyataan, ia tahu betul Resya itu seperti apa karena itulah sikapnya yang berubah membuatnya tak tenang. "Gio, aku tidak ingin membahas apapun kecuali Micel. Apa kau tidak kasihan padanya yang sedang patah hati?" "Lalu, apa kau tidak kasihan padaku yang juga sedang patah hati?" tuturnya, Resya terdiam. "Aku juga patah hati sya, kamu menghindariku seperti ini membuatku merasa kehilangan." "Bukankah itu lebih baik? Agar kita terbiasa merasa kehilangan?" cecar Resya, Gio menggelengkan kepalanya. "Jika ada pilihan bertahan mengapa harus menghindar?" "Harusnya aku yang bertanya padamu seperti itu." Resya tak tahu lagi, ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Memang, ia bukanlah siapa-siapa Gio tak berhak melarang cowok itu untuk pergi dari hidupnya. Tapi, Gio sangat berarti untuk Resya seandainya cowok itu tahu. "Maksudku, walaupun kita jauh pertemanan ini masih berlanjut." "Apa kamu bisa? Kehidupan sudah berbeda." Gio tak bisa berkata apa-apa lagi, ia langsung memeluk Resya dengan erat. "Aku mohon, jangan menghindar atau pergi dariku Resya. Kamu temanku satu-satunya, kita harus pertahankan pertemanan ini." "Aku juga ingin seperti itu, tapi aku takut kecewa." itulah perasaan yang dipendamnya, ia takut Gio akan melupakannya dan ia tak bisa melakukan apapun. Gio melepas pelukannya, dan menatap Resya untuk meyakinkan gadis itu. "aku janji untuk selalu mengabarimu, dan juga untuk tidak mendekati siapapun." "Itu terserah kamu Gio, aku bukan siapa-siapa mu dan kita tak memiliki hubungan lebih." benar juga, tapi mengapa rasanya mereka seperti memiliki sebuah ikatan yang tak ingin ditinggalkan. Sulit rasanya tapi harus dilakukan. "Suatu saat aku akan menjadikan hubungan jnj menjadi lebih." terangnya, Resya terdiam lalu mengangguk. Gio tersenyum mengusap puncak kepala gadis itu. Resya memang lilin dalam kegelapan. ia bisa saja menjadi seperti Rio tanpa adanya gadis dihadapannya. Semenjak kehadiran Resya, Gio berubah menjadi remaja yang ceria dan dapat berpikir positif. banyak hal yang telah mereka lalui, pertemanan yang tulus hingga satu sama lain serasa saling memiliki. mereka benar-benar akan sulit untuk meninggalkan, jika bukan karena sebuah masa depan. "Kalau kamu mau, kenapa tidak sekarang saja?" tanya Gio yang melihat Resya nampak mengangguk. Gadis itu menggeleng. "untuk apa? Kita juga akan berpisah, hubungan kita akan rumit dan satu hal lagi. kita masih anak-anak untuk melakukan hal itu." Gio akhirnya mengangguk paham, benar kata Resya yang ada hubungan mereka akan semakin rumit. "Jadi intinya, kamu dan aku saling memiliki? kamu punyaku?" Tanya Gio, Resya mengangguk malu-malu "Tapi janji ya? untuk tidak lupa denganku." Gio tersenyum lalu mencubit hidung Resya dengan gemas. "tenang saja, Luar kota tidak terlalu jauh kok. Kalau bisa aku akan mengusahakan untuk berkunjung satu Minggu sekali. bagaimana?" Tawar Gio, Resya dengan segera mengangguk. setidaknya itu akan lebih baik ketimbang tidak bertemu sama sekali. "So, jangan pernah takut kita akan berpisah Resya. karena kita adalah satu." "Aku akan terus pegang kata-kata mu ya?" "iya tenang saja. kalau begitu apa kamu masih ingin berdiri disini menjadi manekin?" Resya tertawa, lalu menggeleng. "kita susul Micel saja, dia pasti sangat patah hati." Gio mengangguk, lalu berujar. "Sekaligus ada yang ingin aku katakan di mobil." "Siap!" Terangnya, mereka kemudian berjalan bersama menuju mobil Gio. kedua remaja itu sulit sekali untuk saling mendiamkan barang sehari, rasanya tak ada hari tanpa bersama dan saling tertawa. mereka bahagia dengan apa yang ada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD