2. Pemberani

841 Words
Sungguh, dia tak ingin Resya menjadi sama seperti mendiang ibunya atau ayahnya. Melody tak ingin memberikan pengaruh buruk pada Resya, apalagi memberitahu bahwa Resya adalah putri dari Sarah seorang perempuan yang dulunya adalah perebut suami orang. Kenangan-kenangan itu, Melody simpan dalam sebuah gudang. Barang-barang yang mendiang punya dan sukai, serta beberapa figura. Dia hanya tak ingin Resya mengetahui hal yang sebenarnya, dan membuat gadis itu kecewa. Apalagi Resya yang lahir dari hubungan gelap pasti akan membuat gadis itu terpuruk. Bahkan Melody rela berpindah kota hanya untuk melupakan kenangan-kenangan buruk yang ada. Karena wanita itu ingin hidup yang baru dengan kenangan baru. "Apa Tante tidak pergi ke kedai?" Resya yang selesai membersihkan diri ikut bergabung dengan Melody. "Nanti malam saja." jawab wanita itu. Kedai kopi yang sudah berdiri selama belasan tahun, citranya juga selalu baik dan hanya itu bisinis yang menjanjikan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebenarnya Melody telah menyelesaikan pendidikannya hanya saja dia masih belum siap untuk melamar pekerjaan disuatu perusahaan, alasannya masih sama dia tak ingin lalai dalam mendidik Resya. "Kenapa nanti malam?" Melody menyipitkan mata, hidup bersama sejak kecil membuatnya tahu dengan watak gadis itu. "Kenapa memangnya?, dan ada apa memangnya?" Resya memilin ujung kaosnya. Bimbang mengatakan bahwa teman prianya ingin mengajaknya keluar. "Apa?" "Emm.. Nanti malam Gio ingin menjemputku." Ucap Resya hati-hati, gadis itu bahkan sampai memejamkan matanya. Melody hanya bisa mendesah lelah. Resiko terbesar saat memiliki anak usia remaja adalah seperti saat ini. Siap tidak siap, mereka akan mengenal apa yang namanya itu cinta dan bermain didalamnya. Jujur saja, Melody senang bahwa Resya mulai tumbuh dewasa namun rasanya cepat sekali, dia bahkan selalu menganggap Resya masih anak-anak. Resya perlahan membuka matanya, karena tak kunjung ada jawaban "Bagaimana Tante?" tanyanya "Kalau dia memang lelaki baik, boleh meminta izin kepada Tante." "Yes...!" Seru Resya kegirangan. Melody menggelengkan kepala. "Gio itu teman sekolahmu?" Resya mengangguk. "Iya, ayahnya punya restoran." "Hebat ya. Gio anak manja?" Resya menggeleng untuk membentuk sebuah pembelaan. "Tidak Tante, dia mandiri." Melody hanya menganggukan kepala. "Untuk kamu, Tante tidak akan pergi nanti malam." "Uhhh.. terima kasih tante." Resya memeluk Melody penuh sayang Ini adalah sebuah alasan mengapa Melody masih sendiri di umurnya yang sudah menginjak kepala tiga lebih. Baginya tak ada waktu untuk memikirkan seorang pria, meski ada beberapa lelaki yang mencoba menaruh hati padanya. Hanya saja berujung pergi tanpa kabar setelah mengetahui bahwa Melody telah memiliki anak. Ya, namun dia tak ambil pusing, jodoh tidak akan kemana-mana. Cukup bersama Resya, suka cita mudah tercipta. ____________________ "Kamu jadi kerumah kan?" "Jadi dong, tunggu saja aku sedang memasuki mobil." "Oke baiklah. Hati-hati." Resya memutuskan sambungan telepon. Gadis itu sudah memakai celana jeans panjang, dipadukan dengan kaos distro. Rambut panjang yang di Cepol serta aksesoris gelang dan kalung yang tak pernah ia lupakan. "Yakin kamu?" Melody yang melihat penampilan Resya terheran-heran, meskipun setiap harinya gadis itu berpenampilan demikian. Hanya saja ini terlihat konyol di mata Melody. Bukankah gadis itu ingin berkencan mengapa berpenampilan ceroboh seperti ini? Gadis itu mengangguk dengan polosnya. "pakai dress saja." "Tidak perlu Tante, begini lebih leluasa bergerak." "Ya sudah, apa teman kamu masih lama?" Melody melirik jam dipergelangan tangan. "Sebentar lagi kok." Resya mengetuk-ngetuk meja kayu itu, menunggu gio yang sedang dalam perjalanan. Sebenarnya dia cukup gelisah karena takut jika Tante Melody tak akan mengizinkan mereka untuk keluar. Dia hanya tidak ingin di anggap sebagai anggota yang tak setia kawan. Tak lama kemudian pintu terketuk, Resya dengan sigap berdiri dan melangkah menuju pintu. Pergerakan gadis itu tak luput dari pandangan Melody, sudut hati wanita itu merasa bahagia melihat Resya yang mulai mengenal apa itu rasa. Pintu telah terbuka untuk Gio, namun Resya belum benar-benar mengizinkan anak lelaki itu untuk masuk. Setidaknya Resya ingin memastikan apakah remaja itu sudah siap dan tak gugup menghadapi tantenya? "Gio apa kamu yakin?" Dan tanpa rasa takut, anak lelaki itu justru mengangguk. "Yakin, kalau gak yakin kenapa aku harus kesini?" "Ya udah kalau begitu, silahkan masuk." Gio masuk kedalam, di ikuti oleh Resya. Melody sudah menunggu dikursi ruang tamu. "Malam Tante." sapa gio sopan, Melody tersenyum tipis "Silahkan duduk, atau mau langsung makan malam?" Gio menggeleng. "Tidak perlu repot-repot Tante, saya kesini ingin mengajak Resya jalan-jalan." "Dimana rumahmu?" Melody bukannya menjawab, wanita itu justru mengalihkan pembicaraan "Di perumahan Bintang Tante." "Kamu satu kelas dengan Resya?" Gio menggeleng, "Tidak Tante, saya kakak kelasnya." Melody mengangguk-angguk, Gio cukup pemberani. "Berapa umurmu?" "Sembilan belas Tahun Tante, sebentar lagi 20 Tante, oh iya apa kami boleh keluar Tante?" Melody terdiam mencoba berpikir, sedangkan Resya sudah keringat dingin ditempatnya. Dia benar-benar takut jika tantenya itu tak mengizinkannya keluar. "Boleh, tapi.." Kalimat itu menggantung, digantikan dengan dering ponsel dari Gio. Resya mendesah pasrah dengan semuanya. Lebih tepatnya pasrah akan apa yang terjadi nanti. toh jikapun Tante Melody mengizinkan ia akan menjadi orang paling beruntung, namun tidak pun ia tetap harus sabar. bagaimana pun juga merayu tantenya itu cukup sulit, Resya hanya bisa merapalkan doa sebanyak-banyaknya, doa yang baik tentunya. ia berharap kedatangan Gio kerumah ini bukanlah sesuatu yang sia-sia, sebab bukan hanya merasa kasihan ia juga merasa tak enak dengan Gio yang terlalu baik padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD