Bab 73 - Situasi di Ruangan Guru

1143 Words
Mr. Cat menuju ruangan guru. Ia berjalan dengan membusungkan d**a sambil menebar senyuman kepada semua murid yang melewatinya. Tak segan-segan ia mengayunkan badannya dengan kesombongan untuk menunjukkan bahwa tingkat 1-A didikannya juga bisa melakukan apa yang dilakukan wali tingkat di tahun lalu. Ia merasa percaya diri karena namanya kini lebih baik dibanding tahun lalu. Ia merasa ini adalah pembuktian kalau dia adalah guru yang berbakat bukan karena ia wakil kepala sekolah saja, melainkan memang ada sesuatu yang membuatnya layak menjadi wakil kepala sekolah. Beberapa guru kebanyakan iri pada Mr. Cat karena jika dinilai dari perawakannya, seperti tidak cocok menjadi wakil kepala sekolah. Banyak kesalahan yang dibuatnya, contohnya seperti tahun lalu ketika pemilihan murid baru. Ia dengan sengaja menyetujui penerimaan murid tanpa tahu kuota maksimal penerimaan di tahun itu. Karena kejadian itulah yang membuat guru-guru menjadi tidak merespek Mr. Cat. Karena kesalahannya beberapa murid yang sudah datang saat wawancara harus dipulangkan dan minuman penghilang ingatan harus lebih banyak dikeluarkan. Mereka mengharapkan kesempurnaan dalam setiap tindakan dan keputusannya saat menjadi wakil kepala sekolah. Berbicara mengenai ramuan penghilang ingatan itu, ramuan itu adalah ramuan yang dibuat kepada seluruh murid yang sudah selesai bersekolah dari sekolah itu dan tidak memiliki hubungan lagi dengan sekolah, harus meminumnya agar tidak membocorkan lokasi letak tempat sekolah berada. Minuman itu juga menghilangkan ingatan letak lokasi sekolah saat murid-murid mendapat liburan akhir semester saat kembali ke tempat asal mereka. Untuk tahun ini, ramuan itu tidak lagi di minum, melainkan disebarkan melalui udara. Jadi para guru tidak lagi membutuhkan banyak upaya dalam memeriksa murid-murid yang belum meminum ramuan penghilang ingatan. Itulah yang terjadi pada Mr. Cat. Karena ia membuat murid-murid diterima melebihi kuota yang diminta sekolah, para guru harus bekerja ekstra agar tidak ada yang terlewatkan untuk meminum ramuan itu. Rasa kesal guru-guru yang lain masih saja mengotori pikiran mereka dan memuncak saat Mr. Cat memenangkan pertandingan. Guru-guru melirik sinis Mr. Cat yang masuk ke dalam kantor karena kemenangan yang didapatnya. Hadiah yang ditawarkan untuk guru yang menang sangatlah menarik. Mereka sangat tidak menyangka bahwa pemenangnya adalah Mr. Cat. Guru-guru Gifted yang utama ada 9 orang. Setiap guru akan menjadi wali tingkat yang mengawasi seluruh murid-murid di tingkatnya. Guru-guru di tingkat satu setiap jurusan adalah Mr. Jumbur, yang menjadi wali tingkat Ilmu Sosial. Mr. Cat yang menjadi wali tingkat ilmu Alamiah. Mr. Jeli yang menjadi wali tingkat Ilmu Budaya.  Wali tingkat untuk tingkat dua dari setiap bidang ilmu adalah Mr. Spong, menjadi wali tingkat jurusan Sosial, Mr. Six, guru termuda dan tertampan di gifted menjadi wali tingkat Ilmu Alamiah, dan Mr. Name menjadi wali tingkat jurusan Ilmu Budaya. Guru-guru di tingkat terakhir adalah Mr. Staig yang bertugas sebagai wali tingkat Ilmu Sosial. Mr. Slurp yang mengawasi murid-murid Ilmu Alamiah tingkat tiga, dan Mr. Brake yang bertugas di Ilmu Budaya. Masing-masing guru memiliki tempat duduk mereka masing-masing. Ruangan itu disusun dengan tempat duduk yang saling mengelilingi ruangan berbentuk lingkaran. Jadi dengan menyusun tempat duduk seperti ini, bagian tengah ruangan akan tampak kosong dan mereka bisa melihat masing-masing guru dari tiap tempat duduknya. Karena bagian tengah terlihat kurang bagus karena kosong, mereka berencana untuk membuat tanaman hias ataupun air mancur kecil nantinya. Mereka masih menunggu persetujuan dari kepala sekolah tentang itu. Biasanya, guru-guru selalu duduk di tempat mereka masing-masing. Meskipun ada hal yang ingin mereka bicarakan, cukup mengeluarkan suara dengan lebih keras, sudah cukup untuk didengar oleh lawan bicaranya, memang ini akan mengakibatkan yang lainya bisa mendengar juga. Tetapi, itulah kebiasaan yang mereka lakukan. Tapi, kali ini Mr. Cat melihat mereka berdiri mengumpul di satu meja tempat Mr. Staig - wali tingkat 3 Ilmu Sosial, sedang membicarakan hal yang bisa di dengarnya.  Matanya meliuk-liuk agar bisa membaca cara yang tepat untuk menanggapi itu dan merendahkan kepalanya. Ia yang harusnya diberi ucapan selamat malah merasa dikucilkan dari sikap guru-guru yang lain. Mata mereka menatap Mr. Cat dengan tajam yang bisa memotong apel bahkan masih dengan tekanan udara, belum lagi menyentuh mata pedangnya.  “Bagaimana mungkin ia dapat menang?” Mr. Jumbur melirik Mr. Cat. Ia sengaja menunjuk juga sebagai luapan kekesalannya. “Kita terlalu menyepelekannya.” Mr. Name menanggapi sambil menggelengkan kepalanya. Ia juga merasa kecewa karena taktiknya tidak berhasil sama sekali.  “Dia lagi beruntung saja.” Ucap Mr. Jeli.  Mr. Six diam saja, bahkan sebelum Mr. Cat datang, ia tidak mengatakan hal buruk tentangnya. Di wajahnya hanya tergambar senyuman runcing seorang pelayan penerima tamu yang siap melayani komplainan customer.  “Hadiah itu cocok untuknya. Lihatlah kulitnya yang sekarang itu.” Ucap Mr. Brake wali tingkat tiga Budaya. Ia sedikit kesal karena bisa kalah bertanding di babak semifinal. Padahal jika ia bisa menang dari mereka, tim nya akan mendapatkan peluang menjadi juara ataupun mendapat runner-up.  Mr. Cat hanya melihat mereka dengan wajah kebingungan. Ia merasa bahwa apa yang mereka katakan tidaklah masuk akal. Sikapnya yang tadinya ingin menyombongkan diri berubah menjadi ingin marah lalu membakar semua mereka di tong sampah belakang sekolah pada waktu itu juga. Ia meletakkan sesuatu di mejanya dan duduk tanpa menyapa seorang pun. Mereka melanjutkan pembicaraan mereka tanpa merasa Mr. Cat bisa mendengar percakapan yang menjelekkan dirinya. Mr. Cat mengambil komputernya dan menyiapkan materi pengajarannya beberapa minggu kedepan. Ia tidak menganggap serius apa yang dikatakan oleh mereka, dan mencoba bersikap biasa tanpa mendengar sindiran-sindiran pedas itu. Dalam hati, ia berkata, ‘Lagian pula, tetap saja aku yang menang. Dan aku juga wakil kepala sekolah. Wewenang yang kupunya lebih tinggi dari pada kalian. Sebanyak apapun kalian  berbicara, tak ada yang bisa merubahnya.’ “Seharusnya aku yang mendapatkan hadiah itu.” Kata Mr. Spong.  “Aku juga mau kalau begitu. Lihatlah kulitku ini, aku merasa hidupku tidak akan lama lagi.” Ucap Mr. Slurp yang paling tua dari antara seluruh guru. “Aku membayangkan bahwa di upacara kesembilan keturunan, aku mendapat bagian dari perpanjangan umur. tapi sayang sekarang tidak bisa lagi.” Kata Brake, guru wali tingkat tiga Ilmu Budaya. “Kapan acara itu akan dilakukan?: Tanya Mr. Spong  “Minggu depan bukan? Kepala sekolah sedang membagikan mereka cincin upacara itu yang harus dipakai seminggu ke depan hingga hari-H selesai.” Kata Mr. Jumbur. “Kasihan juga anak itu yang akan menjadi korbannya.” Kata Mr. Name. “Akan lebih kasihan jika kita yang mati lebih cepat dibanding pengorbanan para Mungkit. Mereka memang terlahir untuk kita.” Kata Mr. Staig. Mr. Six hanya diam saja. Ia kembali ke tempat duduknya, karena merasa sudah cukup membuat guru-guru yang lain percaya bahwa ia memihak mereka. Ia sudah lelah berdiri dan tidak ingin terlalu ikut campur dengan semua pembicaraan itu. Mr. Pella masuk ke ruangan itu. Ia memanggil Mr. Cat dan Mr. Six untuk datang ke ruangannya. Mereka pun mengikuti Mr. Pella menuju ruangan tepat di belakangnya. Mr. Cat merasa ia akan mendapat pujian dari Mr. Pella. Tetapi yang ia bingungkan adalah mengapa Mr. Six juga ikut dipanggil ke kantor. Mungkin karena Mr. Six adalah pemenang kedua, sehingga ia juga mendapat hadiah dari Mr. Pella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD