Bab 1 - Home

1773 Words
Prolog Dunia berubah setelah manusia bisa bertahan melawan wabah penyakit. Butuh 30 tahun untuk dapat terbebas dari penyakit yang menghabiskan manusia hingga tujuh puluh persen. Cara manusia bersosialisasi-pun berubah. Mereka tidak memperdulikan sesama mereka lagi. Penghormatan dan kekuasaan adalah hal yang utama. Rakyat menjadi terbagi tiga golongan yaitu Rakyat Atas, Rakyat Pembantu dan Rakyat b***k. Golongan rakyat-rakyat ini digolongkan berdasarkan hasil pendapatan mereka. Semua penduduk wajib melaporkan semua pendapatan mereka dari yang terkecil hingga yang terbesar kepada pemerintah. Jika tidak melakukannya dan ketahuan, mereka bisa mendapatkan hukuman mati. Rakyat Atas adalah kalangan pejabat publik yang mengendalikan pemerintahan. Rakyat Pembantu adalah industri-industri besar yang mempengaruhi pendapatan negara. Sedangkan Rakyat b***k adalah orang-orang yang bekerja di perusahan-perusahaan kecil atau mendapat gaji bulanan dengan upah kecil. Golongan-golongan ini membuat sekolah, rumah sakit, pelayanan masyarakat dan barang elektronik memiliki kasta masing-masing. Akan sulit bagi seorang Rakyat Biasa untuk bergabung dengan Rakyat Atas. Mereka memiliki barang-barang mewah dan juga robot-robot yang membantu kehidupan mereka lebih baik. Pemerintah memiliki sarana riset yang membuat mereka bisa menghasilkan tinggat kenyamanan kehidupan yang tidak bisa didapatkan oleh kalangan Rakyat Pembantu dan b***k. Dibelakang pemerintah ada seseorang yang membantu mereka mewujudkan kehidupan yang nyaman. Maka dari itu, pemerintah harus membayar mahal atas itu. Cerita tentang alasan mengapa mereka bisa bekerja sama, belum di ketahui pasti apa yang membuat mereka bisa seperti itu. Rumah sakit pun terbagi dua golongan yaitu Rumah Sakit Rakyat Atas dan Rumah Sakit Setara. Rumah Sakit Rakyat Atas adalah rumah sakit yang di peruntukkan bagi mereka yang adalah pejabat publik, sudah dapat terlihat dari nama yang diberikan untuk rumah sakit itu. Sedangkan Rumah Sakit Setara adalah rumah sakit yang ditujukan kepada Rakyat Pembantu dan Rakyat b***k. Meski andil dalam membuat pemerintahan berjalan baik ada di tangan para rakyat pembantu, yang menjalankan industrasi pangan untuk kalangan atas, tidak berarti mereka diberikan jaminan kesehatan yang setara juga. Yang berharga di dalam pemerintahan ini adalah kalangan atas yang merasa bisa menciptakan kedamaian karena memegang seluruh kendali pemerintah. Dan itu memang terbukti karena tidak adanya peperangan, ataupun tingkat kejahatan yang tinggi. Sekolah untuk Rakyat Atas tidak boleh tercemar dengan Rakyat Pembantu ataupun Rakyat b***k. Rakyat Atas memiliki sekolah dengan standar kualitas pendidikan yang lebih baik dari sekolah golongan rendahan lain. Kurikulum yang dipakai pun sangat berbeda karena ini akan membantu rakyat atas untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Mereka hanya diajarkan hal-hal dasar untuk membantu Rakyat Atas mengerjakan hal-hal kecil. Masalah yang paling besar dari semua golongan ini adalah pendidikan. Anak yang lahir dari keluarga pembantu ataupun b***k tidak memiliki akses pendidikan yang setara dengan Rakyat Atas. Rakyat Pembantu dan Rakyat b***k hanya dapat mengakses materi dasar sebuah pelajaran. Mereka hanya bisa mengikuti jenjang pendidikan hingga pendidikan tingkat atas. Sedangkan Rakyat Atas bisa mengakses dunia perkuliahan. Rakyat Pembantu dan Rakyat b***k juga tidak bisa mendapat nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Anak Rakyat Atas. Anak Rakyat Atas-lah yang harus memimpin nilai terbaik se-Indonesia. Meskipun beberapa anak dari kalangan Pembantu memiliki kecerdasan yang lebih dibanding Rakyat Atas. Mengenai tempat tinggal, kelompok-kelompok ini pun membagi daerah-daerah mereka menjadi tiga juga. Untuk kelompok Rakyat golongan Atas berada di dataran tinggi dengan tempat sangat bersih dan penuh teknologi. Mengenai Rakyat Pembantu, pemukiman mereka berada di himpitan pabrik-pabrik. Sedangkan golongan b***k mereka tinggal di daerah pesisir pantai dan berdekatan dengan limbah penduduk. Banyak yang memiliki kulit yang kasar dan tingkat kematian yang tinggi karena lingkungan yang sangat jorok. Dunia menjadi sangat sensitif dikarenakan wabah penyakit yang sebelumnya dibawa oleh para kalangan b***k. Pemerintah memberikan batasan bagi mereka yang tidak mampu mencapai standar kehidupan yang baik di kehidupan sehari-hari. Batasan ini dibuat agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Batasan ini akan menjaga dunia dari Pandemi yang sebelumnya pernah terjadi. Batasan-batasan inilah yang membuat seorang anak berpetualang di dunia berbeda. HOME Tahun 2017 Sendok dan garpu saling menatap. Garpu merasa kasihan kepada sendok. Piring yang sesekali terketuk mencoba menghiraukan dengan usaha yang sangat keras. Mangkuk yang berada di dekat piring mengangguk merasa seperti ada sebuah masalah yang terjadi. Tebakan benda-benda mati itu benar. Ada sesuatu yang salah dengan anak yang duduk sendiri di ruang makan. Ia sudah sepuluh menit menatap piring dan sendok yang tidak terisi lauk pauk. Selama sepuluh menit itu, ia juga mengadu piring dan sendok sehingga menghasilkan bunyi. Tangan kanannya ia tumpuhkan ke wajahnya sedangkan tangan kirinya memegang sendok dengan ragu. Sesekali karena ia mengadunya dengan piring tentu membuat khawatir sendok. Nama anak yang sedang sedih itu adalah Wish Pratja. Wajah anak itu sangat manis dengan bentuk wajah yang bulat dan hidung yang mancung. Ia memiliki lesung pipi di kiri pipinya yang lembut. Kulitnya putih dan ada bintik kecil hitam di pipi kanannya. Bintik yang kecil membuat wajahnya bertambah manis. Mulutnya tipis dan kecil. Rambutnya berponi tebal ke depan, sesekali ia menyeka poni yang menghalangi matanya. Matanya berkaca-kaca diawalnya kemudian berubah menjadi senyuman sinis yang tidak dimengerti.  Anak itu berumur tiga belas tahun. Ini adalah tahun awal semester ia masuk sekolah. Dalam hitungan tiga bulan, ia sudah tiga kali berganti sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar, berubah kasar dan mengeluarkannya dari sekolah. Kadang ia bingung mengapa hidup normal itu tidak untuknya. Orang tua Wish, yaitu Tn. Harto Pratja dan Ny. Dinda Pratja, sudah mencari sekolah terbaik untuk Wish. Awalnya Wish diterima di sekolah elite nomor satu se-Indonesia. Tapi, tak sampai satu bulan, orang tua Wish sudah mendapat surat panggilan untuk datang ke sekolah. Yah, apalagi alasannya selain untuk mengeluarkan Wish dari sekolah itu. Sekolah yang kedua yang juga termasuk salah satu dari tiga sekolah elite untuk para bangsawan Negara, juga melakukan hal yang sama. Ia dikeluarkan dari sekolah itu setelah sebulan belajar. Tidak bisa dikatakan bahwa itu termasuk tindakan ketidakadilan. Orang tua Wish sadar bahwa itu diluar kuasa mereka, tetapi tetap saja mereka merasa kecewa untuk kedua kali. Sekolah ketiga yang menjadi tempat Wish bersekolah juga melakukan hal yang sama lagi. Akhirnya sudah ketiga kali itu terjadi. Angka tiga biasanya melambangkan peringatan akan suatu bahaya, atau bisa juga menjadi awal untuk memulai hal yang baru. Tapi, mereka bingung, apakah ini harus ditanggapi serius atau tidak. Apakah mereka harus membuat rencana baru dengan menyekolahkannya di tempat lain, atau tidak menyekolahkannya sama sekali. Di dalam benak orang tua Wish, ia tidak ingin anaknya ini tidak bersekolah. Ia ingin anaknya mendapat pengetahuan yang sebanding dengan kemampuannya. Tentu itu adalah harapan semua orang tua. Orang tua akan berusaha sangat maksimal bahkan mungkin diatas maksimal agar anaknya mendapat seratus lebih kelayakan daripada biasanya. Dan hal itulah yang membuat mereka sangat begitu kecewa dengan dikeluarkannya Wish dari sekolah. *** Wish yang masih duduk di meja makan selama waktu sepuluh menitnya dan mengetuk-ngetuk piring yang mulai kesal dengan bunyi garing dari tindakan itu, mulai lelah. Ia meletakkan sendok dan berdiri membuat decitan di lantai. Lagi-lagi ia membuat benda mati lain merasa kesakitan, yaitu kaki kursi. Ia melihat masakan ibunya dan menutupnya dengan tudung saji. Ia meninggalkan sendok, garpu dan piring yang bersih karena tidak ada sedikitpun lauk pauk yang dimasak ibunya jadi ia makan. Ia berjalan mengarah ke tangga dengan hentakan kaki yang kuat. Wajah muramnya berubah menjadi sedikit memiliki harapan. Bibirnya setengah terbuka dan matanya bercahaya meski sebentar. Ia masuk ke kamar lotengnya dan mengambil sebuah buku tua yang terletak di meja belajar. Waktu yang ia butuhkan untuk sampai ke kamar jauh sepuluh kali lipat lebih cepat dibanding sepuluh menit yang ia habiskan duduk di meja makan. Ia buka lembaran pertama. Ia tertarik dengan judul besar halaman pertama. Buku dengan tulisan tangan yang tidak rapi tetapi tampak lebih rapi dibanding rumitnya kehidupan ini. “Jembatan.” bacanya melihat awal bab dari buku itu. Sudah ratusan ribu kali ia membaca buku itu. Ini mungkin yang ke tujuh puluh sembilan-kali ia mengulang membacanya. Meski ia selalu membaca buku itu, tetap saja masih banyak pertanyaan yang muncul karena tidak mengerti apa yang dimaksud dalam isi buku itu. Ada banyak yang janggal dari isinya. Sesuatu berbentuk jembatan, diistilahkan sebagai udara yang mengambang atau mungkin sebuah portal. Banyak yang terlintas di pikiran Wish mengenai jembatan yang dimaksud di awal buku. Ada banyak yang tidak bisa dijelaskan dengan akal di dalam isinya. Misalnya, kejanggalan lain adalah, rumus energi seperti teori Einstein. Tertulis, energi yang diperlukan adalah Data (materi maupun non materi) dikali Fusion yang berarti gabungan dari pangkat titik posisi At1 dikali gabungan posisi Bt2. Wish merasa t1 merupakan waktu di area A saat itu, sedangkan t2 adalah waktu di area berbeda. Ia yakin ini mungkin rumus asal-asalan saja atau rumus cacat. Tetapi, semakin dilihat, rumus ini mirip dengan E= MC (kuadrat) milik Einstein. Bagi Wish, ini benar-benar sangat rumit. Selagi Wish terhanyut dalam lamunannya di bab pertama buku itu, suara ketukan terdengar dari luar kamar. “Wish.. kamu belum makan juga? Ibu lihat makanan di meja tidak berkurang. Piring nya kok masih bersih?” Teriak Ny. Pratja. Bagaimana Ibunya tidak khawatir melihat anaknya yang kembali lagi tidak bersekolah. Jika ini kejadian yang pertama, tentu tidak terlalu dipikirkan, tapi ini sudah yang ketiga kali. Mulai muncul rasa trauma dan kekesalan yang lebih besar pastinya. Wish menjawab dengan nada ceria dan meletakkan buku yang ia baca tadi di kasurnya. Ia tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. “Iya Bu.” Ia keluar dari kamar dan mencoba tersenyum. “Ibu lihat kamu tidak jadi makan. Ayo, makan!” ucap Ny. Pratja memegang pundak Wish. Wish hanya tersenyum membalas. Ia tidak ingin menolak permintaan Ny. Pratja. Ia mengikuti Ny. Pratja hingga ke dapur dan duduk kembali di meja makan. Ny. Pratja memberikan piring yang berisi lauk pauk dan ikut duduk. Matanya menyorot Wish seperti lampu sorot mobil untuk memastikan anaknya itu benar-benar makan. “Ayah lagi tanya temannya. Semoga ada solusi.” celetuk Ny. Pratja. Ia tahu benar, anaknya sedang memikirkan tentang sekolahnya. Ia tidak ingin kekhawatiran anaknya membuatnya tidak selera makan. “Apakah sesulit itu menjadi orang pintar?” Tanya Wish polos sambil menyuap sesendok nasi ke mulutnya. “Terlalu bodoh tentu salah, terlalu pintar juga salah. Keseimbangan itu penting Wish. Layaknya sendok dan garpu.” Ny. Pratja menunjuk sendok dan garpu yang dipegang Wish. “Kita tidak bisa selalu mengandalkan sendok saja untuk makan. Sewaktu memakan mie ataupun steak, kita perlu garpu dan pisau. Kita semua perlu tetap seimbang Wish. Kita sedang cari titik keseimbangan itu.” Lanjut Ny. Pratja dan mengakhirinya dengan senyuman. Wish menatap kembali sendok dan garpu dan tidak menanggapi penjelasan Ny. Pratja. Ia merasa kata-kata itu benar, tetapi tidak mau kenyataan bahwa ia sedang mencari keseimbangan dari kehidupannya.  “Mungkin itu ada benarnya,” pikirnya dalam hati. Ia merasa lebih baik karena penjelasan ibunya itu. “Kapan ayah akan pulang?” Tanya Wish menatap Ny. Pratja. Ia tidak sabar menunggu berita baik datang. “Besok ayah akan pulang,” jelas Ny. Pratja sambil mengumpulkan piring-piring kotor.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD