Bab 106 - Berdua di dalam ruangan

1005 Words
Suara sorakan penonton terdengar keras dari belakang panggung. Mereka bertepuk tangan sewaktu host memperkenalkan Mrs. Slufi sebagai pemilik acara beserta kedua guru yang menjadi juri. Mereka melambaikan tangan dan duduk di kursi juri. Dengan anggun Mrs. Slufi memakai bulu-bulu manja menghiasi kepalanya dan lipstik biru di bibir tebalnya. Ia memakai baju corak biru selutut dan selendang bulu. Hak tinggi dengan permata biru dipakaikan di sepatunya yang turun dari tangga panggung dibantu kedua guru yang ada di kanan dan kirinya.  Tak sengaja ia melihat ke depan ke ruangan tempat kepala sekolah duduk. Dimerengkannya bibirnya dan mengucapkan sumpah serapah. Dengan cepat ia memalingkan matanya dan tersenyum ramah kepada murid-murid. Dari wajah Mr. Pella, ia tahu bahwa Mrs. Slufi sedang marah padanya. Tak heran, hubungan baik itu putus begitu saja karena amarah yang tak terbendung. Di belakang panggung, Chey dan Panom menunggu untuk perform. Mereka diberi ruangan tersendiri karena mendapat kesempatan untuk perform di acara pembukaan lomba. Semua yang mendapatkan kesempatan perform diberikan ruangan tersendiri, sedangkan untuk finalis lain yang juga masuk seleksi dikumpulkan di satu ruangan di dekat panggung. Di samping panggung itu mereka bisa melihat persiapan yang dilakukan oleh pelayan dan juga finalis yang terpilih saat melakukan persiapan. Mereka melihat dari layar monitor bahwa acara sudah dimulai yang ditandai dengan Mrs. Slufi yang telah duduk di kursi juri. Chery melihat ke Panom dan memintanya untuk mengecheck apakah nada yang dinyanyikannya benar. Ia terlihat sedikit lupa lirik dan lupa aransemen yang baru saja mereka latih saat rehearsal tadi.  Panom bukannya memperhatikan nada yang dikeluarkan, malahan melihat bibir Chery yang komat-kamit berusaha membuat resonansi yang sempurna. Ia memperhatikan matanya yang lentik yang tak memerlukan bulu mata palsu sekalipun. Chery telah siap bernyanyi dan menunggu komentarnya, tapi tak juga bersuara. Ia mencoba bersabar menunggu beberapa detik, tetapi mata Panom tidak melihat matanya. Chery menepuk pipinya pelan. "Bagaimana?" Kata Chery dan tersenyum manis. Tiba-tiba ia teringat bahwa jika ia melakukan senyuman manis ataupun pose yang bisa mengeluarkan pesonanya, bisa-bisa hidung Panom akan mengeluarkan darah lagi seperti kemarin. Ia tidak ingin di show pertamanya ini tidak ditemani Panom. Chery langsung merubah wajahnya dengan menaikkan alisnya dan mata yang sipit berubah menjadi besar. "Hm.. maaf. Bagus! Bagus kok!" Kata Panom yang melihat wajah Chery bagaikan singa yang siap menerkam. "Kau memperhatikan atau tidak!" Kata Chery dengan nada kasar. "Aku memperhatikanmu!" Kata Panom mencoba membuat Chery mempercayainya. "Aku sedikit grogi." Kata Chery. Panom hanya mendengarkan dan tidak memberi memberikan kata-kata semangat apapun. Ia tidak tahu harus berkata apa ataupun bertingkah seperti apa.  Chery memalingkan perhatiannya dari Panom yang membuatnya canggung karena mereka hanya berdua dalam satu ruangan itu.  Panom melihat ICE-nya dan melihat kabar bahwa Wish dan Ardy sudah memulai misi mereka. Meski mereka perform, tetapi tetap saja mereka punya peran penting dalam mengawasi para guru. Jika sesuatu terjadi yang membuat Wish dan Ardy tidak bisa keluar dari ruangan kepala sekolah, mereka akan mencoba membuat keributan ataupun sesuatu yang bisa menghentikan guru-guru beranjak dari tempat duduknya. "Kau tahu apa yang akan kita lakukan jika Wish memerlukan bantuan kita?" Tanya Panom kepada Chery. Ia berbicara dengan profesional tanpa melibatkan perasaannya yang malu-malu pada Chery. "Bagaimana jika kita pura-pura bertengkar?" Kata Chery tanpa pikir. Panom yang mendengar itu langsung menelan ludahnya. Ia sudah tahu bahwa rencana itu adalah sebuah malapetaka baginya. Ia pasti akan kalah dan wajahnya dipenuhi dengan darah. Ia melebarkan senyuman palsu nya dan berkata, "Apa tidak ada yang lain?"  "Berkelahi dengan Mrs. Slufi?" Jawab Chery cepat. Panom menggelengkan kepalanya.  "Melempar barang ke arah penonton?" Kata Chery lagi. 'Ya ampun, barbarnya.. semua yang di otaknya itu berhubungan dengan perkelahian!' Kata Panom dalam hati.  "Aku kurang setuju.. hehe.." kata Panom lembut. "Baiklah, kita akan pikirkan nanti. Mungkin kita bisa matikan lampu atau.. apalah itu," ucap Panom. Ia tidak ingin melanjutkan ke-barbaran Chery. Panom pun melihat kembali ICE nya. Ia melihat chat forum dan mengetahui bahwa Wish dan Ardy sudah masuk ke ruangan kepala sekolah. Jantungnya berdetak kencang saat mengetahui itu. Berbeda dengan Chery yang lebih antusias saat mengetahui semua berjalan dengan mulus. Suara dari speaker ruangan mengatakan bahwa mereka sebentar lagi akan tampil. Tangan Panom menjadi dingin. Ia melihat ke layar monitor di dinding. "Aku tak menyangka bahwa ada sebanyak ini yang menonton." Ucap Panom mencoba mengeluarkan keluhannya. "Ini tidak sebanding dengan banyaknya orang yang mengerumuni ku saat ngamen." Kata Chery.  "Apakah lebih banyak?" Tanya Panom.  Chery menggambarkannya dengan isyarat tangan merentangkan tangannya membentuk setengah lingkaran. Panom tersenyum melihat tingkahnya. Ia merasa lebih tenang sekarang. Tapi, dalam hati Chery, ia tidak berpikir yang sama. Ia lupa seharusnya ia tidak bersikap manis sama sekali. Panom teringat akan buku catatan yang ditemukannya di lab. Tak ada yang bisa dijadikan tersangka selain Chery. Ia mengambil buku itu dari tasnya dan menunjukkannya kepada Chery.  Melihat buku itu berada di tangan Panom dengan cepat Chery langsung merampasnya. "Darimana kau dapat buku ini?" Tanya Chery. Ia sangat kaget. Panom baru pertama kali melihatnya kaget seperti itu. Wajah Chery berkeringat membuat Panom khawatir. "Kau terlihat pucat!" Kata Panom. Chery mengelap keringatnya. "Aku menemukannya di lantai saat rekaman kemarin." Panom memainkan bola matanya dengan cepat. Ia tak ingin melakukan kontak mata secara langsung dengan Chery. Chery melihat bagian dalam isi buku. Ia membolak-balikkan beberapa halaman. "Kau membacanya?" Tanya Chery mendekatkan wajah. Ia ingin melihat kejujuran dari Panom. Niat hati Panom adalah ingin berbohong. Panom masih diam dan tak tahu harus menunggu apa. Pintu ruangan mereka diketuk seseorang dan ia masuk. Ternyata seorang pelayan memperingati mereka agar segera keluar dari ruangan dan bersiap-siap. Panom sedikit lega karena bisa meloloskan diri.  "Permisi. Giliran kalian, tuan dan nyonya!" Ucap pelayan itu. Ia membawakan baju yang harus mereka pakai. Beberapa saat kemudian datanglah pelayan yang akan merias mereka, lengkap dengan alat make up di tangannya. Ia tersenyum kepada Chery dan tak henti-hentinya memuji kecantikannya. Panom sesekali melirik memperhatikan wajah Chery. Sang pelayan berkata, “Tuan, bisakah tunggu di sana?” Menunjuk ke sofa yang sedikit jauh dari meja make up. Panom pun mengikuti saran sang pelayan. Ia mengangguk dan dengan lambat menjauh dari mereka. Padahal sebenarnya ia tidak sabar ingin melihat hasil dari make up Chery. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD