Tarik Ulur

1123 Words
Sebagai calon sekretaris yang baik, kerjaan Ody saat ini hanyalah mencatat agar memudahkan ketua umum me-rewind kembali hasil pertemuan. Dengan hati yang gusar, serta fikiran yang berkelana membuat Ody hampir melupakan kewajiban. Ini hari minggu, waktunya Ody beribadah. Tapi, gadis itu malah memilih dunia ketimbang tuhan. Membuat salah satu setan berbahagia, "Dy, mau makan dulu gak?" Tanya Hazel yang sedang membawa satu kotak makan siang dari meja komsumsi. "Nanti aja deh gua makan nya. Tanggung dikit lagi, nih." Balas Ody, dengan senyum simpulnya. Hazel membalas singkat, hanya dengan anggukan kepala. Ody melanjutkan kembai kegiatannya, dan sekilas ia melihat Garry dari ekor matanya. Sedang asyik menyuap makanannya dengan wajah yang sangat ceria. "Tumben banget dia ga ngasih makanan ke aku." Gumam pelan Ody, seraya menelan salivanya dengan berat. Apa yang terjadi dengan Garry sebenarnya. Apakah, dia masih marah atas perbuatan Ody di mobil tadi? Tumben sekali, ia betah berlama-lama marahan dengan Ody. Yang biasanya, jika mereka berdua sedang terlibat konflik, Garry akan meminta maaf lebih dulu atapun ia akan mengajak Ody bercanda, untuk melupakan permasalahan yang ada. Tapi, kenapa sekarang berbeda? Apa perlakukan Ody tadi sangat membuatnya marah? Padahal, rasanya hanya salah paham. Ody mendenguskan nafas yang sangat berat, layaknya ada cicilan yang menghadang laju perekonomiannya. Drrrttt-ddrrrttt-ddrrrt Ody merogoh saku celana, untuk mengambil ponsel yang bergetar. "Hallo, kenapa Tur?" Kata Ody, pada Guntur yang tumben menelfon dirinya. ["Lo lagi sama Garry gak, Dy? Kalo ada gua pengenn ngobrol bentar. Bisa gak?"] DEG' 'Aduh, gimana nih. Gak lucu kan, kalo aku bilang aku lg gak sama Garry. Soalnya kan satu himpunan.' batinnya bertanya-tanya, untuk menyiapkan jawaban yang logis untuk diberikan pada Guntur. Tapi, bibirnya kelu saat ingin membalas ucapan Guntur. Semesta seolah tidak mengizinkanya. "Gua lagi sama dia, Tur. Tapi,--" "Yaudah tolong kasih cepet, Dy. Urgent banget nih." Mendengar kata urget di omongan Guntur, membuat Ody langsung menghampiri Garry di belakang, tanpa fikir panjang. "Apaan nih?" Tanya Garry, saat melihat Ody mengulurkan tangag dengan ponsel hitamnya. "Guntur mau ngomong. Katanya, urgent." Buru-buru Ody menaruh ponsel di paha Garry, karena tidak mau terlalu lama berada di depannya. Dan juga, ingin membuat alasan agar Garry menghampirinya nanti, untuk mengembalikan ponselnya. 'Pandai sekali otakku.' batin Ody kegirangan, saat berjalan ke posisi awalnya. 5 menit kemudian, sesuai permintaan Ody yang membuat Garry menghampirinya. "Udah, Garr?" Tanya Ody, mendongak ke arah Garry. "Iya udah. Nih punya lo." Astaga, dingin sekali ucapannya. Intonasi suaranya juga begitu datar. Sudah lah, berarti sungguhan jika Garry marah dengan Ody. Tapi, Ody yang tidak habis akal. Langsung menyimpulkan senyumnya sekilas. Kali saja beruntung, Garry membalas senyumnya. Namun, naas hasilnya. Semesta semakin bercanda pada Ody. Garry melengos begitu saja, layaknya most wanted di high school dulu, yang terkenal dengan sifat es batunya. Sangat susah digapay, jika Garry begitu. "Oiya, Dy." Suara bass dari Garry, langsung membuat Ody menoleh seketika. "Makasih." Singkat padat jelas. Masih saja dingin. Bahkan dirinya tidak membiarkan Ody mengucap kata kembali kasih, karena Garry langsung melenggang pergi. Kenapa semuanya jadi begini. Ody merasa sangat bersalah, menyesali semua perbuatannya tadi. Menyalahkan diri sendiri. Coba saja, jika, Ody tidak mempertanyakan masalah Sofia dengan Roman. Atau, tidak sok tahu untuk menasihati orang lain. Mungkin akhirnya tidak begini. Sedang bercanda tawa dengan Garry, seperti biasanya. Dan tidak melupakan kotak makan siangnya, yang kini sudah bersih tak bersisa. "Udah lah. Gak ada harapan lo, Dy." Kata Ody pada dirinya sendiri, dan langsung keluar dari ruang himpunan. Ody memutuskan untuk mencari kedai makanan cepat saji, untuk menenangkan para cacingnya yang kini mulai berdemo. Dan, keputusannyajatuh pada kedai cepat saji yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Toko kecil berwarna hijau tosca, dengan poster yang bergambar taco mini yang sangat menggemaskan. Karena itulah, Ody memutuskan untuk masuk ke dalam. Bukan karena lapar, tapi gemas. Dasar perempuan. "Saya pesan satu porsi itu." Ody menunjuk poster tadi, membuat pelayan langsung menekan layar pada pesanan Ody. "Minumnya mau apa?" Tanya pelayan tersebut dengan sangat ramah. Intonasi suaranya pun bernada, tidak seperti Garry tadi. Astaga. Fokus. Kenapa malah ke Garry, lagi. Ody sengaja keluar, untuk terlepas daru bayang-bayang Garry. "Miss?" "Sorry, satu kaleng soda saja." Buru-buru Ody menjawab pertanyaan dari pelayan, agar dirinya tidak disangka gila atau apapun. "Okay. Sudah saya input pesanannya. Setelah pesanannya tersedia, anda akan dikabarkan melalui ipad dari tempat pilihan anda. Terima kasih." Jelas pelayan tersebut. Hanya dibalas anggukan semata oleh Ody, karena dirinya begitu malu. Akibat dirinya yang tiba-tiba melamun, serta ling-lung di hadapannya. Ody berjalan gontai ke kursi dekat kaca, yang bisa melihat pemandangan langsung jalan raya. Hanya tidak mau repot, makanya ia memilih tempat yang dekat dengan meja pelayan tadi. Sekaligus, bisa memandangi kendaraan yang berlalu lalang di depan, untuk mengusir kebosanan. Ody seolah hidup sebatang kara di dunia yang sangat luas begini. Sampai-sampai, dirinya tidak menghiraukan jika ada sepasang mata yang sedari tadi mengikuti dirinya. Hingga ke restoran kini... Saat ini, orang tersebut sedang memandangi Ody dari seberang jalan. Ia mengetahui gerak-gerik gadis itu. Mengedipkan sebelah mata, mengucek matanya, menguncir rambut, hingga melepaskan ikatan itu kembali. Orang itu mengetahui semuanya. Namun, kenapa Ody tidak menyadari akan hal itu. Apa karena ada earbud yang menyantol pada telinganya? Yang membuat dirinya asyik sendiri, dan tidak memerhatikan sekitar? "Pesanan anda siap. Silahkan ambil di counter." Ipadnya berbunyi, membuat Ody langsung memgambil pesanannya.. "Astaga. Mini sekali." Gumam pelannya, dengan rasa terkejut sedikit, setelah mengetahui bentuk dari visual di poster tadi. Tidak mau berlama-lama memandangi si kecil mini itu, takutnya Ody malah tidak enak dengan pelayan tadi. Karena, raut wajahnya yang dirasa tidak mengenakan. Bersamaan dengan Ody yang melenggang ke kursinya, orang yang di seberang tadi juga semakin memajukan langkahnya. Seolah mendekat pada posisi Ody sekarang, hingga akhirnya. Tok tok tok' Ody menoleh ke samping, karena ada suara. "Garry? Kenapa?" Betapa terkejutnya, saat mendapati sosok Garry yang tiba-tiba berada di balik kaca. Membuat Ody menyuruhnya masuk, karena cuaca yang semakin dingin di luar sana. Garry menganggukan kepala, namun tak kunjung masuk. Malah menoleh ke samping, serta ke belakang. Seolah menjadi mata angin, serta kompas yang sedang mencari arah. Setelah beberapa saat. Barulah Garry, memasuki toko itu. Duduk di depan Ody, dan menegurnya secara singkat. Setelah itu, apa yang Garry lakukan? Setelah kemunculan dirinya yang tiba-tiba. Tidak ada yang dia lakukan. Hanya diam, memejamkan mata. Tapi, kepalanya menoleh, ada tangan yang menindih kepalanya. Layaknya, sedang menatap Ody dengan sangat manja. Padahal tidak sama sekali. Membuat Ody bingung, atas apa yang dilakukan oleh Garry. Tapi, dirinya tidak mau ambil pusing. Ody memilih untuk menyenangkan para cacingnya di perut, dengan memakan porsi taconya dengan sangat sumringah. Membuat anak jurusan sastra ini memikirkan kata-kata di fikiran yang menggambarkan kondisinya hari ini. "Tidak ada yang bisa diatur jika, logika kalah dengan hati. Meski sudah berulang kali meyakini diri bahwa, sikapnya tidak bisa ditoleransi. Namun, si b******k hati tidak bisa berhenti peduli bahkan, hanya untuk satu kali. "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD