Obrolan Pria

1022 Words
Nikmat sekali rasanya, habis gajian langsung berbelanja. Layaknya gadis yang kelabakan, Roman mengaduk makanannya dengan tatapan kosong. Membuat Garru memincing, serta menerka apa lagi masalahnya. "Lo masih galau-in Sofia? Apaan banget deh lo! Katanya cowo idola. Masa gitu udah berasa gak laku." Cibir Garry, dengan jari yang sedang menekan-nekan layar ponselnya. Mengirimkan suatu pesan, dengan bukti screeshoot-an bewarna biru. "Nih, buat beli seblak!" Ia menahan tawanya, menghormati orang yang galau di depan. Takutnya tersinggung, disangka menertawakan. Roman berdecih sebentar sebelum melahap satu sendok penuh makanannya, "Bacot uuu Garr" Ucapnya, dengan mulut yang penug makanan. Untung saja, tidak menyembur. Jikalau menyembur, Garry bisa ngamuk layaknya anak singa. Drrrt-drrttt-drttt Roman menatap layar ponselnya sebentar, sebelum ia membailkkan ponselnya. "Siapa?" Tanya Garry penasaran. "Biasa si Guntur." Roman membalas debgan cepat, dengan sedikit senyum masam di wajah. "Lo udah ngomong sama dia?" Garry bertanya kembali, dengan raut wajah gusar. Bagaimanapun juga, ia tidak mau kedua temannya adu jotoa perihal cinta ataupun wanita. Apalagi, mereka bertiga berangkat dari Indonesia bersama-sama, bekerja bersama, serta satu fakultas sama. Masa mau tengkar. Gak enak dilihat nanti. Toh juga, sejak semalam Garry mengetahui jika Guntur sudah meminta maaf secara langsung pada Roman. Empat mata, dari hatu ke hati. Caelah, curhat dong mah. Garry terkikih sebentar, sebelum akhirnya mendengarkan penjelasan Roman kembali. Ia menjelaskan, sesungguhnya tidak ada perasaan marah pada Guntur. Melainkan hanya kesal, serta bingung. Kenapa di usia 20-tahunan, dia masih saja bermain layaknya anak 15 tahunan. Sangat kekanak-kanakan, membuat Roman kehabisan akal sehatnya. "Konyolnya dia tuh gak sehat, Garr. You know that." Seru Roman. Langsung disetujui oleh Garry, tanpa adanya debat. "Namanya juga Guntur, Man. Lo juga akhirnya tau kan, kenapa gua yang dulu langsung ngebatesin diri sama dia." Garry menjeda, untuk mengambil nafas. "Sampe sekarang juga masih. Gua tau porsi buat dia (Guntur) . Makanya, gua gak pernah curhat atau sekedar ngomong kaya gua sama lo kan?" Garry menyelesaikan perkataannya. Dibalas anggukan oleh Roman, "Iya, i know. Itu juga sebenernya, yang bikin gua kasian sama dia. Si Guntur jadi gak tau apa-apa tentang kita. Tapi," "Sekalinya dikasih tau, eh kurang ajar." Roman dan Garry bersamaan, layaknya jodoh yang sudah diatur oleh semesta. "Tapi lo biasa aja kan sama si Guntur? Pas kemarin di basecamp gimana?" "Hah? Basecampe?" Roman terperangah seketika. Apa maksutnya Garry, padahal, kemarin dirinya mau ke KBRI dengan beberapa anggota yang telah di pilih Freddy. "Kok gua gak diajak?" Garry mencibir, dan disergap langsung oleh Roman. "Lo himpunan ya! Gua tabok lo kalo deket!" Desis Roman. Ia juga menjelaskan jika pertemuan di KBRI kemarin, agensi Freddy kembaki terpilih untuk menjadi panitia utama dalam perkumpulan pelajar Indonesia di seluruh universitas San Fransisco. Roman juga menjelaskan, jika dirinya terpilih menjadi ketua dari bagian kreatif untuk menunjang semua materi ataupun diskusi. Lebih lengkapnya, nanti akan dijelaskan langsung oleh Freddy. Roman hanya sebagai penyambung informasi, selaku humas di agensi Freddy. "Oiya, lo nanti bakalan..." "Apaan? Gak usah sok misterius deh lo. Gua gak akan bisa nebak." "Yailah, pesimis banget si lo, Gar. Pantes aja Ody ogah-ogahan." Cibir Roman, dengan menyesap ice lemon teanya. Semua itu membuat mata Garry melotot sempurna, "Korelasinya sama Ody apaannsi, sialan." Ternyata dia belum sadar juga ya, pemirsah. Dasar, laki-laki semua sama aja. Gak ada yang peka. Kata Ody Jika, dia ikut bercengkrama. "Lo tuh nyadar gak si, Ody udah ketarik sama benang lo. Tapi, lo gaya-gayaan malah ngulurin lagi! Dia juga bisa capek lah!" Jelas Roman. Menunjukkan wajahnya yang super ekspresif. Namun, Garry masih tidak mengerti apa maksut Roman. Karena, fikirannya sekarang masih sibuk menerka-nerka sifat asli Ody, yang tempo hari membuat mereka berdua salah paham. Oh lord, masih aja ragu-ragu ternyata. Gak ada habisnya, sifat ragu-ragu dari Garry, yang bisa membuat dewa cupit marah di tempat. Kita tinggalkan Garry dan Roman, yang masih saling beradu argumen ya. Karena, kali ini ada Guntur yang sedang termenung sendirian. Beeteman dengan gelas sloku serata minuman kaleng di atas meja. "Can i help you?" Seorang bartender yang baru berganti shift, langsung menghampiri. Tanpa mengetahui jika, Guntur adalah seorang yang suci dari zat alkohol. Kalian jangan salah paham pada Guntur ya. Kasian dia. Lagi galau, masih aja disalahpahamin. Bahkan, minuman kaleng yang di atas mejanya saja itu bukan alkohol. Hanya vitamin C yang akan ia tuang kembali pada gelas slokinya. "Can you play this song, please." Alih-alih meminta minuman, ia malah meminta si bartender untuk memutra lagi dari Tulus yang berjudul Labirin. Akibat dirinya yang lupa membawa earphone, jadi mau tidak mau ia meminta bantuan bartender tersebut, untuk menambah vibes galaunya. "Ooo--keeyyy" Bartender itu mengambil ponsel Guntur, untuk disambungkan pada speaker pub tersebut. Baru 1 menit lagu berjalan, si bartender dikejutkan. Ternyata lagu yang diminta tadi sangat asing bahasanya. Membuat dahinya menggerinyit, serta menatap Guntur. "This song from Indonesia." Guntur menjelaskan, sambil bertopang dagu. Matanya sendu, membuat tatapannya kosong. Saat Tulus menyanyikan bagian reff, entah kenapa air matanya perlahan jatuh. Dengan sangat anggun, hingga membuat Guntur terlihat sangat menyedihkan. Padahal, lagu Labirin ini tidak sama sekali merepresentasikan kegindahan dari Guntur sekarang. Yang memikirkan bagimana kelanjutan pertemanannya dengan Roman serta Garry. Dan tanpa sadar, fikirannya seolah menjadi nyata setelah dua makhluk yang selama ini dirindukan mendatanginya. "Wehhh tumben lo ke tempat beginian?" Garry yang bertanya lebih dulu, langsung duduk di samping kanan Guntur. Sementara Roman, hanya menyapa dengan 'oi' pada Guntur. Ia pun langsung duduk, mengisi tempat kosong di kiri Guntur. Membuat kursi di depan bartender terisi semua. Guntur yang canggung, hanya bisa diam tak bersenyawa. Tidak menjawab pertanyaan Garry, dan Garry tidak mempermasalahkan juga. Hingga, ada satu percakapan yang mendapatkan moment untuk saling bermaafan. Membawa vibes lebaran di negeri paman sam kental, hingga celotehan konyol Roman terdengar. "Thrnya om..." Kenapa para laki-laki sangat mudah untuk menyelesaikam konflik yang ada? Tanpa ada cibiran serta sindirian lebih dulu. Sekali ucap, langsung baik. Masih menjadi misteri sejak tahun nenek moyang kita masih hidup. Namun, semua ini akhirnya membuat Garry bahagia. Melihat kedua temannya sudah seperti biasa, dan bersifat dewasa. Berjanji tidak akan mengulanginya kembali, serta menurunkan ego untuk memafkan kesalahannya. Akhirnya, keputusan Garry mengajak Roman ke Pub untuk transaksi barang online, tidak sia-sia. Ada kebaikkan yang menyertakan, seolah semesta turut berbahagia akan rencananya. Bagaimana pun juga dia temanku, dan akan selalu begitu **words***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD