Struglle

1164 Words
Tidak terasa, hari demi hari berlangsung sangatlah cepat. Apalagi, hari ini mereka semua harus menentukan jalan hidupnya masing-masing. Terlalu berlebihan, jalan hidupnya masing-masing. Maksutnya, kelanjutan kehidupan bekerja sebagai talent kanal Youtube pada agensi Freddy. Karena hari ini adalah hari terakhir sebelum weekend, dan hari senin nanti tugas bekerja paruh waktu mereka telah usai, dan harus kembali ke kampus untuk melakukan serangkaian kembali agenda mos, demi memperoleh nilai memuaskan di lembar kerja. "Lo bertiga lanjut kan?" Tanya Freddy. "Yoi." Garry, Roman, dan Guntur menjawab dengan kompak. Karena semalam mereka sudah membulatkan keputusan, berkat cuap-cuap Garry. Yang menjelaskan jika pekerjaan sebagai talent sangat berguna, untuk menambah uang jajan para mahasiswa. Dan kapan lagi, mendapatkan pekerjaan yang bisa sekaligus jalan-jalan? Serta terkenal seketika, akibat channel besutan Freddy yang sudah mempunyai banyak penonton setia. Itu semualah yang membuat Garry terus mendorong kedua temannya, yang sempat berniatan berhenti menjadi talent. Dengan alasan, mereka mau berfokus dalam hal akademik saja. Tentu saja, itu semua langsung mendapatkan dampratan dari Garry, yang notabenenya adalah anak himpunan pada kampus di Indonesia. Menurutnya, akademik dan organisasi harusnya berjalan dengan selaras, sangat selaras. Tanpa membebani satu sama lain, dengan alasan untuk lebih fokus. Sangat aneh. Garry pun bisa mengikuti akademik dengan sangat baik, di tengah jadwal event organisasi yang sangat rapat, sesak, dan sibuk. Karena apa? Karena, Garry membawa semua beban itu dengan santai, sangat santai. Meskipun kadang emosinya juga terbawa, ketika kondisinya di fase sangat letih. Namun, bedasarkan quotes yang ia kutip dari bacotan netizen, "kerja keras tidak akan mengkhianati hasil." Semua itu terbukti, ketika Garry berhasil mendapatkan beberapa penghargaan ataupun ketenaran di fakultas bahasa dan seni, yang seolah membuat namanya semakin mentereng. Hingga beasiswa ke California sekarang, yang banyak terbantu dengan eksposure dirinya sebagai anggota himpunan kampus. Berbeda dengan Roman dan Guntur, yang diterima melalui nilai akademik, yamg tidak jauh berbeda dengan Garry. Namun, nama Garry lah yang akhirnya tersebar luas di grup angkatan, bukanlah Roman atau Guntur, yang pernah mendapatkan ipk cumlaude. Memang setiap orang ada porsisnyaa masing-masing, Garry pun tidak memaksa kedua temannya agar mengikutin himpunan atau banyak organisasi seperti dirinya. Ia hanya menekankan jika pengalaman di luar akademik jugalah penting. Karena, setelah mereka lulus dari almamater kampusnya. Maka, mereka akan dinilai sebagai mesti dirinya. Bukn bedasarkan reputasi kampus, ataupun nilai-nilai. Karena, jika nilai akademiknya bagus, namun praktek di lapangannya tidak ada sama sekali, semua itu akan percuma. Recruiter akan malas untuk membaca CV mereka, karena dinilai tidak memiliki pengalaman di luar kampus sama sekali. Dan akhirnya, semua wejangan Garry dinilai positif oleh Roman maupun Guntur. Mereka berdua tidak mau menyianyiakan pengalaman yang sudah ada di depan mata mereka, untuk mengisi kolom pengalaman bekerja, ataupun organisasi pada Curicullum Vitae mereka. "Lo pada mau gimana? Abis soljum dah ya, kasih jawaban ke gua." Tukas Freddy yang berdiri dari posisinya. "Hah? Soljum? "Soljum, solat jumat maksutnya." Balas Fiola, seraya mengambil posisi bean bag yang tadi diduduki oleh Freddy. "Solat jumat apaan lagi?" Ody serta Ivanna menatap Fiola, manik mata yang begitu penasaran. Sofia dan Diffa pun sama, namun mereka sedang berkamuflase sambil menatap layar tv. Ody menatap Garry, karena Fiola yanh hanya terkikih tanpa memberikan jawaban. Garry yang sedang mencari sesuatu di weist bagnya, terhenti karena ada tatapan dari Ody, yang ia rasa harus dijawab. "Soljum tuh kaya ibadah lo setiap hari minggu. Tapi kalo hari jumat khusus bagi cowok-cowok, solat di masjid. Nah, setiap hari juga kita solat." Dengan sabar Garry menjelaskan dengan kalimat simple, agar bisa dicerna dengan baik oleh otak bayinya Ody. "Kenapa hari jumat namanya solat jumat? Kalo setiap hari, solat senin, selasa sampe minggu?" Dengan sangat polos, pertanyaan itu terlontar begitu saja. Seketika gelak tawa memenuhi ruang tengah, sampai Roman memegangi perutnya karena terkocok dengan sempurna. "Dy..." "Kenapa, Garr?" "Tanya di gugel dah, gua cape. Gak ngerti juga jelasinnya gimana. Gua mau berangkat soljum dulu." Kikih Garry. 'Ganteng juga si Garry.' Batin Ody, yang salah fokus saat menatap Garry yang sedang mengenakan topi bulat bewarna putih pada kepalanya. Akhirnya, pertanyaan Ody tidak ada yang menjawab. Dan dirinya terlalu malas untuk mencarinya di gugel, karena ponselnya sedang dicharge di kamar kedua. Membuat Ody menatap layar tv, dengan kepala yag ia sandarkan pada Fiola. Layaknya teman dekat, yang sudah lama kenal. "Lo terus aja ya, Dy. Jangan keluar, subcribers gua naik pesat pas ada lo." Jantung Ody seolah bersalto keluar dari tempatnya. Ia tidak tau apa yang membuat Fiola berkata sedemikian rupa. Padahal Ody menilai penampilannya selama satu minggu, masih sangatlah jauh dari ekspektasi dirinya sendiri. Namun, kenapa kini orang lain menganggap kinerja Ody bagus, hingga menyuruh dirinya untuk tetap bersama. Padahal, Ody sudah memutuskan setelah doa malam kemarin. "Kita berangkat dulu ya. Kalo ada yang mau nitip, chat aja di grup. Assalamualaikum." Kata Freddy di ambang pintu. "Walaikumsallam." Balas Fiola. Lagi-lagi, membuat manik mata penasaran Ody hidup kembali. "Lo ngomong apa?" Pertanyaan Ody diwakilkan oleh Ivanna, yang tidak kalah penasaran. Fiola menarik nafas, karena kini tugas untuk menjelaskan pada keempat cewek yang berbeda kepercayaan dengan dirinya. "Kalo gua boleh gak salam begitu?" Kini Sofia yang mengajukan pertanyaan dengan sangat enteng. "Boleh aja, kan cuman salam. Kaya gua ngomong 'syalom' aja kan? Kan bukan berarti gua ikut kepercayaan lo, dan sebaliknya. Itu cuman untuk menghormati perbedaan aja." Tutur Ivanna. Membuat Sofia dan ketiga temannya ber-oh ria. Namun, Ody adalah gadis dengan tingkat penasaran yang jauh di atas teman-temannya. Ia kembali mengajukan beberapa pertanyan seputar beberapa perbedaan kepercayaan yang dianut olehnya dan dirinya. Sementara, di tempat lain ada Garry yang sedang terperangah saat melihat salah satu masjid yang cukup terkenal di San Fransisco. Masjid yang lumayan besar, dengan bangunan yang cukup megah. Hanya butuh 16 menit dari basecamp untuk sampai ke masjid ini. Namun, yang Garry sangat sayangkan adalah beranda di depan masjid yang sedikit kurang terurus. Menyebabkan banyak beberapa sampah berserakan, dan tentu saja Garry dan yang lainnya membersihkan terlebih dulu. Karena masih ada waktu sebelum khotbah jumat, yang kata Freddy akan dilakukan oleh salah satu anggota himpunan islam di kota ini. Walaupun budaya barat sangat dominan di kota ini, budaya islam pun tidak kalah dominan di kota ini Terlepas dari banyak struggle yang mereka temukan, saat menjadi minoritas. Bagaimana menentukan waktu solat, arah kiblat, sampai menemukan masjid yang dekat dengan wilayah tempat tinggal. Untung saja, masjid yang bernama Alsabeel Masjid Noor Islam ini mempunyai jarak yang tidak jauh, membuat Garry bisa mengobati rindunya solat jumat di masjid. Setelah beberapa minggu tinggal di San Fransisco yang selalu solat jumat di ruangan luas di apartemennya. "Allahuakbar, allahuakbar..... " "Weh masuk weh, adzan." Seru Roman, pada semua orang yang masih asyik membersihkan beranda depan masjid. Garry langsung membuang beberapa botol air mineral, dan bergegas ke tempat wudhu yang telah disediakan. Mengulang kembali wudhu yang padahal sudah ia lakukan saat di basecamp. Begitu juga dengan semua temannya, yang mengulang kembali wudhunya. Karena memastikan agar terlepas dari semua sisa kotoran setelah membersihkan beranda. Karena, bagaimanapun juga mereka harus bersih nan suci saat ingin meghadap pada sang pencipta, melalui salah satu kewajiban sebagai muslim laki-laki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD