Author POV
Naya kembali ke mejanya dengan perasaan tak karuan. Bisa-bisanya Damar membuatnya kesal hari ini. Bagaimana mungkin Damar akan memotong gajinya? Bahkan ini baru beberapa hari ia bekerja sebagai sekretaris Damar.
Naya terus mengacak rambutnya frustasi. Ini semua karna ucapan Fira semalam yang membuatnya berpikir setengah mati. Mendekati Damar? Astaga, Naya masih sadar diri akan posisinya.
Di lain tempat, Damar masih tetap terfokus pada beberapa dokumen untuk bahan meeting hari ini. Sudut bibirnya sedikit terangkat melihat kinerja Naya yang cukup potensial dengan mudah mendapat beberapa tender besar untuk perusahannya. Sekalipun gadis itu suka telat, pembangkang, galak dan agak ceroboh.
"Kak?" Panggil Vina. Perempuan yang sedari tadi asyik menatap Damar dengan pandangan mupengnya mungkin.
Damar tak menyahut. Hal itu membuat Vina kesal dan segera menghampiri Damar. Bergelayut manja di lengan Damar.
"Vin lepas. Jangan bertindak yang tidak-tidak. Ini kantor." Ucap Damar dengan nada suara yang cukup tinggi.
"Kenapa sih sibuk banget? Kaka kan janji mau kencan sama aku hari ini." Damar langsung membulatkan matanya.
"Kapan saya pernah bilang begitu?"
"Tante Ranty sendiri yang bilang sama aku kemarin kalo kaka mau kencan sama aku hari ini. Makanya aku kesini."
Astaga Mama lagi.
"Maaf. Saya ga pernah bicara seperti itu. Itu cuma omong kosong Mama aja. Lebih baik kamu pulang." Tegas Damar dan segera menepis tangan Vina yang bergelayut manja di lengannya.
"Gak! Pokoknya kaka harus nemenin aku hari ini! Aku udah dandan secantik ini, terus kaka malah tega nyuruh aku pulang?" Teriak Vina kesal. Damar berdeham dan tampak menggertakkan rahangnya.
Ini bahkan sudah ke belasan kalinya ia harus diekori Vina. Ini semua karna ulah Mamanya yang mencoba menjodohkannya dengan anak kecil kemarin sore dan kasar seperti Vina. Jelas, bukan tipenya.
"Memangnya ada yang menyuruh kamu seperti itu?" Tanya Damar sarkas dan menatap Vina tajam. Vina langsung memberenggut kesal dan meraih kasar tas kecilnya yang ada di atas meja.
"Oke, tapi besok aku bakal balik kesini. Jangan pernah remehin aku!" Vina melangkahkan kakinya keluar ruangan Damar. Damar hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Vina. Anak itu selalu saja menganggu Damar. Walau seribu penolakan sudah Damar lakukan, tetap saja terus berusaha mengejar Damar.
**
Naya kembali fokus pada pekerjaannya. Ia melirik sekilas pada jam kecil di sebelah komputernya. Sudah waktunya jam makan siang, tapi pekerjaannya masih saja menumpuk. Naya mengacak rambutnya frustasi.
Vina berhenti didepan meja Naya. Sambil menelisik intens penampilan Naya dan langsung mendecak seakan meremehkan.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Naya berusaha sopan walau dalam hatinya sudah menyumpah serapahi wanita di hadapannya ini.
"Jadi lo sekretaris barunya Ka Damar?" Tanya Vina sinis.
"Iya. Ada apa ya Mba?"
"Jangan sok kegenitan ya sama Damar. Dia itu calon suami gue." Ucap Vina menatap Naya tajam.
"Haduh Mba. Kurang kerjaan banget sih saya godain Pak Damar. Saya disini niat cari uang bukan cari jodoh." Jawab Naya santai tak menghiraukan tatapan membunuh Vina.
"Ya siapa tau setelah liat Damar lo langsung berubah pikiran." Vina langsung melengos pergi. Naya yang melihatnya hanya mampu berdecak kesal.
"Dasar ondel ondel. Buang buang waktu aja." Gerutu Naya.
"Siapa ondel-ondel?" Suara berat familiar yang tiba-tiba masuk ke pendengaran Naya sontak membuat Naya terlonjak dan mendapati Damar sudah menatapnya sarkas dengan menaikkan sebuah alisnya.
"Bu-bukan siapa-siapa kok Pak." Jawab Naya gugup.
"Vina? Kalo dia ngomong macem-macem sama kamu, gausah didengerin. Dia emang seperti itu. Ga perlu dimasukin ke dalam hati." Terang Damar seperti menangkap sesuatu dalam gurat wajah Naya.
"Iya, Pak."
"Yasudah, sekarang kita berangkat untuk meeting. Kita akan meeting di Cafe Ritz kan?"
Naya membuka buku kecil yang menjadi catatan tentang seluruh jadwal Damar. Naya mengangguk dan segera merapikan kemejanya lalu bergegas mengikuti Damar di belakangnya.
**
Danaya POV
Sungguh ini benar-benar membuatku lelah. Klien yang seharusnya dijadwalkan bertemu pukul 10 sudah hampir 1 jam lamanya belum kunjung datang. Pak Damar nampak santai saja. Apa ia tak sadar bahwa mungkin saja kita sudah dipermainkan. Bahkan sedari tadi aku terus menggigiti ujung kukuku saking tak sabar menunggu.
"Gausah cemas. Dia pasti datang." Ucap Pak Damar seperti mengerti kecemasanku sedari tadi.
"Bisa-bisanya mereka ga on time."
"Loh kamu juga hari ini ga on time. Buktinya kamu telat." Cibir Pak Damar yang langsung membuat mataku melotot.
"Gausah dibahas deh. Ini tuh masalah klien penting Pak."
"Okey, kamu yang mulai."
"Apa sih, Bapak yang mulai duluan."
"Kamu."
"Bapak!"
"Kekananakkan." Pak Damar mendengus pelan dan kembali menyesap lemon tea nya.
Aku diam tak bergeming. Masih kesal dengan ucapan Pak Damar yang mengatakan aku ini kekanakkan. Cih, lantas dia apa?
Sabar Nay. Orang kaya bebas sih ya nginjek nginjek orang kurang mampu. Sabar.
Tak lama datang seorang wanita berperawakan model yang sangat cantik. Dengan rambut model bob sebahunya, serta blazer coklat yang tersampir di lengannya. Benar-benar wanita yang cukup dapat membuat pria terkesima.
"Maaf sudah lama menunggu." Ucap wanita tadi sambil tersenyum.
"Iya, tidak apa-apa. Silahkan duduk, Mba." Sahutku ramah dan mempersilahkan ia duduk di hadapan kami.
"Jadi kamu yang diutus pihak Amarion untuk mendatangi saya?" Tanya Pak Damar to the point.
His, tak bisa berbasa-badi sedikit.
"Iya, saya diutus Pak Vino kesini."
"Cih, kalian sama saja." Pak Damar sepertinya punya masalah pribadi dengan pihak Amarion Hotel, terutama pada Pak Vino dan wanita di hadapanku ini.
"Maaf Mba. Saya Danaya, sekretaris Pak Damar." Aku mengulurkan tangan, dan langsung disambut olehnya.
"Saya Keira. Asisten Pak Vino."
Kami terhanyut dengan obrolan seputar bisnis yang akan kami jalankan. Pak Damar sepertinya menyerahkan urusan ini padaku mengingat berbicara antar wanita mungkin lebih efektif.
"Oh iya, kenapa bapak tiba-tiba menyetujui permintaan kami untuk bekerjasama? Bukankah sebelumnya sudah menolak?" Tanya Mba Keira dengan memiringkan senyumnya.
"Hanya merasa kasihan pada sebuah perusahaan yang sedang jatuh." Jawab Pak Damar dengan tatapan sedikit tajam.
Astaga, aku makin merasakan aura permusuhan disini.
"Okey, Mba Keira. Kita sudah saling menandatangani kontrak jadi mulai lusa kita akan saling bekerja sama." Kataku berusaha melerai kedua tatapan membunuh dari keduanya.
"Oke. Saya permisi. Terima kasih atas waktunya."
Mba Keira pamit dan meninggalkan kami berdua yang masih saling diam.
"Sebenernya ada masalah apa antara Bapak sama Mba Keira juga Pak Vino?" Tanyaku hari-hati.
"Nanti. Kamu akan tau sendiri."
Cih, bahkan pada sekretarisnya pun ia tidak terbuka. Eh mengapa juga aku harus mempedulikannya?
Selesai aku membereskan beberapa berkas, tiba-tiba saja Pak Damar mengenggam tanganku dan membawaku berjalan menuju mobil.
Dan untuk pertama kalinya, jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya.