bab 4

1050 Words
Tampan dan mapan, dua kata yang mampu mendeskripsikan sosok Dika. Tapi dari sekian juta lelaki di dunia ini kenapa Lana harus bertemu Dika. Sesempit itukah dunianya, hingga ia bertemu Dika di dua kehidupan. Pertama di kehidupannya di kantor. Dua, kehidupannya di dunia perjodohan. Dika memiliki segalanya, dari tipe ideal yang diinginkan Lana. Bahkan ia tidak menyangkal sosok lelaki itu begitu mempesona. Tapi, lelaki itu Dika. Si lelaki tukang bercocok tanam. "Kamu punya kenalan atau teman lelaki kaya, nggak?" Tanya Lana disela kegiatannya di kantor. Lala mengerutkan kening, menatap curiga ke arah Lana. "Buat?" Lala balik bertanya dengan menaikan satu alisnya. "Perjodohan lo gak lancar?" Tanya Lala lagi. "Nggak gitu, tapi." Lana menggelengkan kepalanya. "Susah jelasinnya, tapi kamu punya gak temen kaya yang masih bujang?" Sulit menjelaskan sosok lelaki yang dijodohkan dengannya, padahal semalam ia sudah berjanji akan menceritakan bagaimana pertemuannya dengan sang calon suami pada Lala. "Nggak ada. Gue gak punya temen lain, selain si Aji sama Nata." Lala kembali fokus pada layar komputer di hadapannya. Sebenarnya ia sangat penasaran dengan sosok calon suami Lana, tapi untuk saat ini Lala harus menahannya dulu, sebab beberapa pekerjaan yang harus dikerjakannya sudah masuk deadline. Sementara Lana, ia masih terus berpikir bagaimana perjodohan itu tidak terjadi. Semangatnya untuk menikah dengan lelaki kaya sirna seketika, saat mengetahui lelaki itu Dika. "Lo belom cerita calon suami lo itu." Tanya kembali dari ruang kerja Dika. Tanpa menunggu lama lagi, Lala langsung bergegas mengintrogasi Lana. "Gimana? Ganteng, kaya atau jelek?" Selidik Lala. Lana mengerutkan kening lantas meringis pelan. "Cowoknya tua," Keluhnya sambil memasang wajah sendu. "Kayaknya udah hampir mau lima puluh tahun." Lanjutnya lagi. "Gila! Tua banget!" Lana mengangguk. "Makanya aku tadi tanya, kamu punya kenalan atau teman gak. Siapa tau jodoh." "Jodoh? Siapa yang cari jodoh, kebetulan juga gue cari calon istri." Tiba-tiba Aji datang dan nimbrung. "Nah, lo bisa pertimbangkan si Aji, kalau emang udah kebelet nikah. Tapi jangan harap dia memiliki kekayaan yang gak bakal habis tujuh turunan dan tujuh tanjakan, sebab setiap bulan aja gajinya hanya numpang lewat. Habis dipake bayar cicilan dan biaya hidup dia yang kelewat hedon." Balas Lala yang membuat Aji menatap kesal ke arahnya. "Lo so tau!" Balas Aji. "Emang kalau gue merahasiakan identitas gue sebagai cucu pengusaha kaya lo bakal tau?" "Gue gak bakal tau, tapi gua gak bakal percaya. Mana ada cucu pengusaha kaya tiap tanggal dua lima keliling cari pinjeman." Aji meringis, menggaruk kepalanya. "Emang siapa yang lagi cari jodoh? Lo apa Lana?" "Si Lana. Perjodohannya gak sukses, katanya lakinya tua alias dah bau tanah." "Serius?!" Aji menatap horor ke arah Lana. "Sayang banget, lo masih muda, cantik, dan masih segelan." Aji menggelengkan kepalanya. "Aku juga gak mau sama lelaki tua bau tanah, gimana dong?" Lana memasang wajah frustasi, seperti suasana hatinya saat ini. "Eh, siapa yang bau tanah?" Suara lain kembali muncul dan itu suara Nata. Tanpa menoleh pun, Lana sudah hafal suara lelaki itu. "Lana dijodohin sama lelaki yang udah tua, bangkotan, jelek lagi." Balas Lala. "Ya ampun! Kasihan sekali. Kenapa gak sama.gue aja. Gue masih ganteng, muda dan rajin." Nata menawarkan diri, tapi Lana hanya menghela lemah. Aji dan Nata tidak termasuk dalam list jodoh impiannya, tapi saat Lana menoleh ke arah Nata, ia baru menyadari bahwa ada sosok lain yang berada persis di belakang Nata. Dika. Lana segera memalingkan wajahnya. Sejak kapan lelaki itu ada di dekatnya. "Oh iya gue hampir lupa, seperti yang sudah menjadi kebiasan divisi kita, yaitu setiap hari rabu chit-chat date, kali ini kita makan di salah satu restoran kenalan Dika." Nata menunjuk ke arah Dika. Smentara Lana masih berpura-pura tidak peduli. "Chit-chat sebutan untuk kerja di luar sambil makan siang. Divisi kami selalu melakukan itu setiap minggunya, tepatnya hari rabu. Biar gak bosen." Jelas Lala. Lana memang tidak tau bahwa di divisi kerjanya ada hal seperti itu. Awalnya Lana menolak dengan alasan tidak punya uang, tapi sayangnya alasan tersebut tidak bisa diterima teman-temannya, sebab biaya sudah ditanggung oleh Dika. Lokasi yang mereka datangi saat ini sangat strategis dan nyaman. Bukan hanya itu saja, makanan yang tersaji pun sangat enak. Untuk Lana yang sangat pemilih dalam hal makanan, tentunya kali ini ada pengecualian. "Enak ya." Puji Lala. Lana hanya mengangguk dan kembali menikmati hidangannya. "Lo masih kepikiran calon suami lo yang tua bau tanah itu?" Selidik Lala, karena Lana nampak sibuk dengan makanannya saja, tapi tidak bersemangat untuk hal lain. "Iya." Jawabnya pelan. "Gak usah dipikirin, namanya udah tua siapa tau cepet mati. Nanti lo dapat warisan banyak, lo bisa jadi janda kaya." Lana hanya menghela lemah. Pasalnya lelaki yang dijodohkan dengannya bukan lelaki tua, tapi lelaki muda nan tampan. Bukan sekedar tampan tapi lelaki itu juga hobi bercocok tanam bersama banyak wanita. Buktinya saja hari ini ia tidak terlihat setelah teman yang lain memesan makanan, Dika justru menghilang setelah ia bertemu dengan pemilik cafe tersebut. Dari penuturan Aji dan Nata, pemilik restoran ini merupakan salah satu wanita yang pernah dikencani Dika. Menikah dengan Dika sama lebih parah dibanding menikah dengan lelaki lanjut usia, sebab Lana akan menyaksikan bagaimana banyaknya wanita yang tengah dekat atau pun sudah jadi mantan Dika. Mengerikan. "Dika kemana? Katanya mau bahas pekerjaan, tapi malah bahas yang lain bareng Sarah." Decak Aji, yang sudah menunggu cukup lama, tapi Dika tidak kunjung kembali. "Lo kayak gak tau Dika aja. Dia gak mungkin ngajak kita kesini, kalau gak ada niat terselubung. Makan enak, atas bawah." Nata tersenyum jahil. "Jadi, tipe cewek Pak Dika yang gede semangkanya?" Tanya Lana. "Semangka?" Tanya Aji dengan wajah bingung. "Iya, ininya." Lana menunjuk ke arah bagian depan tubuhnya, dimana dua gunung kembar miliknya berada. Sontak hal tersebut menuai gelak tawa Aji dan Nata. "Semangka? Terus punya lo itu apa? Bola pingpong?" Lana menutup bagian depan tubuh dengan kedua tangannya. "Kalian nih messum banget!" "Bukan gue yang m***m, ada-ada aja pake bilang semangka." "Gini ya Lana, Sarah itu memiliki tubuh yang proposional, cantik, berisi. Pastinya dia jadi buruan para lelaki hidung belang, seperti Dika." Balas Lala. "Lala ini punya dendam kesumat banget sama Dika. Soalnya dia juga pernah di phpin, atau mungkin udah dicobain juga." Sindir Nata, yang langsung mendapat pukulan keras di tangannya. "Lala bukan tipe nya Pak Dika. Tipe Pak Dika yang punya semangka besar," Dari pengalaman yang pernah melihatnya secara langsung, Lana yakin dirinya bukan tipe ideal Dika. Sebab ia tidak memiliki kriteria seperti keinginan Dika. Misalnya semangka besar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD