Chapter 06

2544 Words
Tae Hwa berjalan menyusuri teras seorang diri, masih dengan tujuan awalnya yaitu mengunjungi sang ayah. Setelah sekian lama, pada akhirnya dia bisa kembali melihat semua kesibukan di tempat yang ia sebut sebagai rumah. Dari kejauhan, tampak sosok wanita cantik yang berjalan berlawanan arah dengan Tae Hwa dan bisa dipastikan bahwa tak perlu menunggu waktu lama hingga mereka akan saling berhadapan. Garis senyum di wajah Tae Hwa tiba-tiba menghilang ketika melihat wanita yang juga menyadari kehadirannya dan memberikan seulas senyum sebagai sebuah penyambutan. Bae Joo Hyun, istri dari kakaknya—Pangeran Jun Myeon. Wanita itu sejenak menundukkan kepalanya ketika berhadapan dengan Tae Hwa yang bahkan tidak berkenan untuk membalas senyuman hangatnya. "Putra Mahkota sudah kembali? Senang bisa melihat Putra Mahkota berada di istana." Perlahan sudut bibir Tae Hwa tertarik dengan lembut, mengukir seulas senyum yang begitu tenang. Dia lantas membalas sambutan kecil yang diberikan oleh Joo Hyun sebelumnya, "senang bisa melihatmu kambali, Kakak Ipar." Senyum yang sebelumnya merekah itu seketika memudar, digantikan oleh tatapan penuh bertanya dari wanita cantik di hadapannya. Seakan ada yang salah dengan panggilan yang sebelumnya Tae Hwa sebutkan. "Bagaimana kabar Kakak Ipar? Sepertinya sudah sangat lama sejak terakhir kali aku melihat Kakak Ipar." Joo Hyun tersenyum canggung, tampak tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Namun dengan cepat senyuman itu menjadi sebuah tawa ringan yang begitu canggung. "Seperti yang Putra Mahkota lihat, aku baik-baik saja. Terima kasih karena sudah bersedia memperhatikanku." "Syukurlah, kalau begitu aku permisi." Senyum Joo Hyun kembali memudar ketika Tae Hwa terkesan mengacuhkannya. Dan tepat saat Tae Hwa hendak melewatinya, dia menahan lengan sang Putra Mahkota. "Tunggu sebentar." Tanpa ada seulas senyum yang berarti, Tae Hwa menjatuhkan pandangannya pada wajah Joo Hyun dan turun pada tangan yang menahan lengannya. Dengan lembut, ia menurunkan tangan yang menahan lengannya sebelum pandangan itu kembali pada wajah wanita cantik yang kini menampakkan sebuah kebingungan. "Masih adakah hal yang ingin Kakak Ipar sampaikan?" "Kau ... sedikit mengejutkanku, Putra Mahkota." Tersenyum canggung, Joo Hyun menyadari perubahan sikap yang di alami oleh Tae Hwa dari sebelum sang Putra Mahkota pergi sampai sekarang kembali. "Mulai dari sekarang, semuanya akan seperti ini." Joo Hyun mengerjap beberapa kali, tidak mengerti kenapa Tae Hwa tiba-tiba bertingkah seformal itu padanya. "Aku permisi." Tae Hwa hendak kembali melanjutkan langkahnya, namun Joo Hyun kembali menahannya. Membuat keduanya kembali melakukan kontak mata. "Aku ... memiliki kejutan untuk Putra Mahkota. Sampai bertemu dalam jamuan besok." Tae Hwa menampilkan seulas senyum yang terkesan dipaksakan sebelum ia menarik tangannya dengan lembut dan benar-benar meninggalkan Joo Hyun, wanita yang menatap punggungnya dengan seribu pertanyaan yang terlihat dalam sorot matanya. Joo Hyun lantas bergumam, "apa yang terjadi dengannya? Kenapa tiba-tiba bersikap sekaku itu?" Joo Hyun berbalik, menyisihkan rasa herannya terhadap sikap Putra Mahkota hari ini. Dia memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda dengan seulas senyum yang bertahan cukup lama di kedua sudut bibirnya. °°°° Hari itu Tae Hwa habiskan untuk mengunjungi para tetua di istana. Sekedar mengisahkan kembali bagaimana ia menjalani kehidupan di luar istana dan tanpa ia sadari bahwa ia telah kembali membuat penantian untuk wanita yang selalu menunggunya dan harus menunggunya bahkan setelah ia berada di dalam jangkauan pandang sekalipun. Cahaya yang menepi perlahan terkikis oleh kegelapan dari timur yang semakin merambah ke barat. Membimbing langkah tenang sang Putra Mahkota untuk kembali ke paviliunnya. Menapaki halaman paviliun. Langkah itu terhenti di bawah anak tangga ketika ia di hadapkan dengan Chang Kyun. "Kau masih di sini?" "Hamba berencana untuk mencari Putra Mahkota." Seulas senyum Taehyung tercipta di kedua sudut bibirnya. Dia lantas berucap, "sepertinya aku terlalu serakah hari ini." "Putra Mahkota harus mempeduliakn kesehatan Putra Mahkota. Kesopanan adalah yang pertama, namun kesehatan berada di atas segalanya." Dengan senyum yang masih tertahan di bibirnya. Taehyung memandang ke arah pintu paviliun Putri Mahkota dan berucap, "sepertinya, aku telah membuatnya menunggu lebih lama lagi." Pandangan itu kembali terjatuh, memandang sosok Hwarang yang telah mengabdikan diri padanya. "Kau belum pulang?" "Hamba masih memiliki keperluan di istana." "Begitukah?" "Ye, Putra Mahkota." "Kalau begitu, untuk malam ini menetaplah di paviliunku." Chang Kyun balik memandang Tae Hwa yang selalu menunjukkan sikap hangat seorang kakak terhadap adik laki-lakinya. Pandangan itupun kembali terjatuh hingga mulutnya yang kemudian bersuara, "jika Putra Mahkota tidak membutuhkan bantuan hamba, izinkan hamba untuk undur diri." "Aku tidak mengizinkanmu." Penolakan lembut yang berbalas penolakan lembut pula. Chang Kyun lantas kembali mempertemukan pandangan keduanya. "Dengarkan perkataanku dan menetaplah di sini untuk malam ini." Chang Kyun sempat terdiam sebelum pandangannya yang kembali terjatuh dengan suara pelan yang keluar beriringan dengan napasnya. "Ye, Putra Mahkota." Senyuman tipis itu sekilas mengembang sebelum langkah kakinya mulai menyusuri anak tangga untuk kembali ke kediamannya bersama dengan seorang Hwarang yang turut berjalan di belakangnya, menjadi sebuah bayangan hitam yang mampu menakuti siapapun yang berniat buruk kepada sang Putra Mahkota. °°°° Setelah selesai membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, Tae Hwa meninggalkan Chang Kyun yang menetap di paviliunnya. Berjalan dengan langkah yang begitu tenang, mengarah pada paviliun Putri Mahkota. Sebuah penghormatan ia dapatkan di sepanjang jalan yang ia lewati, hingga pintu yang sempat terbuka itu dengan cepat kembali menutup. Membimbing langkahnya untuk melewati barisan para dayang yang berjajar di depan kamar sang Putri Mahkota. Tae Hwa berdiri di depan pintu dengan pandangan yang kemudian terjatuh pada Yeon Woo, dayang muda yang melayani Putri Mahkota. Tae Hwa lantas berucap dengan suara yang begitu lembut, "sampaikan kedatanganku pada Putri Mahkota." "Ye, Putra Mahkota." Dengan sebuah tundukan, Yeon Woo lantas membuka pintu dan melangkah masuk sebelum kembali menutup pintu dari dalam. Yeon Woo lantas segera berlari menghampiri Hwa Goon dan juga Dayang Choi yang saat itu berada di tempat tidur. Tanpa ada perasaan sungkan, dayang muda itu segera membuka tirai dan berhasil mengejutkan kedua orang yang tak menyadari kehadirannya sebelummya. "Dayang Yeon Woo, di mana kesopananmu?" hardik Dayang Choi yang sebelumnya tengah menyisir rambut Hwa Goon. "Ah ... ini sangat penting, tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu," ujar Yeon Woo dengan wajah yang tampak panik. Hwa Goon menyahuti, "ada apa?" "Putra Mahkota, Putra Mahkota ada di depan." Baik Hwa Goon maupun Dayang Choi sama-sama terkejut. Dayang Choi pun segera beranjak dari duduknya. "Jika begitu, kami mohon undur diri, Putri Mahkota," ujar Dayang Choi, sekilas membungkukkan badannya ke arah Hwa Goon sebelum keluar dari dalam tirai dengan menyeret Yeon Woo. Seketika Hwa Goon merasa gugup. Entah apa yang terjadi padanya, meski sudah lama menjadi istri Putra Mahkota, namun baru kali ini ia benar-benar merasa gugup. Terlebih ketika ia teringat kembali akan insiden di danau tadi pagi. Dia tidak tahu kenapa dia bisa tertidur sepagi itu dan saat ia terbangun, hanya ada Chang Kyun yang berada di sampingnya. Terdengar suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali. Tanpa sadar Hwa Goon menahan napas ketika melihat siluet Tae Hwa yang berjalan ke arahnya. Dia memalingkan wajahnya, memegang dadanya yang terasa sedikit aneh setiap kali ekor matanya menangkap pergerakan Tae Hwa yang terus mendekati tempatnya. "Dia suamimu, dasar bodoh! Apa yang sedang kau pikirkan?" batin Hwagoon, merutuki debaran hatinya yang tak karuan hingga pandangannya menangkap sosok Tae Hwa yang telah berdiri di luar tirai. Menampakkan siluet sempurna dari sang Putra Mahkota yang selalu ia kagumi sejak pertemuan pertama mereka yang tanpa sadar telah membuat rona merah muncul di kedua pipinya. Tangan Tae Hwa terangkat untuk menyibakkan tirai di hadapannya. Membuatnya dengan jelas melihat betapa cantiknya wanita yang telah ia nikahi dengan pakaian malam berwarna putihnya. Dengan seulas senyum hangatnya ia pun melangkahkan kakinya masuk, membiarkan tirai tipis itu kembali tertutup dan menyamarkan keberadaan keduanya. "Kau belum tidur?" Tak memiliki perkataan yang tepat untuk menjawab, Hwa Goon hanya tersenyum canggung sebagai sebuah jawaban. Dia lantas balik melontarkan pertanyaan, "kenapa Putra Mahkota kemari?" "Hanya ingin melihat keadaanmu." jawaban itu keluar seiring dengan Tae Hwa yang menempatkan diri duduk di samping Hwa Goon dan lantas kembali mempertemukan pandangan keduanya dalam jarak yang lebih dekat. "Bagaimana perasaanmu sekarang?" Hwa Goon tampak kebingungan memilih kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang begitu sederhana dari Tae Hwa. Dia bahagia sekarang, namun sayangnya ia tak mampu mencari kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya hingga telapak tangan lebar Tae Hwa mendapatkan telapak tangannya dan menyusupkan jemari panjangnya pada jemarinya yang seakan tenggelam dalam genggaman tangan sang Putra Mahkota. "Mungkinkah ... aku belum bisa membahagiakanmu selama ini?" Hwa Goon menggeleng dan lantas berucap, "hamba bahagia. Melihat Putra Mahkota berada di hadapan hamba, merupakan sebuah kebahagiaan bagi hamba." Tersenyum penuh penyesalan, Tae Hwa membawa tangan yang ia genggam ke dalam pangkuannya. Mengusap lembut punggung tangan halus dalam genggamannya dan kembali berucap, "maafkan aku. Aku tidak berusaha menjadi pria yang baik untukmu." "Kenapa Putra Mahkota mengatakan hal seperti itu?" Senyum Tae Hwa sekilas mengembang, namun tanpa mampu mengusir rasa sesal itu dari tatapan teduhnya. "Lupakan. Aku hanya ingin membuat kisah baik bersamamu untuk waktu yang lama." Wajah Hwa Goon tertunduk, merasa tak mampu lagi merespon ucapan Tae Hwa. Namun ada perasaan kecil yang terus mengusik sudut hatinya dan perlahan menimbulkan kekhawatiran yang menuntut untuk mendapatkan sebuah penjelasan. Setelah sempat terdiam, Hwa Goon lantas kembali membuat kontak mata dengan Tae Hwa. "Putra Mahkota." "Adakah hal yang ingin kau tanyakan?" "Apa ... Putra Mahkota akan menikah lagi?" Pertanyaan menohok yang membuat batin Tae Hwa sempat tersentak untuk sepersekian detik sebelum senyum itu mengembang dengan sempurna di kedua sudut bibirnya. "Apakah itu yang menjadi kekhawatiranmu selama ini?" Wajah Hwa Goon kembali tertunduk di iringi oleh sebuah anggukan ringan, membuat Tae Hwa sadar betapa buruknya tindakannya selama ini. Digenggamnya dengan lembut tangan itu dan lantas berucap, "aku tidak pernah memikirkan akan memiliki Selir di dalam hidupku. Namun jika hal itu memang sebuah keharusan, maka kaulah yang akan menempati posisi pertama di hati ini." Hwa Goon kembali mengangkat wajahnya, tak menunjukkan reaksi apapun terhadap pengakuan kecil yang baru saja di lakukan oleh Tae Hwa. "Jangan memikirkan apapun. Ijinkanlah aku yang menjadi ayah dari calon bayi yang saat ini kau kandung." Hwa Goon menunduk, menatap perutnya yang sedikit membesar seiring dengan tangannya yang memegang perutnya. Dia berujar dengan suara yang pelan, "hamba hanya merasa khawatir. Hamba berpikir bahwa hamba bukanlah wanita yang mampu memberikan kebahagiaan untuk Putra Mahkota." "Kau adalah wanita yang sempurna. Sekarang, aku akan berusaha untuk memenuhi janji yang telah kubuat di hadapan adikmu." Hwa Goon menarik lembut tangannya yang digenggam oleh Tae Hwa. Entah mengapa ia menjadi sedikit emosional dan hal itu mendorong airmatanya untuk meloloskan diri dari kelopak matanya. "Jika hal itu begitu menyakitkan, aku benar-benar minta maaf." Hwa Goon menggeleng dan mengusap airmatanya sebelum kembali mengangkat wajahnya dengan seulas senyum yang terukir di wajah cantiknya. "Hamba tidak ingin memberatkan hati Putra Mahkota. Cukup dengan hanya melihat Putra Mahkota, hamba sudah sangat bahagia." "Lihatlah! Apa yang selama ini kau lakukan, Kim Tae Hwa." batin Tae Hwa, menghardik sikapnya di masa lalu yang semakin membuatnya merasa menjadi orang yang paling bersalah di suluruh dunia. Namun ia mencoba menyembunyikan semua rasa sesalnya di balik seulas senyum yang terpatri di kedua sudut bibirnya. "Bolehkah ..." perkataan yang menggantung dan membuat Hwa Goon mengikuti arah pandangannya hingga senyum keduanya mengembang dengan sempurna seiring dengan pandangan yang kembali di pertemukan. Hwa Goon mengulurkan tangannya dan mendapatkan pergelangan tangan Tae Hwa yang kemudian ia bimbing telapak tangan itu untuk terjatuh pada perutnya. "Berapa usia kandunganmu saat ini?" "Hampir dua bulan." "Ah ... kenapa masih lama sekali?" sebuah keluhan yang di akhiri oleh senyum lebarnya. "Jika yang lahir adalah seorang putri, apakah Putra Mahkota akan menikah lagi?" Senyum lebar Tae Hwa memudar, menyisakan seulas senyum di kedua sudut bibirnya. Dia lantas mengenggam kedua tangan Hwa Goon dan berucap dengan penuh kesungguhan, "kau sangat ingin mendengar jawabannya?" Hwa Goon mengangguk. "Jawabannya adalah 'tidak'. Jika Langit menghendaki takhta ini, maka Dia akan memberikan seorang putra suatu saat nanti. Entah itu seorang putri ataupun putra, aku ingin mereka memanggilku dengan sebutan 'ayah' kelak." Hwa Goon mengulum senyumnya tatkala kekhawatiran itu memiliki akhir yang bahagia, hingga ia yang dikejutkan ketika Tae Hwa menarik punggungnya dan merengkuhnya dengan lembut. "Jangan khawatirkan apapun. Jika memang hanya dengan melepaskan takhta ini aku bisa hidup damai bersamamu, maka aku akan dengan suka rela melepaskannya." "Putra Mahkota tidak perlu melakukan hal itu." Memberanikan diri, Hwa Goon lantas membalas pelukan itu. Menempatkan diri pada tempat yang paling aman di seluruh penjuru dunia. Dan setelah sempat hening untuk beberapa waktu. Hwa Goon kembali berucap dengan suara yang cukup pelan, "Putra Mahkota harus segera kembali dan beristirahat." "Malam ini, aku akan tidur di sini." Hwa Goon menarik tubuhnya menjauh, melepaskan pelukan keduanya dengan tatapan bertanya yang ia jatuhkan pada Tae Hwa. "Kau keberatan?" Hwa Goon menggeleng. Merasa tak keberatan namun ada sedikit keterkejutan di sana. Tae Hwa kemudian menggunakan tangan kirinya untuk memberikan usapan lembut pada wajah sang Putri Mahkota. "Lebih baik kita segera istirahat untuk perjamuan besok." "Perjamuan?" Tae Hwa mengangguk seiring dengan tangannya yang kembali jatuh pada telapak tangan Hwa Goon. "Dayang Choi belum memberitahumu?" Hwa Goon menggeleng. "Baginda Raja mengadakan jamuan keluarga Kerajaan untuk memberikan sambutan kepadaku." "Haruskah hamba juga datang?" "Tentu saja, kau adalah istri dari Putra Mahkota. Jika kau tidak datang, apa gunanya perjamuan itu?" Hwa Goon kembali mengulum senyumnya dengan pandangan yang terjatuh pada punggung tangan yang kini menggenggam telapak tangannya dan berada di atas pangkuannya. Kembali terdiam, Tae Hwa memandang sang Putri Mahkota yang kini memainkan tangannya, seperti seorang anak kecil yang tengah menyimpan sebuah keinginan untuk diucapkan. "Kau menginginkan sesuatu?" sebuah teguran yang kembali membawa pandangan sang Putri Mahkota jatuh pada sang Putra Mahkota yang mengulang kembali tegurannya. "Katakanlah." Tak berniat untuk menjawab, Hwa Goon justru mendekat dan dengan gerakan yang hati-hati, ia memeluk Tae Hwa lebih dulu. "Bolehkah, seperti ini?" Senyum itu kembali mengembang, membimbing kedua tangannya yang terangkat untuk merengkuh wanita yang telah berjuang untuk mendapatkan hatinya selama ini. Dan setelah sekian lama berjuang seorang diri. Pada akhirnya wanita muda itu mampu memiliki hati sang Putra Mahkota seutuhnya. Hari ini Langit membiarkan sang Putra Mahkota menebus dosa besar yang pernah ia perbuat kepada wanita yang dengan tulus mencintainya, sebelum Langit menunjukkan kemurkaannya sebagai karma dalam penebusan dosa itu sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD