Bab 1.Sosok dibalik Aileen

1818 Words
Aisha Aileen Nathalia, cewek mungil berkuncir kuda yang tengh bersimpuh dengan pandangan menunduk. Aileen mengepalkan kedua tangannya menahan emosi. " Berdiri Aileen." Aileen membisu. Telinganya mendadak tuli untuk mendengarkan titah Silviana Aureta si most wanted. Silviana terkenal bukan karena segudang prestasinya, juga bukan karena kecantikannya yang maha dewa. Namun karena namanya yang begitu ditakuti oleh semua penduduk SMA Dirgantara. Silviana Aureta, cewek yang tak pernah bisa diam dengan segala tingkah lakunya. Guru BK sampai pusing dibuatnya. Dia juga cewek pertama yang berhasil dapetin Zeesyam Dwiputra, ketua osis yang tampan bin pandai. Aset berharga yang dimiliki SMA Dirgantara. " Anak beasiswa kayak lo, nggak pantes ada disini. SMA Dirgantara dibangun buat ditempati anak - anak yang berdedikasi, banyak duit, prestasi nggak kacangan, dan yang paling penting harus handsome and preetty, sedangkan elo--" Silviana berjongkok, tangannya mencengkeram dagu Aileen begitu erat lantas mendongakkannya tanpa belas kasihan. " Tampang jelek kayak gini mana masuk kategori. Makannya tahu diri dong." Kedua bola mata Aileen memicing. Dadanya terasa mendidih. Ia mencengkeram pergelangan tangan Silviana yang berjarak beberapa senti dari wajahnya. " Berhenti Silviana, gue nggak pernah ganggu lo." Silviana menahan tawanya yang hampir meledak, ia melepas cekalan Aileen begitu mudah. Tangannya mengusap surai Aileen lembut lantas menariknya kuat sampai membuat si empu terpaksa mendongak. " Cewek culun culun kek gini berani peringatin gue? Hahahaha, liat guys, dia nggak tahu sedang berhadapan sama siapa." Semua orang yang menonton tertawa menyahut, Silviana semakin bersemangat melakukan aksinya. "Lo nggak tahu gue anaknya siapa? " Aileen diam. Tatapannya yang tajam tak sekalipun beralih. Beberapa meter di sana, lima orang pria menatapnya kasihan. Aileen membuang wajahnya, ia berdecih jengkel. " Jangan remehin gue." " Kalian denger kan? Lucu banget si Aileen, minta nggak diremehin tapi muka dia cocok digituin." Aileen mendesis. Kedua alisnya mengerut tanda tak suka. " Silviana Aureta! " " Lo menarik juga ya. Setahu gue, nggak ada satupun siswi yang berani sama gue. Sepertinya lo pengecualian." Silviana tertawa, ia merasa telah berhasil menemukan mainan baru . " Gue nggak suka lo lakuin hal kayak gitu ke Aileen," Silviana tersentak, Iya terkejut ketika suara Bariton yang amat familiar menyapa telinganya. " Lo udah janji buat berubah." Silviana berbalik, kedua netranya membola tatkala menemukan sosok Zeesyam Dwiputra yang berdiri menjulang. Tatapan matanya lekat juga tajam, raut wajahnya menunjukkan rasa marah. " Zeesyam, semua ini nggak seperti yang kamu lihat. " Kaget Silviana kagera kekasihnya muncul tiba-tiba. Zeesyam melepas jas OSIS kebanggaannya, lantas menghampiri letak letak Aileen yang tak berdaya. " Lo nggak papa?" Aileen termenung. Kedua matanya menatap kosong. Zeesyam menyampirkan jasnya di tubuh Aileen dengan lembut, lantas membantu cewek itu berdiri. "Maafin silviana ya? Dia nggak sengaja lakuin itu." "Apa yang kamu bicarakan Zeesyam!" Zeesyam mengabaikan teriakan Silviana. Ia merangkul bahu Aileen lantas mengajaknya untuk segera pergi. "Maafin gue." Bisik Zeesyam lirih sembari melangkahkan kakinya dengan Aileen yang berada dalam rangkulannya. Aileen mengangguk kecil, ia menepuk tangan Zeesyam lembut. "Gue nggak papa." Jawab Aileen membuat Zeesyam membisu. Cowok itu mempercepat langkahnya agar segera meninggalkan tempat ini. Jujur saja, dia begitu muak dengan tingkah Silviana. Namun niatnya terpaksa terhenti karena langkahnya tiba-tiba saja dihadang oleh lima cowok yang dikenali olehnya. "Minggir," Titahnya dengan nada dingin. Cowok didepannya tak beranjak sedikitpun, salah satu diantaranya malah bersedekap d**a sambil mrnatapnya angkuh. Eros Bratadikara Nayaka. Cowok nakal yang anehnya kerap meraih piala prestasi dalam bidang akademik. Eros menatap Zeesyam meremehkan, lalu beralih ke cewek yang tengah dirangkul oleh sang Ketua OSIS. "Si paling peduli lingkungan lagi beraksi." Eros menoleh kearah sahabatnya. Dia lantas tertawa menyambut. " Bener apa kata lo." "Gue lagi nggak ada waktu buat ngeladenin kalian." "Eitsss, tunggu dulu dong. Siapa sih cewek ini kok Bisa-bisanya bikin lo peduli?" Tangan Zeesyam yang merangkul Aileen bertambah erat. Aileen sempat menoleh, lantas menatap Eros dengan tatapan bengis. Eros tercenggang ditempatnya, walaupuh hanya beberapa saat, ia sempat merasakan suatu getar ketakutan yang tak mampu ia diskripsikan. Bola mata Aileen terlihat seakan begitu banyak menyimpan rahasia. "Lo--" "Aku capek Zeesyam." Eros tak menjelaskan kata-katanya. Tanpa sadar ia menyisihkan badannya agar Aileen dan zeesyam mampu melanjutkan langkahnya lagi. Aileen tersenyum kecil. Sebelum benar-benar pergi dia menyempatkan diri menatap Silviana yang hanya meatung diliputi amarah. "Jam keempat pergi kegudang." . . . Sreeet!!!! Akh!! Suara teriakan menggema di tengah ruangan sunyi. Aileen menyunggingkan senyumnya miring. Jari telunjuknya memutar pisau dengan begitu lihai. Aileen membungkukkan badannya, netranya menatap lekat seorang siswi yang tak lagi menampakkan wajah angkuhnya. Noda darah mengotori seragam putih abu yang dikenakan olehnya. Dua netranya yang berwarna hitam kecoklatanpun dibasahi oleh air mata. " Silviana Aureta, hem, berani juga ya lo?" Silviana menatap Aileen penuh ketakutan. Badannya bergetar hebat dan dua tangannya mengepal kuat. " Dasar penipu!! " Umpat Silviana tepat di wajah Aileen. Aileen tertawa lepas, ia lantas menarik surai Silviana agar gadis itu mendongak menatapnya. " Kalau gue penipu emangnya masalah buat lo? " Silviana berdecih sinis lalu menghempas tangan Aileen yang menarik surainya. Gadis itu mendorong Aileen begitu kuat hingga membuat si empu sedikit terhuyung. Silviana merasa dibohongi oleh paras dan tingkah laku Aileen yang nampak polos. Dia bahkan mengira kalau Aileen hanya sekedar anak cupu yang asik diganggu. " Akkhh! " Silviana berteriak kesakitan saat tiba-tiba saja sebuah pisau berwarna perak menancap di punggung tangannya.Ia meringis karena ngilu begitu mendera. Kedua matanya pun langsung melotot tatkala dilihatnya darah mengalir begitu deras dari lukanya. "Aileen!! " "Apa? " Aileen tersenyum devil melihat reaksi mangsa di depannya. Ia menyentuh wajah cantik Silviana dengan jari mungilnya "sayang sekali ya, muka lo kali ini nggak bisa nolong lo Silviana," Ujar Aileen sembari mencabut pisaunya dari punggung tangan Silviana. Aileen mengusap darah yang menjamah teman kecilnya lantas mengoleskan noda pekat itu ke mata Silviana yang melebar. "Gue nggak pernah usik lo karena gue nggak mau di ganggu. Tapi lo dateng sendiri, artinya lo emang sengaja nyerahin hidup lo di tangan gue dong." Ucap Aileen sambil menancapkan pisaunya lagi ke paha Silviana yang terekspos setengah. Suara teriakan kesakitan kembali terdengar memenuhi ruangan. "Ampuni gue Aileen." "Gue udah beri lo pilihan Silviana, sayangnya lo lewatin hal itu," Aileen mencabut pisaunya lantas meneliti benda tajam itu penuh sayang. Silviana menjadikan kesempatan itu untuk menyeret tubuhnya yang penuh luka. Dipikirannya hanya ada satu, dia harus melarikan diri secepat mungkin dari sini. "Ck, Silviana, Silviana. Lo cantik sih, sayangnya otak lo nggak ada isinya. Kayaknya lo salah pilih mangsa deh. Bukannya gue yang mati karena lo tindas, tapi lo yang tiada karena gue kasih pelajaran," "Gue nggak kayak anak lain yang bisa lo permainan seenaknya." Aileen menegakkan tubuhnya lantas munguncir surainya yang tak lagi rapi. Ia meniup poninya sejenak, lalu melangkahkan kakinya mengikuti Silviana yang sudah jauh. "Emm, Silviana Auretta. Kelas 12 IPA 2, anak dari bapak Rudi Wirabadja pengusaha kosmetik, siswi yang paling ditakuti di SMA Dirgantara, dan cewek famous yang berhasil dapetin Zeesyam Dwiputra. Prestasi yang amat membanggakan ya? " Aileen berjongkok sambil memangku dagunya dengan telapak tangan, ditatapnya Silviana yang masih sibuk menyelamatkan diri . "Lo nggak bisa pergi Silviana. Pintunya udah gue kunci semua." Silviana tak mendengar. Dia masih bertekad keluar daripada mati mengenaskan di tangan Aileen. "Astaga, udah gue bilangin masih keras kepala juga?" Aileen tanpa jijik segera duduk di lantai dingin dengan bekas darah Silviana yang masih tercecer. Tatapannya tak sekalipun beralih. "Emm, gimana yaa, karena gue kasihan sama lo, gue kasih clue deh. Pintu sebelah kanan gue biarin tetap kebuka biar anak buah gue bisa masuk." Silviana merapal syukur dalam hatinya. Ia lekas menyeret tubuhnya menuju pintu yang Aileen maksud tanpa berpikir dua kali. Aileen terkekeh kecil, diamatinya gerakan demi gerakan Silviana yang nampak lucu di matanya. "Dikasih tahu beginian baru denger ya lo? Ck ! Telinga lo suka pilih kasih. " Ujar Aileen memiringkan kepalanya sembari memasang sorot sedih. Jari telunjuknya kembali memutar pisau andalannya. "lo nggak mau main-main dulu ya sama gue? " "Jangan keburu pergi dong, kan lagi adegan asik." "Gue pembunuh lo yang dibunuh, mainstream banget kan? " Silviana berusaha menghambat getaran hebat yang menjamah tubuhnya karena ketakutan, alarm bahaya berbunyi nyaring dalam ruang pikirnya. Aileen berdiri dari duduknya, ia melangkahkan kakinya lambat menuju Silviana. " satu langkah, dua langkah, tiga langkah," Bunyi langkah yang terdengar mantap menghantui Silviana agar lekas pergi. rasa gelisah menyerangnya. "Empat langkah menuju Silviana, lima langkah, enam langkah , tujuh langkah," Aileen memperlebar langkahnya sambil tersenyum kekanakan. "Delapan langkah, sembilan langkah, sepuluh langkah, sebelas eh kok udah deketan aja sih," Pekik Aileen berlagak sebal. Dia menghentikan langkahnya, agar Silviana leluasa melarikan diri. " Lebih cepetan bikin dong, kesabaran gue nggak banyak loh," Silviana mempercepat gerakannya, hatinya merapal beribu doa agar Tuhan masih berbaik hati menyelamatkannya dari psikopat macam Aileen. Aileen tersenyum miring, ia kembali melangkahkan kakinya sembari mengacungkan pisau ke arah Silviana dari belakang. " Udah sampai mana tadi? Oh iya, sebelas kan? emm duabelas langkah menuju Silviana, tigabelas langkah menuju malaikat maut ,empatbelas langkah menuju neraka,dan--," Aileen menutup mata kirinya, ia fokus membidik di mana letak Silviana berada dengan ujung pisau. " Limabelas !!!" Jleebbb!! "yeayyy, limabelas langkah pas menuju kematian." Silviana mematung di tempat. Badannya limbung dengan posisi tengkurap. Aileen menepuk tangannya senang, mangsanya yang entah ke berapa kalinya sudah mati. "Dika!" Tiba-tiba saja sesosok pemuda tampan berbadan atletis keluar dari tempat persembunyiannya. Alisnya tebal, wajahnya yang rupawan begitu sedap dipandang. Rahangnya juga kokoh. Pemuda bernama Dika merogoh saku jasnya lantas mengeluarkan sapu tangan berwarna putih bersih. Ia dengan telaten mengusap tangan dan wajah Aileen yang terciprati noda darah. "Menurut kamu, saya cantik nggak?" Gerakan Dika refleks terhenti mendengar pertanyaan itu. Dia langsung menatap Aileen lekat namun lekas menunduk karena sadar perbuatannya begitu lancang. Aileen terkikik geli. Ia melongokkan wajahnya untuk menatap rona merah yang tanpa malu menjalar sampai telinga anak buahnya. "Gimana Dika? Menurut kamu saya cantik nggak? " Dika berdehem menormalkan detak jantungnya lantas menjawab. "Cantik. " "Bener? " Goda Aileen tidak mau berhenti.Dika memalingkan wajahnya karena tak kuat lagi. "Kalau sama Silviana cantikan mana?" "Nona paling cantik di mata saya." Srobot dika tanpa jeda. "Berarti di mata orang lain saya nggak cantik dong" Dika gelagapan. Ia lekas membenarkan ucapannya. "Tidak nona. Bukan itu maksud saya." Ailen tergelak. Dika selalu berhasil menghiburnya. "Makasih atas pujian kamu Dika. Seperti biasa, hari ini kamu juga nampak menakjubkan." Dika memalingkan wajahnya malu. Aillen tertawa lantas mengusap air mata yang keluar karena saking asyiknya tertawa. "Tolong singkirin mayat Silviana dari sini yaa," Dika mengangguk takzim. Aileen lantas berbisik kecil di telinga pemuda itu. "Kayak biasa, hilangin jejak dan sumpal mulut keluarganya dengan uang. Jika mereka masih bersikeras, ancam mereka dengan bisnisnya kalau perlu jebloskan sekalian ke penjara." "Baik nona." Aileen tersenyum ceria, lantas menepuk tangannya dengan ekspresi senang. "Kalau gitu Aileen pergi dulu ya, soalnya masih ada pelajaran selepas ini. Kamu bawa seragam ganti yang aku suruh kan? " Dika membuka tas kopernya lalu menyodorkan baju berwarna putih abu ke arah majikannya. "Thanks, jangan lupa tenangin para berandal di markas. Bilangin kalau Aileennya udah lama nggak bersenang-senang." "Baik." "See you Dika." Aileen pun melangkah pergi meninggalkan Dika yang langsung sigap melakukan tugasnya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD