Terlambat Kembali

1525 Words
Keesokan harinya, Via kembali terlambat datang sekolah. Entah disengaja atau tidak, namun Via harus kembali memarkirkan mobilnya di belakang sekolah. Alhasil dia kembali berjalan mendatangi gedung belakang sekolah dimana kemarin Fahrul, Bobby dan teman – temannya berada. Sesampainya di sana Via mengedarkan matanya mencari keberadaan Fahrul dan teman – teman lainnya, senyum lebar di wajahnya perlahan memudar. “Huaaaaaaaaaa kok gak ada siapa – siapa.” Panik Via saat matanya tak menemukan keberadaan siapapun di sana, “Kak Rul? Kak Bob?” Tanya Via melongokkan kepalanya pada jendela melihat ke dalam kelas yang sudah dijadikan gudang itu. “Gak ada siapa – siapa.” Cicit Via kembali menatap sekelilingnya, dan seketika dia teringat akan cerita yang kemarin teman – teman Fahrul ceritakan. Via melirikkan matanya ke arah pintu gudang dengan was – was, “Astaga, disini kan katanya pernah ada yang bunuh diri.” Cicit Via pelan hendak lari meninggalkan gudang itu. ‘TAP’ ‘TAP’ ‘TAP’ “Eh... kayaknya ada yang ke sini.” Ujar Via menyampirkan anak rambutnya ke belakang telinga, “eh bener.” Ujarnya terpaksa langsung bersembunyi masuk ke dalam gudang kala mendengar suara langkah sepatu mendekatinya dari koridor belakang. ‘TAP’ ‘TAP’ ‘TAP’ “Ck, bakal lama nih.” Ringis Via kala melihat langkah kaki melewati ruangan yang Via tempati kemudian duduk di kursi yang berada tepat di koridor itu, “siapa sih?” Tanya Via mengintip sedikit. “Kak Bobby.” Gumam Via pelan saat berhasil melihat siapa pemilik sepatu itu, “sama siapa dia ke sini? Kayaknya cewek deh.” “Gimana kemarin makan malamnya lancar?” Tanya Bobby pada seseorang. “Lancar gimana? Lagi asyik dinner sama si Reyno, eh adiknya dateng ngacauin.” Gerutu seseorang membalas ucapan Bobby. ‘Reyno.’ Batin Via, ‘kenapa Reyna gagalin rencana cewek itu?’ Pikirnya lagi. Bobby terkekeh pelan sembari mengusap puncak kepala perempuan yang duduk di sampingnya membelakangi pintu gudang, “jangan cemberut gitu dong, lo kan bisa minta sama gue kalo mau dinner gitu.” Ujar Bobby memiringkan wajahnya kemudian mencium sosok perempuan itu sebentar, “kangen.” Kekeh Bobby. Via yang melihat kejadian hal itu pun langsung berbalik dan mendudukkan tubuhnya di lantai, “what? Kak Bobby punya pacar? Tapi pacarnya malah mau sama Reyno? Ini gimana sih?” Gumam Via bingung. “Btw Niki sayang, lo masih belum mau lepasin lelaki itu emang?” Ucap Bobby. “Ha? Niki?” Seru Via kembali mengintip, “jadi dia yang namanya Niki?” Angguk Via. “Belum.” Sahut Niki pada Bobby. “Udah dua tahun yang lalu lo mutusin dia, tapi lo masih belum lepasin dia.” Ujar Bobby mengusap rambut Niki kembali. Niki terdengar mendengus kesal, “Gue belum lihat ada cewek yang berani deketin dia.” Ucap Niki, “lagian kan sayang banget kalo gue lepasin Reyno.” Kekehnya. “Ya gak akan ada lah yang berani deketin dia, orang cewek – cewek di sini tahu kalo Reyno selalu ngejar lo. Cewek – cewek di sini tahu kali siapa lo, mereka gak akan bisa lawan lo.” Ujar Bobby. Niki menggeser tubuhnya berhadapan dengan Reyno membuat Via bisa melihat wajahnya dari samping, “kita lihat aja, gue ngerasa kalo Reyno mulai gerak buat ngelupain gue.” Sinisnya pada Bobby. “Bukan dia yang udah punya niat lupain lo, tapi kayaknya sekarang ada satu cewek yang bakal ngebet banget deketin dia.” Jelas Bobby, “kayaknya si Reyno juga mulai ngelirik cewek itu deh.” Lanjutnya pada Niki. “Oh ya, siapa cewek itu?” Tanya Niki. “Lo inget dua tahun yang lalu? Anak kecil yang masih SMP terus kita jadiin dia bahan taruhan?” Tanya Bobbya. “Hm, gue inget taruhannya cuman gak inget wajah bocah itu.” Kekeh Niki. ‘Sialan lo, gue udah gede.’ Batin Via kesal. “Dia jadi murid baru di sini.” Jelas Bobby. Niki terkekeh pelan, “cih... paling juga dia calon cupu kan.” Kekehnya, “pas SMP aja dia kayak anak dungu tahu gak sih.” Tawa Niki pecah. “Sialan lo Niki.” Umpat Via pelan, “belum ngerasain dicabut semua giginya nih kakak kelas.” Ketus Via pelan. Bobby menggelengkan kepalanya, “lo gak inget? Jelas – jelas waktu itu si Reyno hidungnya berdarah gara – gara bocah SMP? Dia kagak dungu dodol, sekarang aja penampilannya luar biasa.” Ujar Bobby. “Luar biasa gimana?” Tanya Niki penasaran. “Lo belum lihat anak baru yang pindahan dari London?” Tanya Bobby, “bukannya kemarin lo sempet muji dia ya? Bahkan lo bilang dia bakal jadi duplikatnya lo.” Lanjut Bobby dengan sedikit kekehan. Via mendengar ucapan Bobby pun langsung meludah ke samping, “ogah banget disamain sama nenek lampir.” Ketus Via, “ih... amit – amit jangan deh.” “What? Serius lo? Jadi cewek yang kita jadiin bahan taruhan dua tahun lalu itu si anak baru?” Tanya Niki panik, “kalo kayak gini gimana kalo Reyno beneran mau ninggalin gue? Gak - gak bolehh.” Geleng Niki membuat Bobby menghela nafasnya. “Lah, lo tadi bilang kalo Reyno udah nemuin cewek bakal lepasin dia. Gimana sih?” Tanya Bobby heran, “lagian kamu tenang aja kalo takut masalah uang, kan ada aku.” Lanjutnya. “Aish, bukan gitu Bob. Gue gak bisa kalo kehilangan Reyno, terus gimana nasib uang bulanan gue yang ditahan Bokap gara – gara Reyno ninggalin gue?” Ringis Niki, “lo kan tahu Bob, kalo bokap gue “Ck, gue bisa gantiin Reyno asal lo mau jadi pacar gue.” Ujar Bobby. Niki menatap Bobby tajam, “Jangan gila Bobby, lo mau mati di tangan Reyno?” Bobby terkekeh pelan, “gue lebih takut mati di tangan ketua Fast dari pada di tangan Reyno.” Kekeh Bobby, “jadi gimana? lo mau jadi pacar gue?” “Bob, lo udah gila.” Ujar Niki, “gue gak mau ngebahayain diri lo.” “Enggak Niki, gue gak gila. Gue serius.” Ujar Bobby, “gue cinta sama lo, gue rela lakuin apapun demi buat lo bahagia.” Ujarnya. “Kalo lo mau lihat gue bahagia, please biarin gue turutin kemauan bokap dulu buat ngambil alih perusahaan bokapnya Reyno.” Ujar Niki. “Mau sampai kapan lo usaha? Buktinya lo udah dua tahun tapi masih gagal dapetin harta bokapnya Reyno, ada gue biar gue yang ngomong sama bokap lo.” Ujar Bobby. “Gak.” Tolak Niki, “lo gak tahu apa yang terjadi saat lo ketemu bokap gue.” Niki menatap Bobby, “kalo lo sayang sama gue, percaya.” Ujar Niki, “gue yakin bisa rebut harta orang tuanya Reyno.” Bobby menghela nafas kasar, “terserah... jangan cari gue kalo nanti lo kena masalah gara – gara perintah bokap lo itu.” Ujar Bobby, “gue selalu tawarin lo satu hal, nikah sama gue dan lo bisa ambil sebagian harta nenek gue.” “Itu gak cukup buat bokap gue.” Ujar Niki. “Ambil semuanya, asal lo bisa berhenti manfaatin Reyno.” Ujar Bobby. “Keputusan gue udah bulat, lo tabung aja uang punya lo buat masa depan nanti.” Ujar Niki, “sekarang gue mau rokok.” Pintanya menyodorkan tangan pada Bobby. Bobby menghela nafasnya, “nih.” ‘TAP’ ‘TAP’ ‘TAP’ Via mengintip kembali, ada seseorang yang menghampiri Bobby dan Niki. “Ngapain lo cupu ke sini?” Tanya Bobby pada murid lelaki yang berkacamata dengan poni terbelah dua. “Lo dicari guru BK.” “Gue sendiri?” Tanya Bobby yang langsung diangguki murid itu. “Ya udah sana pergi.” Usir Niki mendorong Bobby. “Mau ngapain sih dipanggil ke BK, ck.” Decak Bobby kesal. “Udah lah Bob, sana pergi ke ruang BK dulu aja.” Sahut Niki, “gue juga mau gabung sama anak lain di kantin belakang.” “Ya udah hati – hatu ya, jangan genit sama cowok.” Kekeh Bobby setelah mencuri kecupan pada bibir NIki. Niki langsung menarik lengan Bobby, “Matiin dulu rokoknya.” Ketus Niki melihat sebatang rokok yang masih tercapit di kedua jari Bobby. “Eh iya.” Cengir Bobby, “sini punya lo juga.” Ujarnya sembari merebut sisa rokok yang berada di bibir Niki. Bobby pun membuka pintu gudang kemudian melempar sisa rokok itu ke dalam setelah menginjaknya, hal itu membuat Via sediit terkejut. “Astaga, jadi mereka buang sisa rokoknya ke sini.” Kaget Via saat baru menyadari di belakangnya banyak sekali puntung rokok berceceran di lantai. ‘TAP’ ‘TAP’ ‘TAP’ Via kembali terdiam kala suara langkah kaki terdengar mendekat, “ish, masa iya gue terjebak di dalem sini sampe siang.” Gerutu Via. “Keluar.” Titah seseorang seraya mengetuk pintu gudang sekali. "Eh - eh siapa sih." Panik Sivia mundur karena pintunya didorong dari luar. "Keluar!" "Gak!" Tolak Sivia sembari menahan pintu. "Keluar atau gue dobrak!" Ancam orang itu. "Siapa sih Lo?" Teriak Sivia panik. 'BRUK' 'BRUK' 'BRUK' "Eh jangan dirusak pintunya." Ucap Sivia masih berusaha menahan pintu. ‘BRAK’ Pintu terbuka lebar, membuat Sivia tersungkur karena dorongan keras. "Shhh." Rintih Sivia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD