Kamar yang dingin sedikit lebih hangat

1012 Words
Mourent menyilangkan kedua kakinya sambil fokus melihat berita, dia duduk di lantai sambil membawa semangkok buah-buahan yang dia beri bumbu kacang dengan gula merah. "Apa yang aku makan?" tanya Hanan yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Buah," jawab Mourent tanpa melihat Hanan, dia benar-benar fokus pada layar yang menginformasikan jika ada seorang artis papan atas asal Thailand baru saja meninggal karena terjebur ke sungai saat naik booth dengan beberapa temannya. Berita ini menjadi berita internasional karena banyak warga net menemukan kejanggalan karena di duga ini pembunuhan bukan kecelakaan. Hanan langsung duduk di sofa di balakang Mourent, yang awalnya Mourent duduk di lantai dengan bersandar di sofa kini di belakangnya ada Hanan, dan Mourent duduk di antara dua kaki Hanan. "Apakah pedas?" tanya Hanan sambil membungkukkan tubuhnya di samping Mourent, seperti dia sedang memeluk Mourent dari belakang. "Aku hanya memberikan 3 cabe rawit saja," jawab Mourent, sambil sedikit mengangkat mangkuk agar Hanan bisa menikmatinya. Hanan melingkarkan tangannya dari belakang untuk mengambil satu suapan dari mangkuk yang ada di depan Mourent. Mourent belum begitu menyadari posisinya, dia begitu serius untuk menyimak keterangan saksi mata atas pembunuh ini. "Mourent ini pedas," ucap Hanan sambil mengunyah buah berbumbu yang ada di mulutnya. "Benarkah?" Akhirnya Mourent mengalihkan perhatian, dia menoleh pada Hanan yang duduk di atasnya. "Masih bisa di makan namun mangga ini terlalu muda," jawab Hanan sambil mengerenyitkan wajahnya karena rasa asam dari mangga. "Kalo mangga nya matang itu tidak akan cocok," jawab Mourent. "Oh, begitu kah?" Mourent hanya mengangguk dan Hanan pun tidak akan mempermasalahkan hal kecil itu karena dia hanya tim makan dan terima jadi, apapun yang di berikan kepada olah Mourent akan dia makan. "Kenapa aku duduk di lantai?" tanya Hanan, karena sofa di depan televisi ini panjang dan Mourent lebih memilih duduk di lantai yang dingin. "Aku tidak ingin mengotori sofa yang sudah aku bersihkan dengan makanan yang sedang aku makan, ini berkuah akan rawan jatuh," jawab Mourent sambil menunjukkan isi mangkok yang di pegang. "Beri aku lagi tapi jangan yang mangga mudanya," ucap Hanan sambil kembali membungkuk di samping wajah Mourent. Mourent sedikit menegang karena wajah Hanan begitu dekat dengan wajahnya, dengan sedikit canggung Mourent menyuapi Hanan yang sangat dekat dengan dirinya. Setelah mendapatkan satu suapan Hanan duduk dengan benar namun kedua tangannya berada di pundak Mourent dan menyibakkan rambut Mourent ke belakang telinga Mourent, Mourent mendongak untuk mematikan jika laki-laki di belakangnya ini memanglah suaminya. "Apa?" tanya Hanan sambil masih mengunyah buah di mulutnya. Mourent hanya mengeleng sambil tersenyum kecil pada Hanan. Dia kembali lagi menonton acara televisi dan memakan buah berbumbu di tangannya dengan senyuman lebar. Mourent menyukai interaksi antara mereka berdua, Hanan berinisiatif untuk mendekati dirinya. Dan sekarang Mourent tidak berani banyak bergerak karena Hanan sedang bermain-main dengan rambut Mourent, bahkan tangannya pun tidak bisa untuk mengambilnya buah yang ada di mangkuknya. "Kasihan sekali ...," ucap Hanan yang ternyata dia juga memperhatikan berita yang masih mengusut tuntas tetang pembunuhan itu. "Mayatnya di temukan dengan keadaan menegaskan," sahut Mourent. "Tapi cukup sulit jika uang sudah berbicara," imbuh Hanan. Kasus ini kemungkinan akan segera di tutup karena sang ibu korban telah memaafkan beberapa tersangka bareng di sudah mendapatkan santunan yang jumlahnya jika artist itu hidup dan melakukan banyak kontrak FTV butuh 30 untuk mengumpulkan uang santunan itu. "Sepertinya ibunya bermasalah," tebak Mourent. "Sepertinya banyak orang seperti itu di dunia ini," jawab Hanan, dia menaruh dagunya di atas kepala Mourent. dan melingkarkan tangannya di pundak Mourent. Mourent tidak bersandar di d**a Hanan namun saat ini dia seperti bersandar di d**a Hanan, karena tidak ada jarak di antara mereka. Ruangan itu begitu sunyi hanya terdengar suara dari televisi saja, Mourent maupun Hanan tidak ada yang berbicara, keduanya masih fokus ke depan untuk menatap layar besar itu, namun mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Mourent berusaha tetap tenang meskipun tangan Hanan tidak mau berhenti bergerak menyentuhnya, dari memainkan rambut panjangnya, Hanan membuat gerakan-gerakan kecil dengan beberapa jarinya di pundak Mourent yang terlapisi oleh pakaian yang ia kenakan. Mourent dengan hati-hati makan satu suap lagi, dia hampir saja menyemburkan apa yang ane saja dia makan saat santai hari Hanan melewati lehernya. Dan Mourent terpana saat satu jari itu mengangkat dagunya. Mata Mourent bertemu dengan Hanan yang ada di atasnya dan Hanan datang pada Mourent untuk membersihkan sudut bibir Mourent yang terdapat bumbu kacang dengan bibirnya sendiri. Seorang Mourent hanya bisa memejamkan matanya jikapun dia membuka matanya hanya akan ada kegelapan karena Hanan memblokir sudut pandangnya. Mourent membuka matanya setelah Hanan menjauhkan wajahnya dari Mourent, Mourent masih mendongak karena kepalanya tertahan oleh tangan Hanan yang menyokong dirinya. Mereka hanya saling tatap untuk beberapa saat tanpa ada dari mereka berkomentar hanya mata mereka yang bicara, Hanan kembali mendekatkan wajahnya satu tangannya mengambil mangkuk yang ada di tangan Mourent dan meletakkan di lantai. Tangan Mourent yang bebas melingkar di leher Hanan, dan Hanan dengan mudahnya membawa tubuh ramping Mourent ke atas pangkuannya. Tidak ada suara berisik apapun, hanya ada layar besar yang kini bertukar peran menjadi penonton untuk sang tuan rumah. Setelah beberapa saat Hanan bermain-main dengan Mourent yang ada di pangkuannya, Hanan membawa tubuh itu ke dalam gendongannya dan membawanya ke kamar mereka, kamar yang sudah mereka tempati lebih dari satu tahun yang berhawa dingin, dan baru kali ini terasa sedikit memanas. Mourent seorang yang awam, dia hanya mengikuti arus yang di nahkodai oleh Hanan, dia sudah cukup berpengalaman meskipun hanya dengan satu orang. Hanan mematikan lampu dengan Mourent yang masih ada di dalam gendongannya, ruangan ini cukup gelap hanya ada sinar bulan, Mourent belum menutup gorden besar yang ada di kamar mereka. Hanan menempatkan Mourent dengan lembut di ranjang mereka. *** Hanan memukul cermin yang ada di kamar mandi dengan sangat kuat hingga cermin itu pecah dengan memiliki beberapa retakan, Hanan marah pada dirinya sendiri dengan apa yang dia lakukan. "Kebodohan macam apa ini?" tanya Hanan pada dirinya sendiri. "Sungguh tidak berguna," imbuhnya lebih marah. Hanan melihat pantulan dirinya sendiri melalui cermin yang memantulkan beberapa gambar dirinya karena cermin itu sudah menjadi beberapa bagian. Dirinya yang tanpa mengenakan pakaian berdiri di depan cermin di kamar mandi dengan makian yang di tunjukkan pada dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD