3 : Kejutan Di Hotel

1331 Words
Arkana masih sibuk dengan ponselnya. Pemuda yang sampai detik ini masih memakai kacamata hitam tebal itu terlihat sibuk mengetik dan sepertinya memang ada hal sangat penting yang harus Arkana selesaikan sebentar lagi. “Jadi, tadi kamu niatnya mau ke rumah aku?” tanya Lita demi mengurangi rasa gugup karena hampir semua mata di sana langsung memandang sekaligus menjadikannya sebagai pusat perhatian. Mungkin karena selain penampilannya yang sudah sangat siap menjadi pengantin, ia juga datang bersama Arkana yang notabene merupakan CEO dari Luxury Hotel milik keluarga Arkana. “Tentu,” balas Arkana singkat dan masih fokus dengan ponselnya. Ia sama sekali tidak menatap Lita meski hanya melalui lirikan kilat. “Tadi Lilyn juga sudah heboh dan malah lebih heboh dari aku gara-gara enggak sabar nungguin kamu!” ucap Lita masih cuek dan kali ini malah tidak digubris Arkana. Pemuda itu baru saja menerima telepon dan berhenti tepat di depan pintu masuk Luxury Hotel selaku tempat tujuan mereka yang juga menjadi hotel Arkana bekerja. “Ambil yang di lantai atas saja. Cari view yang paling bagus dan tolong, kerjakan secepatnya. Usahakan jangan sampai lebih dari sepuluh menit!” tegas Arkana. Semenjak Dara sang kakak dan juga merupakan sahabat Lita memutuskan untuk tidak ikut andil dalam kerajaan bisnis perhotelan keluarga Handoko, semua tanggung jawab besar memang dilimpahkan kepada Arkana sekalipun usia Arkana masih terbilang muda. Sedangkan alasan Arkana selalu menjadi pusat perhatian, selain jabatan sekaligus kemampuannya dalam bekerja yang tak diragukan, sejauh ini, fisik dan rupa Arkana yang rupawan ditambah sikapnya yang dingin tak tersentuh tak ubahnya tokoh bad boy dalam sebuah cerita, juga menjadi ketertarikan tersendiri bagi wanita tanpa pandang usia. Menaiki anak tangga yang menghubungkan ke teras pintu masuk Luxury Hotel, Arkana melakukannya sambil menoleh ke belakang. Ia mengulurkan tangan kanannya pada Lita yang tampak agak kesulitan layaknya ndoro ayu. Gadis itu sampai menarik agak tinggi kedua sisi jarit yang menyempurnakan penampilannya sebagai mempelai wanita. Lita melirik sinis sekaligus jaga-jaga keberadaan uluran tangan kanan Arkana yang juga membuatnya berhenti melangkah. “Apa? M-maksudku, kenapa?” Tatapannya berangsur naik dan berhenti tepat di mata Arkana. Arkana menghela napas pelan, kemudian melepas kacamatanya menggunakan tangan kiri yang juga masih memegang ponsel. Ia menatap kesal Lita dan berkata, “Ya aku gandeng. Memangnya kamu mau aku gendong dari sini dan otomatis jadi tontonan orang?” Kesal dengan ucapan Arkana yang malah mengomel padanya, Lita yang nyaris meletakan tangan kirinya di telapak tangan Arkana sengaja memukul telapak tangan tersebut hingga Arkana yang siap menggandeng dan juga sudah mulai memunggungi Lita, langsung terkejut. Namun, ada yang lebih membuat Arkana terkejut karena ketika akan melangkah, kaki kiri Lita menginjak kain jarit sebelah sana. Gadis itu terjatuh meringkuk karena ia juga sengaja membiarkannya sebagai balasannya. “Ya ampun Kana ... ini sakitnya enggak seberapa, tapi malunya sampai akhir hayat! Kamu tega banget, ih!” raung Lita yang sampai menangis. Namun seperti apa yang ia katakan, alasannya menangis bukan karena rasa sakit yang tentu saja menjadi hasil jatuhnya, melainkan rasa malu karena semua mata di sana langsung terkejut bahkan menertawakannya. Termasuk Arkana, setelah sengaja membiarkannya terjatuh, pemuda itu juga sampai menahan tawanya. Sekejap kemudian, Arkana langsung membopong Lita. “Begini, masih dibilang jahat? Tadi siapa yang mulai, coba?” Arkana masih tidak bisa berhenti menertawakan Lita. “Kamu begini sengaja pencitraan biar orang-orang mengecapmu sebagai orang baik!” tepis Lita. Arkana mendelik tak percaya. “Kalau menurutmu begitu, aku buang kamu ke jalan raya biar ditabrak Tayo dan kawan-kawan!” Ia sengaja mengancam. “Ngapain hanya ke jalan raya? Enggak sekalian dibuang ke rel kereta saja biar ditabrak Tomas dan Titipo!” balas Lita sengaja menantang. Marah, Arkana sungguh melempar tubuh Lita, tetapi tentu saja ia hanya pura-pura terlebih detik itu juga, Lita langsung mendekap tengkuknya sangat erat menggunakan kedua tangan. Satu hal yang membuat Arkana sulit untuk tidak tertawa. Tak lain karena ia terus teringat adegan Lita jatuh setelah menolak uluran tangan kanannya. Sungguh, adegan tersebut baginya benar-benar lucu. Ia bahkan tak peduli meski selain apa yang ia lakukan sudah sampai menjadi pusat perhatian, Lita juga beberapa kali memukul bahu kemudian mencubit keras perutnya. Semua itu tak mampu menghentikan rasa lucu Arkana yang juga membuat pemuda itu sibuk menahan tawanya. “Niat banget bikin aku kesel bahkan malu! Sebenarnya salah aku ke kamu apa, sih? Gini-gini, aku sudah menganggapmu sebagai adikku!” keluh Lita ketika akhirnya mereka sampai di dalam lift. Ia baru berani bersuara dan juga meminta turun dari gendongan seorang Arkana. Itu pun karena di dalam lift hanya ada mereka berdua. Karena andai ada orang lain dan mereka merupakan yang tadi mengetahui ketika Lita sampai terbanting meringkuk setelah menolak uluran tangan Arkana, tentu saja Lita tidak mungkin berani berulah bahkan sekadar menampakkan wajah. Baru saja, Arkana tertawa puas sambil berkecak pinggang. Membuat Lita merasa, pemuda itu makin jahat setelah beberapa minggu terakhir mereka tak bertemu. “Thanks ya, sebelumnya aku belum pernah tertawa sepuas ini. Sumpah, komedian yang bayarannya selangit saja kalah sama kelakuan kamu!” ucap Arkana sambil tersenyum jahat. Lita mendengkus kesal dan memilih memunggungi Arkana sebelum akhirnya ia juga sampai menjaga jarak. Kali ini, Arkana juga cuek membiarkannya setelah ia juga mendiamkan pertanyaan pemuda itu. Arkana bertanya, Andai Lita terjebak di dalam lift bersamanya, apa yang akan Lita lakukan? Jujur, pikiran dan perasaan Lita sekarang teramat kacau. Lita mengkhawatirkan suasana rumah orang tuanya dan juga seisinya setelah keputusannya minggat dari pernikahannya. Orang tua sekaligus keluarga besar Lita pasti menanggung malu sekaligus kerugian yang tidak sedikit. Sudah, sudah, stop, Ta. Kamu berhak bahagia karena adanya pernikahan pun harusnya membuat kamu lebih bahagia, batin Lita menuntun dirinya untuk tidak rapuh. Salah siapa sekelas pernikahan sampai diatur dan fatalnya semacam wajah mempelai prianya saja, belum Lita ketahu sampai detik ini. Yang membuat Lita makin tak habis pikir, kenapa Arkana juga terus membawanya melesat ke lantai atas. “Ini kamu mau bawa aku ke mana? Ke acara kamu? Yang benar saja? Aku pesan kamar pribadi saja kalau begini caranya.” Lita setengah mengomel, tapi Arkana berangsur memberinya sebuah kartu VVIP berwarna hitam dengan sentuhan keemasan, tanpa banyak berkomentar. Arkana mengambil kartu tersebut dari saku balik jas hitam bagian d**a. “Ini, kamar buat semacam bulan madu, ya? Kamar pengantin?” Lita menyikapi Arkana dengan serius. Arkana menunduk hanya untuk menatap Lita yang memang tidak lebih tinggi darinya. “Biar kamu lebih nyaman, istirahatlah.” Merinding, ucapan lirih penuh perhatian yang keluar dari bibir Arkana, sukses membuat seorang Lita merasa takut. “Kok, firasatku jadi enggak enak gini, ya?” ia melirik waspada Arkana. Arkana membulatkan kedua matanya, seolah-olah, ia tak tahi-menahu. “Kana, kamu enggak macam-macam, kan? Kamu serius bantuin aku, kan? Eh serius, aku bakalan ngamuk kalau kamu macam-macam! Kamu kan tahu, aku dijodohkan. Aku harus menjalani pernikahan bisnis dan itu dengan laki-laki yang sampai detik ini belum aku tahu seperti apa orangnya!” tegas Lita sambil menatap penuh emosi Arkana yang sampai ia dekati. Tepat setelah Lita berhenti berbicara, lift kebersamaan mereka terbuka. Bak sebuah drama, mereka langsung disambut oleh beberapa orang. Dua orang membenarkan penampilan Lita, dua orangnya lagi membenarkan pakaian Arkana. Arkana memakai beskap putih dan juga kain jarit. Tentu saja kenyataan tersebut membuat hati Lita sibuk menduga. Kenapa Arkana mendadak diubah penampilannya layaknya seorang calon pengantin laki-laki? “Aku orang itu. Aku calon suami yang sudah mengikatmu sejak lama. Jika memang ijab kabul di rumahmu gagal, kita bisa melakukannya di sini, setelah itu langsung dilanjutkan dengan acara resepsi.” Arkana tersenyum kecut penuh kemenangan kepada Lita. Lain dengan Arkana, dunia seorang Lita justru mendadak mengerdil. Suasana di sana mendadak menjadi asing apalagi ketika akhirnya Lita mendapati keluarga besarnya dan juga keluarga besar Arkana, silih berganti keluar dari lift. Y-ya ampun, Tuhan. Masa iya, calon suamiku justru Arkana? M-masa segokil ini? Aku meminta tolong kepada orang yang ternyata sudah mengikatku sejak lama? Sumpah, aku sangat amat terkejut! Batin Lita. Ingin sekali Lita mengumpat dan marah kepada Arkana, tetapi semua keluarga mereka sudah langsung tersenyum bahagia memperhatikan mereka. Hanya satu yang terlihat tidak bahagia. Iya, Lilyn. Gadis itu berkaca-kaca dan menatap Lita penuh kepedihan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD