Bagian 2

1799 Words
"Jangan bicara lagi!" seru Savanna sambil berdiri dari tempat duduknya. Wawan spontan menghentikan perkataannya dan mendongak ke arah Savanna. Dilihatnya wajah Savanna sedih bercampur marah. Wawan baru sadar ternyata dia baru saja melukai hati teman kerjanya ini. "Maaf aku tadi terlalu cerewet," ucap Wawan dengan nada menyesal. "Aku tak perlu ke sana dan bilang pada Gusaf Rando Wiraya bahwa aku adalah salah satu anaknya, dan aku tak butuh uangnya untuk operasi mataku ini, kau tahu meskipun mataku terancam buta tapi tak masalah untukku bahkan mata inilah yang menolongku mencari uang untuk hidupku sehari-hari, aku tak pernah menyesal bahwa aku pernah dilahirkan, aku malahan bersyukur atas kondisiku saat ini, sudah bisa melihat saja sudah lebih dari cukup." Ucap Savanna panjang lebar. Wawan hanya bisa terdiam ketika Savanna pergi keluar kantin. "Aku sudah selesai makanannya kau saja yang bayar," ucap Savanna. Wawan mendongak dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Dia marah karena aku ungkit masalahnya sekarang dia menyuruhku bayar makanannya huff sabar...mulutku juga sih," rutuk Wawan. ................. "Ah kak itu dia...hei Fina disini!" panggil Thalia dengan girang. Niel menoleh ke arah datangnya Serafina dan Akshan musuh bebuyutannya waktu SMA. "Oh hai Thalia, maaf menunggu lama kami ke kantor papi-ku dulu," ucap Serafina. "Ok tak masalah yah kan kak?!" sahut Thalia sambil menyenggol lengan kiri kakaknya Niel. "Yah tak masalah," sahut Niel dengan cuek. "Hei kak ekpresi apa itu? Ini temanku dan itu tunangannya," cerocos Thalia. Akshan menoleh dan memandangi Niel dengan muka masamnya. "Jangan pasang muka begitu, teman seharusnya saling menyapa ya kan sayang?" tanya Akshan pada Serafina. "Ah ya...kak Niel jangan begitu sekarang ini kalian bertemu bukan sebagai saingan tetapi teman lama, oh ayolah," ucap Serafina. "Baiklah kita lupakan dulu masalah itu dan bisakah kita memesan makanan? Aku lapar, apa lagi melihat bocah ini lebih lapar lagi, saking laparnya aku ingin memakan dia saja," ucap Niel sambil menunjuk ke arah Akshan. "Aku bukan jeruk makan jeruk cari yang lain saja," balas Akshan. "Kau...hm...heh," Niel mendengus. "Ok mari kita duduk, waitress!" panggil Thalia pada pelayan dan mereka memesan makanan siang mereka dengan banyak omongan dari Thalia dan Serafina. "Kau tambah cantik Fin, aku bahkan hampir tidak mengenalmu," puji Thalia. "Ah kau bisa saja, sekali-kali pergilah ke salon denganku, ku jamin kulitmu akan bersinar dan cerah," ucap Serafina. "Benarkah? Ah nanti kapan-kapan saja ok? Nanti aku akan pergi ke salon denganmu," balas Thalia. "Uh tentu...salon langgananku," sahut Serafina. Sementara itu Niel memandangi Akshan dengan tajam dan sebaliknya. "Apa-apaan ini! Bikin repot saja ck!" batin Niel kesal. "Dia pikir dia sendiri yang bisa memandangiku begitu, memanggnya aku tidak punya mata apa, dasar i***t!" batin Akshan. Mereka melayangkan tatapan sinis dan tajam mereka, seolah-olah bahwa tatapan mereka bisa melukai satu sama lain. Serafina dan Nathalia asik berbincang mengenai kegiatan mereka yang nanti akan mereka lakukan. "Oh ya lalu kapan pertunangan kalian berdua dilakukan?" tanya Thalia. "Ah hm kira-kira dua minggu atau tiga minggu lagi," jawab Serafina. "Benarkah? Wah hebat...kau saja sudah mau menikah yah!" ucap Thalia. "Ah kau ini, kami baru mau tunangan belum menikah yah kan sayang?!" tanya Serafina pada Akshan. Akshan yang sedang fokus dengan tatapan tajamnya pada Niel terputus. "Iya benar, tapi kami pasti akan menikah ya kan sayang?" jawaban Akshan meyakinkan Serafina. Serafina mengangguk malu-malu. "Cih! Lihat rayuan itu kau pikir aku tidak tahu apa dasar pembohong besar!" rutuk Niel dalam hati. "Ah hampir saja aku lupa wajah Serafina mirip sekali dengan pengantar bunga itu," batin Niel lagi. "Eh Serafina aku ingin bertanya sesuatu padamu," ucap Niel. Serafina menoleh lalu mengangguk. "Kak Niel mau tanya apa?" tanya Serafina. "Tanya apa saja asal jangan bertanya 'maukah kau menikah denganku?'" serobot Akshan. Niel jadi dongkol. "Memang kau pikir aku tertarik dengan punyamu? Hah...kau saja yang sombong," balas Niel sinis. "Kau benar-benar menyebalkan," kesal Akshan. "Siapa duluan yang mulai?" balas Niel. "Sudah sudah jangan bertengkar disini malu dilihat orang kak, kakak ini bagaimana sih katanya tadi mau menanyakan sesuatu tapi sekarang malah berdebat," ucap Thalia menengahi. "Siapa juga yang mau bertengkar? Heh...oh iya aku ingin tanya, apakah kau punya saudara kembar?" tanya Niel. Serafina menggeleng. "Aku bungsu kak, hanya aku dan kak Alfario saja, tak ada lagi orang lain," jawab Serafina. "Benarkan? Sudah kuduga berarti aku tadi hanya salah lihat saja," ucap Niel. "Tentu saja kau salah lihat matamu kan buta," serobot Akshan. "Kau ini benar-benar menyebalkan yah," balas Niel. "Hei!" protes Thalia. "Maksud kakak salah lihat apa?" tanya Serafina. "Tadi pengantar bunga datang ke kantorku mengantar pesanan bunga dan wajahnya mirip sekali denganmu tapi--," ucapan Niel terputus. "Oh jadi maksudmu tunanganku ini wajahnya mirip tukang pengantar bunga begitu? Tidak salah lagi kau memang benar-benar buta, hei pergilah ke dokter mata," cerocos Akshan.  Niel dibuat naik pintam. "Hei siapa yang aku bilang buta ha? Kau saja yang tuli," sahut Niel. Akshan yang dibilang tuli dongkol. "Apa tuli? Kau benar-benar menyebalkan yah," balas Akshan. "Iya tuli, memangnya tadi aku bilang Serafina tukang pengantar bunga begitu? Dasar tuli hei pergilah ke dokter THT sana!" serobot Niel. Thalia dibuat dongkol oleh kakak dan tunangan sahabatnya. "DIAM!" bentak Thalia. "Tidak bisakah kakak dan Kak Akshan diam? Tidak malu apa dilihat orang, sudah besar lagi kalian ini kan juga pemimpin bagaimana kalau ada yang lihat kelakuan kekanakan kalian? Malu tidak?" hardik Thalia. Niel dan Akshan terdiam dan saling menghujani pandangan mematikan. "Mungkin kakak salah lihat," ucap Serafina. "Yah mungkin saja, dan memang tidak mungkin juga dia saudaramu, warna kulit dan bentuk rambut juga berbeda ah warna matanya juga berbeda," sahut Niel. Serafina mengerutkan keningnya. "Warna mata?" tanya Serafina. "Yah...kau warna coklat kehitaman dia warna abu-abu yah seperti kelabu dan memakai kacamata berlensa tebal, warna kulitnya juga coklat," jawab Niel. "Oh benarkah? Aku jadi penasaran, ah memang banyak orang yang ingin membuat penampilan mereka sepertiku kak mungkin dia salah satu fansku kak, biarkan saja." Ucap Serafina sambil membanggakan diri. "Memangnya siapa juga yang fansmu, orang dia pengantar bunga." Batin Niel. "Ah baiklah kalau begitu mari kita lanjutkan makan siang ini," ucap Thalia. Lalu mereka melanjutkan acara makan siang mereka sampai selesai. ................... Savanna dan kedua kawannya sedang berjaga di gudang penyimpanan rempah-rempah. "Wawan tidak ikut yah?" tanya Iman. "Tidak, katanya ijin malam ini, istrinya bawel, akhir-akhir ini ngak bisa tidur," jawab Savanna. "Oh..." sahut Iman. "Kacamatamu mana Van?" tanya Ihsan. "Nggak bawa bang ada di rumah, lagian kan malam, Savanna nggak butuh," jawab Savanna. "Yah jaga-jaga aja jangan sampai darurat kan," imbuh Ihsan. "Darurat dari mana? Malam-malam begini tanpa kacamata juga Vanna bisa lihat bang, nanti kalau siang baru boleh pake kacamata lagi," sahut Savanna. "Kamu nggak capek apa pake kacamata yang lensanya tebal gitu, minus empat lagi kalau aku mah udah pangling atuh, bisa-bisa pusing tujuh keliling, muntah-muntah malah," cerocos Iman. Ihsan yang mendengar ucapa Iman hanya geleng-geleng kepala. "Kira kucing muntah-muntah? Dasar..." cibir Ihsan. "Hm..." Savanna geleng-geleng kepala. "Eh Faris mana bang?" tanya Savanna. "Ada tuh lagi muat barang dari pelabuhan ke kontener, tadi barang dari Ambon udah masuk." Jawab Ihsan. "Oh udah masuk ya! Banyak nggak sih?" tanya Savanna. "Yah begitulah lumayan Van, kan musim cengkeh disana bagus jadi yah penghasilan cengkehnya juga bagus," jawab Ihsan. ............. "Papi sama mami mesra banget dari tadi, kok Sera dicuekin sih?” kesal Serafina pada ayah dan ibunya. "Ah kamu ini perasaan kamu aja kali sayang, kamu yang malahan cuekin papi sama mami," sahut Roselina Wiraya, istri kedua Gusaf Wiraya. "Ih nggak kok...kan akhir-akhir ini Sera sama Akshan ngurusin acara pertunangan kita, ya kan sayang?" ucap Serafina sambil bertanya pada Akshan. Akshan mengangguk. "Iya deh yang mau tunangan mesra-mesraan mulu!" seru Roselina. "Ih mami..." respon Serafina dengan malu-malu. Akshan yang melihat tingkah tunangannya hanya tersenyum sedangkan Gusaf hanya cuek dan tetap melanjutkan makannya. Serafina selama ini merasa bahwa ayahnya selalu bersikap dingin padanya dan kakaknya, biarpun ia di manjakan dengan berbagai kemewahan dan banyaknya uang tapi ia berpikir bahwa ayahnya ini seperti kalau melihat wajahnya, ayahnya seakan marah padanya dan membuang mukanya. "Pi...hm...Sera boleh minta sesuatu nggak pi?" tanya Sera manja. Kakak Serafina, Alfario mendongak menatap wajah adiknya. "Mau minta apa emangnya?" tanya Alfario. "Ih bukan kakak, tapi papi...pi hm boleh nggak Serafina minta dibeliin mobil baru lagi? Itu loh yang keluaran terbaru Mercedez pi...yang warna hitam, kren banget." Ucap Serafina dengan manja. Gusaf yang mendengar permintaan putrinya itu menatapnya datar. Serafina diam, dan menunduk pasang muka sedih. Alfario dan Akshan menghelas nafar gusar. "Sera kan mobil kamu yang ini baru di beliin tiga bulan lalu, masa mau beli lagi sih," ucap Alfario. "Tapi Sera nggak suka model mobilnya kak, udah tua." Ucap Serafina dengan manja. Gusaf menghela nafas dan berkata. "Beli apapun yang kamu mau." Ucap Gusaf. "Ye hore...makasih papi, papi baik deh..." puji Serafina dengan manja. Roselina, Alfario dan Akshan hanya geleng-geleng kepala karena sikap Serafina. "Oh ya pi, tadi kan Sera makan siang bareng kak Nathaniel sama Thalia terus tadi katanya kak Niel dia lihat orang yang wajahnya mirip banget sama aku," ucap Serafina. PRANG Gelas yang tadinya ada di tangan Gusaf jatuh dan pecah, niatnya tadi mau minum, tapi mendengar ucapan anaknya ini membuat Gusaf tegang dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Roselina dan Alfario menoleh ke arah suami dan ayahnya. "Pa/mas," ucap Alfario dan Roselina bersamaan. Gusaf mencoba menenangkan diri. "Mirip kamu? Seberapa mirip?" tanya Gusaf. "Hm...katanya sih wajahnya mirip banget sama aku pi, warna kulitnya coklat dan dia pakai kacamata lensanya tebel banget terus warna matanya itu seperti abu-abu pi...hmm apa yah namanya...ah...kelabu pi," jawab Serafina. PRANG Dan untuk yang kedua kalinya Gusaf memecahkan gelas lagi.  "Papi/mas," panggil Alfario dan Reselina. "Om..." sambung Akshan. "Dimana? Kapan? Cepat bilang," tanya Gusaf tergesa-gesa. "Tadi siang sih katanya dia pengantar bunga pi dikantornya kak Niel," jawab Serafina. Tangan Gusaf gemetaran jantungnya seakan berdetak lebih kencang dari biasanya, nafasnya memburu. Tubuhnya gemetar. "Papi!" panggil Serafina dan Alfario panik. "Mas...ya Tuhan...Rio panggil dokter Azel nak...papi kamu sakit!" panik Roselina. "Om...tunggu Akshan telepon dokternya," sahut Akshan. "Matanya itu seperti abu-abu pi...hm apa yah namanya...ah kelabu, kelabu, kelabu... Anak kedua anda mengalami gangguan genetik harus segera di keluarkan, keluarkan, keluarkan... Nggak...sampai matipun aku tidak akan pernah mau keluarin anak ini....dia manusia mas...dia punya nyawa... Kelainan anak anda akan mengalami gangguan penglihatan... Dan bisa jadi kebutaan, kebutaan... Kamu jahat mas...kamu bunuh anak kita...kamu pembunuh...aku benci kamu mas...aku benci kamu. Anakku sendiri disana...pergilah kamu dengan wanitamu itu...biarkan aku pergi... Kamu jahat...aku benci kamu...” Lalu robohlah tubuh Gusaf. “Papi/mas/om!" panggil Alfario, Roselina dan Akshan melihat tubuh Gusaf ambruk seketika. .......................... "Kejar mereka ayo cepat!" teriak Faris. Savanna dan kedua kawannya mendongak dan melihat Faris sedang mengejar segerombolan orang berpakaian hitam dan menutupi wajah mereka. Faris lari tergesa-gesa dengan kelompoknya ke arah gerombolan itu. "Pokoknya jangan sampai mereka kabur...tangkap mereka!" seru Faris. "Apaan tuh?" tanya Iman. "Pencuri...ayo kejar!" sahut Ihsan. Faris yang melihat Savanna dan kedua kawannya itu menyeru. "Van kamu lari ke arah barat sama bang Ihsan mereka lari ke tempat yang gelap...ayo!" pinta Faris. Savanna lari dengan cepat disusul Ihsan dan Iman. Savanna memasuki lorong-lorong sempit dan gelap. Ihsan dan Iman berhenti karena tidak ada pencahayaan, lorong itu gelap sekali hanya Savanna saja yang bisa masuk ke sana, dengan mata kelabunya dia bisa menyusuri lorong gelap itu. Para gerombolan yang berpakaian hitam dan menutup wajah mereka itu menjadi hilang jalan karena gelap dan lorong-lorong yang sangat sempit. Savanna dengan mudah menemukan mereka, ia mengambil kayu balok yang ada di sekitar situ dan menghantamkannya pada salah satu kepala orang tersebut. BRUKK "Akh...sialan!" umpat kesakitan orang yang berpakaian hitam itu. BRUKK BRAKK BRUKK KRUUKK KRAAKKK Pukulan-pukulan kayu Savanna melayang di kepala orang-orang berpakaian dan menutup wajah mereka tersebut. "Aw sialan!" umpat salah satu anggota. Lalu mereka tak sengaja memegang tangan Savanna dan memitingnya lalu orang tersebut memukul Savanna tepat di bagian rahang bawahnya. "Aw...sakit!" jerit Savanna. Orang itu mendelik kaget mendengar suara seorang perempuan. Mereka sadar orang yang barusan mereka pukul ini adalah seorang perempuan. "Perempuan bro!" seru salah seorang temannya. "Tangkap mereka!" seru Faris. Lalu tiba-tiba lampu menyala dan nampak anak buah Faris dan teman-temannya. .........
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD