Wanita yang rambutnya digelung tinggi itu melirik dengan panik, kedua tangannya bergetar menatap wajahku yang dipenuhi api, tanpa kata ia pasti sudah tahu apa maksud kemarahanku ini. Segera aku meraih ponsel hitam yang tergeletak di meja kaca, ia sempat merebutnya walau tak berhasil. "Anakku barusan nelpon katanya hape-nya hilang, terus kenapa bisa sama Ibu di sini? Ibu mau jual hape cucu sendiri?!" Nada suaraku meninggi. Beruntung konter ini masih sepi, hanya ada dua orang pegawai laki-laki yang menyaksikan ketegangan ini, mereka berdua diam dan bungkam bak sebuah kamera yang sibuk merekam. "I-itu hape-ku, balikin!" teriaknya tak tahu malu. Aku menyeringai sambil geleng-geleng kepala, bahkan aku tidak buta dan buta warna, aku sendiri yang membeli benda ini atas kemauan Nasya. "Oh ya

