Gara-gara tanda

1637 Words
"Ayo, siapa yang bisa manjat!?" tanya Raniya. Ketika lima remaja itu berada di bawah pohon mangga. Setelah dua jam lebih menyelesaikan kerja kelompoknya, mereka bermaksud akan rujakan. "Aku bisa sih manjat. Tapi pohon mangganya yang ini berasa tinggi banget !?" sahut Ghea. "yang pendek pohon ciplukan atuh Ghe!?" celetuk Raniya. "Iya, maksud aku..ini mah, lebih tinggi dari pohon mangga kebanyakan!?" ujar Ghea lagi. "Tapi bisa manjat, kan !?" tanya yang perempuan berambut sebahu. "Bisa sih. Emang gak ada galah gitu, Rani !?" ujar Ghea, menggaruk kepalanya yang tidak gatal sembari menengadahkan kepalanya ke atas pohon mangga yang selain rindang oleh daunnya juga berbuah lebat. "Enggak ada. Sok atuh naik saja!?" tukas Raniya. "Enggak ada tangga gitu?" "Enggak tahu dimana? Sok kamu naik, kita angkat bareng ya teman-teman!?" Ujar Raniya. Keempatnya membantu Ghea naik dan berhasil berada di atas pohon mangga. Beruntung tadi dia memakai celana olahraga terlebih dulu bukan rok seragam sekolahnya jadi tidak kesulitan. Sementara yang lainnya, yang berada di bawah mengarahkan Ghea pada buah mangganya yang di lihat dari bawah pohon. "Cukup enggak, segitu!?" tanya Ghea yang masih berada di atas pohon mangga, sembari berjongkok di salah satu dahan pohon yang besar. "Cukup Ghe, ayo turun!?" ujar Dira sepupunya. Ghea melihat sepupunya tengah memungut mangganya. Sementara temannya yang lain telah berada di gazebo. Kemudian memandang ke bawah pohon menyadari, ternyata sangat tinggi keberadaan jika melihat ke tanah. "Kok jadi ngeri sih, mau turun!?" gumam Ghea. Kembali melihat ke bawah, tiba-tiba dia takut untuk turun. "Eh, Dira! itu Rani kemana?" tanya Ghea. " Lagi bawa bumbu buat rujaknya, kenapa Ghe!?" ujar Dira menengadah ke atas melihat Ghea yang ada di atas pohon. "Em..Dira, gawat!?" "Hah? Apa yang gawat?" "Aku enggak bisa turun, tiba-tiba takut lihat ke bawah!?" "Aduh. Terus gimana? Em..bentar aku panggil temen kamu?" Sementara sepupunya pergi, Ghea berpegang erat pada pohon mangga itu sambil berdiri dan mulai merasa cemas. "Kemana teh!?" teriak perempuan berambut sebahu yang berada di gazebo. "Mau ke Rani!?" sahut Dira berlari kedalam. Ketika telah mengetuk pintu yang terbuka, Dira masuk yang langsung ke ruang dapur itu.didapatinya Raniya tengah membawa wadah juga bumbu-bumbu untuk rujak. "Rani. Itu Ghea katanya enggak bisa turun!?" ujar Dira. "Lah, kok bisa? Tolong ambil ini minumannya atuh Teh, ke belakang. Aku mau panggil Aa-ku dulu!?" Dira mengangguk sembari membawa wadah yang di berikan Raniya. "A!?" panggil Raniya sembari berjalan ke ruang TV. "Bantuin temen Rani!?" ujar Raniya yang menghampiri Dalfi yang duduk selonjoran seraya menonton TV. "Kenapa?" "Dia naik pohon mangga, terus enggak bisa turun. Tolong ambilkan tangga!?" cerocos Raniya. "Tangganya di rumah Nenek. Lagian dia ngapain manjat pohon!?" tanya Dalfi cuek tanpa menoleh. "Ya, mau metik buah mangga atuh. Terus sekarang gimana? Apa aku ambil ke rumah nenek!?" tanya Raniya. "Ambil saja!?" tukas Dalfi asal. "Tapi berat, dari rumah nenek ke sini !?" seru Raniya. Seraya menghela napasnya, Dalfi bangkit dari duduknya kemudian pergi menuju belakang rumah. Raniya mengikuti kakaknya itu ke belakang ruma, dan benar disana Ghea tampak terdiam menunggu pertolongan. Sebenarnya dia malah ingin tertawa karena temannya itu saat naik bisa, namun ketika akan turun malah ketakutan. Kemudian Raniya menghampiri yang lain yang berada di gazebo, karena Ghea sudah ada yang akan membantunya turun dari pohon. Sementara Dalfi yang sudah berada di bawah pohon itu tersenyum samar karena merasa lucu. Kemudian menengadah ke atas melihat Ghea berada di atas pohon. "Tadi manjat bisa, masa turun enggak bisa!?" celetuk Dalfi yang berada di bawah pohon seraya masih menengadah keatas menatap Ghea yang tampak frustasi. "Daripada ngoceh, boleh atuh bantuin, mana tangga !?"gerutu Ghea. "Ayo pegangan yang kuat pada dahannya terus turunkan kakimu satu persatu pada dahan di bawahnya pelan-pelan!?" instruksi Dalfi. Ghea menurut walaupun kakinya kesusahan menggapai dahan pohon dibawahnya, malah kakinya gemetar. Ghea menghela napasnya ketika telah berhasil turun satu pijakan ke bawah. "Ayo lakukan lagi!?" ujar Dalfi lagi. " Iya, sabar. Enggak tahu apa, ini kaki gemetaran !?" gerutu Ghea. "Jangan lihat ke bawah tanah, Tapi ke dahan pohon yang akan kamu injak!?" ujar Dalfi. "I-ya, eh.." Bruuk Tiba-tiba Ghea terjatuh dari pohon dan menimpa Dalfi yang tadi berada di bawah pohon. Karena ternyata saat kakinya hendak menginjak dahan malah licin. Ghea bangun dan menatap wajah Dalfi dari dekat tanpa berkedip. Hal pertama di lihatnya wajah tampan dengan bulu mata yang lentik, hidung mancung dan yang menarik perhatian adalah t**i lalat sangat kecil di bawah mata kanannya menambah kesan manis. Ternyata benar kata Raniya, jika di lihat dari dekat t**i lalatnya tampak jelas. Tiba-tiba jentikan tangan Dalfi menyadarkannya dari tadi yang bengong. Kemudian Dalfi bangkit dari yang tadi terlentang di tanah karena tertindih Ghea. "Padahal tadi kepalaku yang terbentur ke tanah, tapi malah kamu yang linglung?" celetuk Dalfi berlalu pergi. "Eh, maksudnya?" gumam Ghea menatap kepergian Dalfi. Sementara Teman-temannya datang menghampirinya seraya tertawa yang masih duduk di tanah itu. "Enggak apa-apa, Ghe!?" tanya Raniya menarik kedua tangan Ghea supaya dapat membantunya berdiri. "Ya, pasti enggak apa-apa. Itu Aa kamu mungkin yang di tindih Ghea!?" ujar perempuan berambut sebahu seraya masih tertawa. Ghea mendelik kearahnya yang membuatnya berhenti tertawa. "Aku enggak seberat itu deh, lagian tadi aku langsung ke pinggir." seru Ghea membela diri. "Bisa berdiri kan, Ghea? Yuk ke gazebo, rujaknya sudah jadi!?" ajak Dira. Raniya merangkul Ghea yang mungkin saja masih syok saat jadi terjatuh, Semuanya berjalan ke gazebo untuk memakan rujaknya. Dari ambang pintu dapur yang mengarah keluar belakang rumah, Dalfa memandang kearah gazebo yang ada adik dan teman-temannya. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dari belakang membuatnya terkejut. "Aduh, ngagetin aja!?" seru Dalfa pada Dalfi yang ternyata menepuk bahunya. Kemudian Dalfi juga ikut melihat kearah gazebo yang masih ramai terdengar dengan obrolan adiknya dan teman-temannya. "Kalian ngapain di situ!?" tanya Bundanya melihat anak kembarnya. Keduanya menoleh pada Bundanya seraya berjalan masuk dapur. "Teman-teman Raniya betah juga ya, udah sore belum pada pulang!?" ujar Khansa atau Bundanya. "Katanya sih tadi mau rujakan, tapi enggak tahu jadi apa enggak!?" seru Dalfa yang duduk di kursi meja makan. "Oh, gitu. Berarti mereka metik mangganya dulu!?" "Iya, salah satu dari mereka manjat pohon mangga!?" timpal Dalfi sembari mencuci tangannya di wastafel. "Loh, emang bisa? Kan ,pohonnya lumayan tinggi?" tanya Bundanya. "Bisa. Itu mereka bahkan sudah menikmatinya." tukas Dalfi hendak pergi setelah mengeringkan tangannya. "Eh, iya, Alfi. Katanya kamu jatuh dari motor? Kok enggak bilang ke Bunda? Kamu ada yang luka!?" tanya Khansa menghampiri Dalfi sembari memeriksa anaknya itu baik-baik saja. "Enggak apa-apa kok." "Beneran!?" tanya Bundanya lagi memastikan. "Cuma motornya yang nabrak pohon, Alfi enggak apa-apa!?" ujar Dalfi menjelaskan. "Oh,syukur atuh. Habis Raniya bilang kamu nabrak orang. Oh, iya...terus orang yang kamu tabrak gimana!?" cerocosnya. "Loh, kamu nabrak orang!?"tanya Dalfa bangkit dari duduknya dan menghampiri kembarannya itu,ikut nimbrung. "Em..sebenarnya, gimana ya..motorku lagi melaju, terus ada orang larinya kencang tepat di depan, sehingga aku juga banting setir dan orang itu jatuh ke trotoar jalan!?" jelas Dalfi. "Oh, tapi itu orangnya enggak apa-apa, kan,?" tanya Bundanya lagi memastikan. "Luka sedikit bagian sikunya, udah baikan sekarang!?" jelas Dalfi lagi yang memang melihat tempo hari. "Oh, syukur deh kalau enggak parah." *** Jam sudah menunjukan pukul lima sore. Keempat teman Raniya akhirnya pamit pulang. Mereka berboncengan sepeda motor . Ghea turun dari jok motor belakang karena ingat ada yang ketinggalan dan sepupunya itu menunggunya. "Em ..Rani,kayaknya jam tanganku ketinggalan di gazebo deh!?" ujar Ghea menghampiri Raniya yang masih berdiri di teras depan rumah mengantar teman-temannya yang akan pulang. "Oh,gitu. Bentar, aku ambilkan!?" ujar Raniya. "Eh, aku ambil sendiri aja, lewat sini bisa kan!?" ujar Ghea menunjuk arah garasi mobil yang menuju arah belakang rumah itu. "Bisa." "Enggak apa-apa ,kan. Aku masuk." "Masuk aja!?" Ghea pun masuk kearah lorong garasi yang memang tanpa pintu tapi menghubungkan langsung kearah belakang rumah. Dengan langkah cepat berjalan menuju gazebo. Ghea segera mengambil jam tangannya yang berada di bawah tikar di gazebo. Kemudian segera pergi karena sepupunya sudah menunggunya. Ketika hendak melewati mobil yang terparkir di sana, Ghea terkejut karena pintu mobil bagian depan terbuka dan muncul kakaknya Raniya yang keluar dari dalam mobil. "Eh, maaf. Hampir saja ya!?" ujarnya yang juga terkejut. Ghea tersenyum dan menatap wajah tampan kakaknya Raniya yang berdiri di hadapannya hanya kurang dari setengah meter itu. "Ah, ini..a Dalfa, ya?" tanya Ghea memastikan sembari memperhatikan wajahnya. "Oh, kamu tahu? Dari Raniya ya?" tanya Dalfa. "Iya, Raniya yang ngasih tahu." Dalfa yang manggut-manggut karena teman adiknya itu mengetahui namanya. "Maaf untuk kejadian tadi di depan sekolah ya?" ujar Ghea kemudian. Dalfa terdiam mengingat kejadian di depan sekolah yang memang membuat terkejut, namun dia takjub pada perempuan yang berani menjatuhkan seorang laki-laki, tampak kuat menurutnya. "Iya, tidak apa-apa. Em..boleh minta nomor, siapa ya..tadi sepupumu!?" "Oh, Dira, Anindira!?" "Ah, iya." "Untuk?" tanya Ghea ingin tahu. Padahal sebenarnya dia juga tahu, jika Dalfa mungkin ingin kenal dengan sepupunya itu. "Em..kenalan!?" " Oke." "Bentar hp ku!?" Dalfa meraih ponselnya di saku celana pendeknya itu kemudian memberikan pada Ghea supaya mencatat nomor ponsel sepupunya. Ghea menduga kakak dari temannya itu naksir sepupunya. "Nomor kamu juga dong!?" ujar Dalfa saat Ghea hendak memberikan ponselnya. "Aku!?" tanya Ghea menunjuk dirinya sendiri. "Iya. Untuk nanya-nanya boleh,kan!?" "Ah, iya." Kemudian Ghea memasukkan nomornya sendiri ke ponsel kakak temannya itu. "Oh, ya satu lagi. Kamu tahu aku punya kembaran kan?" "Iya." "Terus bagaimana kamu tahu, Kalau aku ini Dalfa? "tanya Dalfa penasaran. "t**i lalat!?" sahut Ghea sembari menunjuk bawah matanya sendiri,kemudian dia juga menatap kembali wajah Dalfa tepat di bawah mata kanannya yang memang tidak ada t**i lalatnya. "Oh,oke." ujar Dalfa tersenyum sembari mengangguk mengerti. Ternyata teman adiknya memperhatikan juga perbedaan antara dirinya dan kembarannya. "Aku permisi, a!?" Dalfa hanya mengangguk kemudian Ghea berjalan pergi. " Kalau di lihat wajahnya, ternyata ada t**i lalatnya lebih manis!?" gumam Ghea tersenyum sendiri. Namun detik berikutnya, kedua tangannya menepuk pipinya karena menyadari perkataannya yang malah aneh seolah dia tengah terpesona atau bahkan naksir. Lebih anehnya lagi, hanya karena gara-gara dia melihat t**i lalat di bawah mata Dalfi yang merupakan kakak dari temannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD