Bab 2 : Di rumah mertua

1082 Words
"Ibu benar-benar keterlaluan, kenapa ibu berbicara seperti itu sama Nisa?". Mas Rangga tak terima. "Rangga ibu hanya mengatakan yang sebenarnya kalau istrimu ini adalah wanita malam makanya ibu tidak menyetujui pernikahan kalian,". Wajah Mas Rangga memerah menahan emosinya mendengar ibu yang menyebut istrinya wanita malam, aku lalu memegang lengan Mas Rangga untuk menenangkannya. "Bu, Rangga mohon sama ibu jangan pernah menyebut Nisa wanita malam lagi, Nisa bukan wanita seperti itu, lebih baik sekarang ibu siap-siap karena kita akan pulang, aku sudah memanggil taksi di luar". Mas Rangga lalu menunggu di luar, sementara mertuaku mengambil tasnya dan memasukkan baju-bajunya ke dalam. "Nisa bantu ya Bu,". "Tidak perlu, ibu bisa sendiri,". Aku langsung menjauh dari mertuaku, dan menghampiri Mas Rangga yang menunggu di luar, Mas Rangga lalu menggenggam tanganku. "Sabar ya Dek,". Aku menganggukkan kepalaku tersenyum saat Mas Rangga menguatkanku. Selesai berkemas aku dan mertuaku pulang menggunakan taksi sementara Mas Rangga mengendarai motornya mengikuti kami dari belakang taksi. 40 menit kemudian kami tiba di Rumah, rumah Mas Rangga memang tidak besar tapi sangat nyaman karena banyak bunga-bunga indah di depan halamannya. Mas Rangga adalah anak tunggal dari bapak Suseno dan ibu Ratih. ayah Mas Rangga sudah meninggal beberapa tahun lalu dan kini Mas Rangga tinggal bersama ibunya. "Ayo Dek masuk!". Mas Rangga memegang tanganku sambil tersenyum. Aku lalu melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah mas Rangga yang sekarang sudah menjadi rumahku juga, mas Rangga membawaku ke kamarnya dan meletakkan tasku di dalam. "Mas aku buatin teh ya!". "Iya Dek, Mas haus,". Aku lalu pergi ke belakang untuk membuat teh Mas Rangga tanpa sengaja aku melihat pintu kamar mertuaku sedikit terbuka, kemudian aku masuk untuk melihatnya. "Ibu masih pusing, Aku buatin teh ya,". Aku menawarkan kepada mertuaku ketika aku melihat ia sedang memijat kepalanya. "Iya baiklah.” Aku tersenyum senang karena mertuaku tidak menolak, aku lalu bergegas pergi ke dapur dan membuat teh untuk mertuaku dan Mas Rangga. Aku berjalan perlahan agar kedua teh di dalam nampan ini tidak tumpah, lalu aku meletakkan segelas teh di atas meja untuk ibu lalu aku kembali ke kamar. "Ini Mas tehnya,". Mas Rangga mengambil teh itu lalu menyeruputnya, sementara aku mengambil pakaian di dalam tas dan akan pergi ke kamar mandi. "Mau kemana Dek?". Tanya mas rangga saat melihatku hendak keluar. "Mau ke kamar mandi mas ganti baju, gerah pakai baju kebaya ini," jawabku. "Kenapa tidak ganti di sini saja Dek?". "Aku malu mas, kalau ganti disini,". "Ngapain malu, Mas ini kan suamimu,". Aku menganggukkan kepala, kemudian menutup pintu kamar. aku membelakangi Mas Rangga agar ia tidak melihatku, perlahan aku membuka pakaianku satu persatu. Diam-diam Mas Rangga memperhatikanku, matanya tidak berkedip saat menatap punggung putih mulus milikku. "Tubuhmu indah sekali Dek,". Tiba-tiba Mas Rangga kini berada tepat di belakangku, aku langsung mengambil baju ganti untuk menutupi tubuhku yang setengah hampir polos. "Mas Rangga, bikin aku kaget saja,". Aku membalikkan tubuhku menghadap Mas Rangga. "Dek nanti malam boleh ya Mas menyentuhmu,". Mas Rangga meminta izin padaku. "Iya Mas,". Aku sedikit gugup menjawab Mas Rangga, bagaimana tidak nanti malam adalah malam pertama bagiku dan mas Rangga setelah kami menikah. Setelah mengganti baju aku memutuskan untuk memasak makan malam. "Mas, aku ke dapur dulu ya mau masak untuk makan malam,". "Iya Dek,". Aku membuka pintu kamar lalu pergi ke dapur, ketika di dapur aku mulai bingung ingin memasak apa malam ini untuk Mas Rangga dan mertuaku. Aku melihat bahan-bahan makanan yang ada di kulkas hanya ada ayam, wortel, kentang dan bunga Kol. "Baiklah aku akan memasak sayur sop saja dan ayam goreng, mudah-mudahan aja Mas Rangga dan Ibu suka,". Aku memulai memasak semua bahan dan menggoreng ayam, sesekali aku mengelap keringat di dahiku yang keluar karena panas. setelah 30 menit kemudian masakanku sudah matang. Aku kemudian membersihkan meja makan dan mencuci semua alat masak. sehabis masak aku lalu pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku. Malam hari setelah aku Shalat magrib bersama Mas Rangga, aku mengajak ibu mertuaku dan mas Rangga untuk makan malam bersama. "Bu, ayo kita makan dulu!". "Memangnya kamu masak apa?". "Masak sayur sop sama ayam goreng Bu,". Kami lalu berjalan bersama menuju meja makan yang sudah aku siapkan. "Dek, masakanmu enak sekali,". Mas Rangga mencicipi dan memuji masakkanku di hadapan ibu, aku tahu mas Rangga sedang membantuku mendapatkan hati ibu. "Seenak apa sih, coba ibu cicip dulu,". Ibu lalu mencicipi sayur sopku, dalam hati aku berharap mertuaku akan menyukai masakkanku. "Enak apanya sayur sop ini rasanya hambar dan juga ayam gorengnya terlalu keras, ibu tidak mau makan,". Ibu langsung meninggalkan meja makan dan kembali ke kamar. Aku memegang dadaku yang terasa sesak menahan air mataku yang hampir tumpah. "Dek yang sabar ya, Maafin sikap ibu,". Lagi-lagi Mas Rangga mencoba menguatkanku. "Iya Mas, aku yakin suatu saat nanti ibu bisa menerimaku,". Aku tersenyum sambil menggenggam tangan Mas Rangga. lalu aku dan Mas Rangga melanjutkan makan malam kami. Sehabis makan aku mencuci piring dan membersihkan meja makan, lalu aku menghampiri Mas Rangga yang sedang menyiapkan berkas untuk di bawa ke kantor besok karena Mas rangga hanya mendapat izin cuti satu hari dari Bosnya. "Mas aku Shalat isya' duluan ya,". Mas Rangga menganggukkan kepalanya, aku kemudian mengambil air wudhu dan Shalat di kamar, aku berdoa semoga Allah membukakan pintu hati mertuaku. Saat aku tengah Shalat, ibu diam-diam pergi ke dapur dan makan masakkanku. "Enak juga masakkan Nisa, tapi aku harus berbohong agar Nisa tidak betah tinggal di sini, aku tidak mau putraku satu-satu mempunyai istri bekas wanita malam,". Ibu mertuaku bertekad untuk mengusirku dari Rumah dan juga dari kehidupan Mas Rangga. Selesai makan ibu cepat-cepat kembali ke kamar lalu berpura-pura tertidur. Aku melipat dan menyimpan mukenaku di dalam lemari setelah Shalat isya', aku duduk di ranjang sambil menunggu Mas Rangga. Jantungku mulai berdegup dengan kencang, aku sangat gugup karena malam ini aku akan menghabiskan malam pertamaku bersama Mas Rangga. "Dek, belum tidur,". Mas Rangga tiba-tiba masuk ke dalam kamar. "Belum Mas,". Aku tersenyum menatap Mas Rangga menutupi kegugupanku. lalu Mas Rangga mendekatiku dan memelukku. "Mas Shalat isya' dulu ya, tunggu Mas,". Bisik Mas Rangga di telingaku lalu ia melepaskan pelukannya. kemudian Mas Rangga pergi mengambil air wudhu lalu Shalat di kamar sedangkan aku menunggu Mas Rangga di ruang keluarga sambil menonton TV. "Dek, ayo ke kamar!". Suara Mas Rangga memanggilku, dengan cepat aku mematikan TV dan kembali ke kamar menemui Mas Rangga. "Mas Rangga sudah siap?". "Siap apa?". Mas Rangga tersenyum menggodaku. "Siap Shalat isya’ nya,". "Ow sudah, Mas kirain siap Itunya,". Mas rangga tersenyum jahil sambil menatapku, aku langsung tersipu malu. Mas Rangga lalu membawaku duduk di atas ranjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD