43. RUANG MEMBINGUNGKAN

1568 Words
Akhirnya ketiga murid Kakek Hamzo, alias Stev Diego Toshiro, Chely Veronia, dan Ricko Hasagi berhasil mengalahkan 3 monster berbahaya di tahap kedua turnamen. Mereka bertiga sempat terluka sedikit, namun tidak masalah. Beberapa kesatria lain juga berhasil menang melawan 3 monster, bahkan ada yang lolos dari tahap itu dengan keberuntungan. Tapi sayangnya, banyak kesatria yang gugur dan dijadikan makanan oleh 3 monster tersebut, sungguh mengenaskan. *** Setelah berhasil melewati tahap kedua turnamen, kini Stev mendapati ruangan khusus yang membuatnya bingung, hal itu karena sepi dan tidak ada tanda-tanda rintangan yang terlihat. Stev mencoba melihat-lihat, terutama mencoba mendekati pintu labirin berikutnya, siapa tahu bisa masuk dengan mudah. Akan tetapi saat mencoba ingin masuk, ternyata tidak bisa. Sepertinya ada medan pelindung yang mengunci rapat-rapat pintu tersebut, pastinya ada syarat agar bisa membuka pintu itu. "Kira-kira apa ya syaratnya? Kenapa sepertinya gak ada sesuatu yang jelas," ucap Stev merasa bingung. Namun sesaat kemudian, Stev terkejut melihat ada lorong lain yang sama saat digunakan untuk masuk ke sini. "Loh, kenapa ada 2 lorong, perasaan aku tadi lewat lorong yang sebelah sana, terus yang satunya untuk apa? Gak mungkin kan aku disuruh lewat ke lorong satunya itu? Sama saja kembali donk," ucap Stev merasa heran. Tapi saat Stev memperhatikan lorong satunya dan mencoba berjalan mendekat, ada kesatria lain yang muncul dari lorong tersebut. Stev dan kesatria itu terkejut karena saling bertemu ... "Ka-kamu ...," ucap Stev dan kesatria itu bersamaan, karena masih terkejut dan merasa bingung. Pada akhirnya peserta lain bisa bertemu, namun sepertinya hanya berdua, karena lorong labirin hanya ada 2 di ruangan tersebut. Mereka sempat ingin mengobrol dan berkenalan, akan tetapi Stev teringat dengan peraturan bahwa dalam turnamen ini tidak boleh saling kerjasama. Hal itu membuat Stev mengurungkan niatnya untuk berkenalan, dan tampaknya kesatria itu juga memahami tingkah Stev, sehingga mereka akan mencari cara tersendiri dalam mengatasi tahap ketiga ini, entah itu apa. Kesatria tersebut memakai senjata tombak berukuran sedang, tombak mempunyai bentuk biasa dan terlihat tidak ada yang spesial, kemungkinan besar hanya tombak biasa. Saat ini Stev dan kesatria bertombak itu saling jaga jarak, agar para panitia turnamen tidak mendeteksi bahwa mereka kerjasama, karena bisa jadi hanya berdekatan saja sudah dianggap kerjasama. "Apa yang harus aku lakukan, kenapa gak ada petunjuk yang jelas. Menyebalkan!" batin Stev sambil melihat-lihat sekitar. Sedangkan kesatria bertombak itu juga merasa bingung, dia mencoba menyentuh dan mengecek dinding di ruangan ini. "Di tahap ketiga ini sungguh membingungkan, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh panitia turnamen ini? Kenapa gak jelas, ini hanya membuang-buang waktu saja!" gumam pelan kesatria bertombak itu. Ternyata bagi semua peserta yang berhasil memasuki tahap ketiga, semuanya mengalami hal yang sama, yaitu masing-masing bertemu dengan kesatria lain yang ikut turnamen ini. Semuanya sama, yaitu terdapat 2 orang kesatria di setiap ruangan. Rupanya ada 8 ruangan di tahap ketiga ini, dengan begitu, berarti ada 16 peserta yang berhasil lolos di tahap kedua dan memasuki tahap ketiga ini. Sungguh mengenaskan, berarti ada banyak kesatria yang gagal dan menjadi makanan bagi 3 monster berbahaya itu. Untung saja ketiga murid Kakek Hamzo berhasil mengalahkan 3 monster itu, tentu saja si Mello juga sudah berada di ruangan tahap ketiga, akan tetapi dia tidak bertemu dengan salah satu murid Kakek Hamzo, alias Stev, Chely, atau pun Ricko. Seandainya bertemu, bisa berbahaya bagi mereka, karena Mello termasuk kesatria hebat, apalagi mempunyai senjata legendaris, yaitu sabit legendaris. Sebenarnya apa maksud dari tahap ketiga turnamen ini? Semuanya masih merasa bingung dan mencoba berpikir. Di tempat lain yang cukup gelap, namun ada cahaya obor api juga, terdapat 3 orang yang sedang duduk dan saling mengobrol. Sepertinya mereka adalah para panitia turnamen ini. "Hmm, jadi hanya ada 16 peseerta yang berhasil sampai di tahap ketiga ini," ucap panitia Fictor sang kolektor. "Benarkah? Terus gimana dengan peserta yang lain?" tanya panitia Venny sang pencinta. "Aku juga penasaran," tambah panitia Gennai sang kesepian. "Entahlah, mungkin mereka merasa takut, bisa juga tersesat atau mungkin menyerah dan sedang mencari jalan keluar dari labirin," jawab panitia Fictor. "Oh, kasihan juga. Meski begitu, cintaku pada semua peserta ini tak akan pudar. Mereka udah mendapatkan cintaku meski hanya kecil, hihihi," ucap panitia Venny. "Uhmm, sebenarnya aku ingin sekali menemani mereka yang tersesat atau ketakutan, aku hanya ingin menghibur mereka agar gak kesepian. Kita bisa saling mengobrol, bercanda ria, atau berpelukan untuk memberi semangat pada mereka," ucap panitia Gennai sambil tersenyum. "Kita akan cek dan bantu mereka jika turnamen ini sudah selesai," kata sang ketua turnamen, alias Fictor sang kolektor. Sepertinya ketiga panitia tidak tahu kalau ada peserta yang tewas dan menjadi korban dalam turnamen ini. Sungguh sulit dipercaya. Tapi kenapa panitia Fictor bisa tahu jumlah peserta hanya tersisa 16 orang? Seperti sebelumnya, ada sesuatu yang bisa mendeteksi keberadaan mereka saat sampai di ruangan khusus, mungkin semacam kekuatan energi kecil, dan sepertinya hanya energi milik panitia Fictor yang ada di ruangan khusus itu, karena panitia Venny dan Gennai tidak tahu jumlah mereka, kecuali bertanya atau mendengarkan ucapan dari sang ketua panitia turnamen, alias Fictor sang kolektor itu. "Hmm, apa para peserta udah paham dengan tahap ketiga turnamen ini? Semoga segera paham, karena ini sangat menarik," batin ketua panitia Fictor. Di ruangan khusus, terlihat Stev dan kesatria itu masih berpikir, namun Stev menyadari sesuatu ... "Apa jangan-jangan aku harus mengalahkan peserta lain, alias rintangan tahap ini adalah satu lawan satu untuk bisa lolos dari tahap ketiga ini?" batin Stev, kemudian melirik kesatria bertombak yang sama-sama di ruangan ini. "Sial, ini sungguh gak baik. Tapi, menurutku hanya itu cara satu-satunya, apalagi kalau bukan," lanjutnya semakin yakin. Tiba-tiba, saat Stev masih merasa ragu dengan kemungkinan ini, si kesatria bertombak menyerang Stev dengan melemparkan tombak miliknya. Hal itu membuat Stev terkejut, untung saja bisa menghindar karena sebelumnya Stev sudah berpikir untuk mengalahkan kesatria itu. "Hey, apa maksudmu menyerang ku tiba-tiba begini?" tanya Stev mencoba berpura-pura. "Hahaha! Gak ada maksud apa-apa," jawab kesatria itu malah tertawa, dia melesat cepat dan mengambil tombak miliknya yang tertancap di dinding labirin ini. "Hah, gak ada maksud apa-apa? Dasar pembohong!" batin Stev. "Gak ada apa-apa, tapi ingin sekali membunuhku! Omong kosong macam apa itu?" ucap Stev merasa kesal. Kesatria itu tersenyum sinis, lalu berkata, "Oke, oke, sorry! Begini saja, kamu menyerah dan biarkan aku membunuh mu! Biarkan aku mendapatkan hadiah yang fantastis itu, hahaha!" "Cihh, sembarangan saja menyuruh aku untuk menyerah! Rugi besar, aku udah sampai di sini. Lagi pula, aku juga membutuhkan hadiah itu," balas Stev tidak terima. "Oh, jadi begitu. Baiklah, kalau begitu mari kita bertarung dan tunjukkan siapa yang berhak mendapatkan hadiah itu." Sang kesatria bertombak memasang wajah serius dan bersiap menghadapi Stev, ternyata dia juga menyadari bahwa satu-satunya cara agar bisa lolos tahap ketiga turnamen ini adalah mengalahkan peserta lain, tentu saja yang sama-sama di satu ruangan tahap ketiga ini. "Huft, jadi dia beneran serius ingin mengalahkan aku. Mau gimana lagi, aku harus melawannya, jika tidak, maka aku bisa mati di sini. Tapi aku yakin, dalam tahap melawan kesatria lain ini, kita gak harus saling membunuh. Cukup mengalahkan saja, sehingga salah 1 dari kita menyerah," batin Stev mencoba membaca keadaan. Pikiran Stev tersebut memang benar, tidak harus membunuh, asalkan ada yang kalah atau menyerah, pasti pintu tahap selanjutnya bisa terbuka, meskipun salah satu ada yang mati akan lebih jelas dan mudah dalam memasuki pintu labirin selanjutnya. Dengan terpaksa Stev harus melawan kesatria bertombak itu, dia bersiap dan memegang pedang legendaris miliknya erat-erat, meski begitu, Stev tidak ingin membunuh kesatria yang menjadi lawannya itu. Tidak lama kemudian, sang kesatria bertombak melesat maju menyerang Stev, tentu saja menggunakan tombak runcing yang kuat, meski hanya senjata biasa. Kesatria itu juga menggunakan kekuatan energi miliknya agar bisa bergerak cepat dalam menyerang Stev. Stev dan kesatria bertombak itu saling menyerang, akan tetapi terlihat Stev lebih sering menghindar dan bertahan. "Clenk! Clenk!" suara benturan pedang legendaris dan tombak terdengar nyaring mengisi ruangan khusus ini. Stev saling beradu senjata dengan kesatria bertombak itu, terlihat Stev mencoba menebas kesatria itu untuk mencoba kekuatan lawan, ternyata lawan mampu menahan serangan Stev dengan tombaknya, sehingga membuat mereka saling menatap serius. Kemudian Stev mencoba ajak bicara ... "Apa kamu serius ingin membunuhku? Seharusnya kita cari solusi lain, agar tidak saling serang begini!" "Hah, apa kamu bodoh? Hanya ini satu-satunya cara. Aku yakin maksud dari tahap ini begitu," balas kesatria bertombak itu dengan tegas. "Aku tau, tapi gak harus saling bunuh juga kan?" balas Stev mencoba menyadarkan. "Kalau begitu, makanya kamu menyerah saja!" Stev hanya terdiam saat lawan berkata begitu, sudah jelas Stev tidak mungkin menyerah, tapi situasi ini sungguh berat baginya, karena harus saling bertarung, dia juga tidak mungkin tega membunuh sang kesatria bertombak. "Ah, masa bodoh. Kamu pasti gak mau menyerah juga kan?" kesal lawan, dia mencoba melompat mundur dan ingin menggunakan teknik untuk menyerang Stev. Melihat itu, Stev bersiap karena menyadari bahwa kesatria bertombak itu akan lebih serius dalam melawan dirinya. Terlihat di ruangan khusus lainnya, semua peserta sudah menyadari bahwa satu-satunya cara melewati tahap ketiga ini harus saling bertarung. Saat ini, semua kesatria saling bertarung merebutkan pintu labirin tahap selanjutnya. Terlihat Chely dan Ricko serius dalam bertarung, tapi mereka tidak saling bertemu, alias Chely dan Ricko bertarung melawan kesatria lain yang bukan murid Kakek Hamzo. Terlihat juga, Mello si pemegang sabit legendaris bertarung melawan kesatria lain di ruangan khususnya. Semua pasti tidak ada yang mau menyerah, apalagi sudah sampai sejauh ini dalam mengikuti turnamen. Akankah mereka saling membunuh satu sama lain? Sungguh situasi yang tidak mudah di tahap ketiga ini. Tapi semoga tidak ada lagi korban yang jatuh, cukup menyerah saja salah 1 dari mereka. TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD