10. RINTANGAN

1882 Words
Stev melewati banyak jalan yang ekstrim, seperti tebing, lembah, dan rawa. Namun dia berhasil melewati itu dengan selamat, meski dengan jantung serasa ingin copot. *** Stev berhasil melewati rawa berbahaya, sungguh hebat sekali dia. Saat ini sedang membersihan lintah yang menyerap darah di kakinya, ada 3 ekor, sungguh menggelikan pastinya. "Uhh, siaal. Pergi kau!" ucapnya merasa kesal sambil membuang lintah dengan pisau milik Khen. "Huhf, capek juga." Stev istirahat sebentar sambil minum. Dia juga harus membersihkan tanah liat bekas rawa di kakinya. Stev membersihkan dengan dedauan dan ranting pohon basah. Setelah bersih dan istirahat sejenak, Stev melanjutkan perjalanan untuk mencari keberadaan gua dan kesatria hebat. Kemungkinan lokasi kesatria hebat bersemayam tidak jauh lagi dari sini, Stev yakin akan hal itu. "Sepertinya jalan yang penuh rintangan masih banyak nanti. Aku harus hati-hati," gumamnya serius. Perjalanan baru sekitar 5 menit, Stev melihat sesuatu yang cukup berbahaya. "Macan?" kagetnya. "Duhh, ada 2 lagi. Mungkin sepasang. Apa mungkin 2 binatang buas itu sedang berjaga di lokasi ini? Gak mungkin ...," lanjutnya menduga-duga. Dengan perlahan Stev mendekat, kali ini harus ektra hati-hati dan jangan sampai terlihat oleh kedua macan itu. "Apa yang harus aku lakukan? Sepertnya gak ada jalan lain." Di antara kedua macan itu memang ada pegunungan yang menuju ke arah lain, namun jalan yang dijaga para binatang itu cukup luas, ada juga pepohonan, semak belukar dan rumput yang bisa digunakan untuk sembunyi. Akan tetapi sepertinya tidak akan semudah itu, karena penglihatan dan pendengaran macan sangatlah baik. Pertama-tama Stev mengendap sambil membungkuk agar badannya tertutupi semak belukar, saat sudah agak dekat dengan macan, dia sembunyi sambil tiarap. "Aku punya ide," pikirnya mendapat sesuatu yang menarik dan bisa dicoba. Stev mengambil sebatang kayu yang kebetulan di dekatnya, batang kayu itu cukup besar. Selanjutnya bersiap-siap melempar batang kayu tersebut kuat-kuat ke arah jauh, namun bisa dilihat kedua macan itu. "3, 2, 1, Hiyaaa!" ucap Stev pelan tapi kuat sambil melempar batang kayu. Kedua macan yang sedang bersantai itu melihat kayu melayang di dekatnya, kedua matanya langsung mengarah pada kayu tersebut, bahkan berdiri dan siap menerkam. Ketika batang kayu hampir jatuh ke tanah, 2 macan itu langsung berlari mengejarnya ... "Sekarang!" ucap stev bersuara pelan, dia berlari sekencang mungkin mumpung 2 macan itu teralihkan oleh batang kayu. Akan tetapi Stev tidak bisa lari jauh-jauh karena sang macan merasa tertipu, dia mencoba menggigit batang kayu dan tentu saja keras serta tidak enak. Setalah itu, kedua macan mencari sesuatu yang mengganggu santainya, oleh sebab itu Stev segera sembunyi, dia memilih pohon yang cukup besar untuk menyembunyikan tubuhnya dari para macan. Kini posisi Stev sudah melewati para macan, namun belum jauh dan masih mudah dikejar macan. Kedua macan itu perlahan mendekat, tapi untungnya tidak mengetahui keberadaan Stev, karena memang sembunyi di balik pohon. Meski begitu, Stev tidak boleh merasa aman dan santai, karena para macan itu sekarang berubah menjadi wasapa, sungguh mengerikan. Jika sampai Stev diterkam kedua macan tersebut, dia akan menjadi santapan yang lezat bagi kedua macan, bahkan akan menjadi rebutan, sungguh tidak sanggup dibayangkan, pasti sangat mengerikan. Yang harus dilakukan Stev, jangan sampai diterkam salah satu macan itu. "Huh, huh. Sungguh mengerikan, taringnya siap mencabik dagingku," ucapnya sambil mengintip kedua macan itu, bahkan semua mata macan fokus mencari sesuatu. Stev ingin melakukan cara yang sama, akan tetapi tidak ada batang pohon yang bisa dilempar, hanya ada batang-batang pohon kecil. "Apa yang harus aku lakukan? Siaal. Jika aku berlama-lama di sini, gak menjamin akan selalu aman. Apalagi bisa membuang waktuku. Aku harus segera bergerak." Stev memperhatikan 2 macan sambil mengintip, dia mencari kesempatan saat para macan itu melihat ke arah lain. Namun agak sulit karena ada 2 macan, jadi saling bergantian dalam melihat sekeliling sambil berjalan pelan. Sesaat kemudian, ada angin bertiup agak kencang. Angin tersebut menjatuhkan ranting pohon lain yang rapuh, untung saja pohon itu jauh dari lokasi Stev, lebih tepatnya kedua macan berada di antara pohon yang digunakan Stev bersembunyi dan pohon yang rantingnya jatuh. Kebetulan kedua macan langsung melihat ke arah ranting yang jatuh, saat itu juga Stev mencari kesempatan. "Lariiiii!" ucapnya malah bereriak saking semangat dan takutnya. Alhasil kedua macan tersebut melihat Stev sedang berlari, namun lumayan karena jarak Stev dan kedua macan cukup jauh. Kedua macan langsung berlari cepat mengejar Stev, sungguh berbahaya. "Noooo! Jangan kejar aku!" teriak Stev berlari secepat mungkin, dia menengok sebentar kedua macan itu sambil berlari. Jelas kecepatan lari Stev lebih lambat dibanding kecepatan lari 2 macan. Mengetahui itu, Stev mencari cara untuk menghindari agar tidak diterkam macan-macan itu. Di sekitarnya ada beberapa pohon, termasuk di depan. Stev mencari salah satu pohon, dan setelah mendapat, dia berlari menuju ke pohon itu dan langsung memanjat. Stev memilih pohon yang agak kecil agar mudah dipanjat. "Noooo!" teriaknya sambil cepat-cepat memanjat, macan sudah dekat dan hampir saja menerkam Stev, bahkan salah 1 macan coba melompat untuk menerkam Stev. Untung saja gagal, namun sangat nyaris karena gigi macan hampir menyentuh kaki Stev yang hanya berjarak 10 centimeter, sungguh mengerikan. Akhirnya Stev berada di atas pohon yang tidak mungkin dijangkau para macan. "Hah, hah, hah. Hampir saja," keluh Stev sambil bernapas kelelahan. "Huaaggrrhhh!" suara macan merasa geram karena gagal menerkam Stev. "Shiiiit! Apa-apaan macan-macan itu, nafsu banget dengan diriku. Hey, apa kalian gak sayang dengan tubuh ganteng begini? Hah?" teriak Stev mencoba ajak bicara 2 macan, sungguh konyol. "Huaagghhrr!" geram para macan lagi, membuat nyali Stev menciut. "Siaal, kedua macan itu benar-benar ingin memakan dagingku. Gimana ini, aku terjebak di sini, duhh." Memang benar, sepertinya Stev terjebak di atas pohon, situasi yang sulit baginya. Apalagi 2 macam tidak mau pergi dan menunggu Stev di bawah, bahkan hanya berputar-putar mengelilingi pohon yang ada Stev. Jika Stev turun, dia langsung disantap oleh kedua macan itu, tapi jika terus di atas pohon, akan membutuhkan waktu dan banyak waktu terbuang sia-sia, sepertinya terlalu lama menunggu malam, bahkan seandainya sudah malam, belum tentu para macan itu mau pergi apalagi tidur. Stev mencoba berpikir untuk bisa lolos dari macan-macan itu, dia tidak boleh membuang banyak waktu. "Hey! Macan-macan, bisakah kalian pergi? Tubuhku ini gak enak, pahit, dan pedas. Ehh, kok pedas sih?" ucapnya mengajak bicara para macan. "Hey! Apa kalian dengar aku?" lanjutnya berteriak. "Huaaghhrrr!" geram para macan, sepertinya bisa mendengar suara Stev, namun seharusnya tidak mengerti perkataan Stev. "Kasihani akulah, belom nikah ini, hiks. Kalian pasti suami istri kan? Enak tuh." Stev mencoba bicara konyol, akan tetapi kali ini kedua macan tidak menggeram, bahkan menatap Stev dengan aneh. Mungkin kah para macan itu paham dengan perkataan Stev dan merasa kasihan? Sepertinya hal itu tidak mungkin. Stev terheran melihat kedua macan terdiam tanpa menggeram lagi. Karena Stev tidak ingin membuang banyak waktu, dia berpikir sesaat untuk mencari jalan keliuar. "Oh iya, aku harus coba ini." Dengan tersenyum, Stev mengambil sesuatu di kantong bekal miliknya. Ternyata mengambil 2 ekor ikan bakar sebelumnya, satu ikan besar dan satunya lagi ikan sedang. Sepertinya Stev berniat memberikan ikan bakar miliknya untuk 2 macan itu, padahal itu adalah makan siangnya, namun masih ada 2 ikan kecil, itu sudah cukup bagi Stev, seandainya memang kurang tidak apa-apa, bisa cari makanan lain seperti buah. "Hey kawan, ini adalah jatah makan siangku. Akan aku berikan untuk kalian, tapi tolong lepaskan aku, jangan makan aku, oke?" pinta Stev berharap macan itu mengerti. Kedua macan menggeram sedikit, entah apa maksudnya, tapi tidak menunjukkan marah. Kemudian Stev melempar ikan yang besar ke salah satu macan, melempar ke belakangnya agak jauh, mendapat itu macan mendekati lalu mencium sebentar, kemudian langsung menggigitnya karena aroma terasa enak, tentu saja enak, karena ikan lezat. Stev melempar ikan yang sedang ke macan satunya, sama agak ke belakang, ikan itu juga langsung dimakan. Stev melempar 2 ikan ke belakang macan agar Stev bisa mempunyai jarak untuk turun. Kedua macan makan ikan bakar dengan nikmat. Melihat itu, Stev tersenyum lalu perlahan higga cepat turun dari pohon. Mengetahui macan masih menikmati ikan bakar, Stev buru-buru kabur dengan cepat agar macan tidak beralih mengejarnya. "Hiyaaa!! Lariii," teriaknya merasa takut. Akan tetapi tidak ada tanda-tanda macan mengejar. Kemudian Stev menengok ke belakang, dia melihat para macan sedang melihatnya sambil mengunyah ikan bakar. Sungguh menarik, kedua macan tidak ingin mengejar Stev, bahkan tampaknya membiarkan Stev kabur, kedua macan itu pasti sedang lapar. Stev terheran melihat itu, lalu memperlambat larinya. "Hah, apa kedua macan itu merasa berterima kasih padaku? Masak sih, sungguh sulit dipercaya," gumamnya hingga akhirnya berhenti berjalan dan melihat kedua macan. "Hay kawan, jadi kalian mengerti perasaan dan kasihan padaku? Makasih banyak ya, muach!" teriak Stev, kemudian melanjutkan perjalanan. Kedua macan itu hanya memandang Stev dari jauh, setelah Stev pergi jauh hingga tidak terlihat lagi, kedua macan itu memilih tiduran dan bersantai di situ, sepertinya kedua macan itu memang mengerti akan perasaan Stev, ditambah Stev sudah memberinya makan meski cuma sedikit, tapi lumayan bagi macan. Perasaan Stev cukup senang karena bisa lolos dari 2 macan sekaligus memberinya sedikit makan. Setelah berjalan beberapa menit dan melakukan beberapa aktivitas, seperti memetik buah jambu dan pepaya untuk ganjal perut, aktivitas lainnya juga dilakuan. Beberapa langkah di depan, dia melihat ada sekumpulan kelinci liar yang pastinya lezat dimakan. "Wow, ada santapan menggiurkan nih. Aku harus menangkapnya untuk makan siang," gumam Stev. Selanjutnya, Stev mengambil panah yang dari tadi belum digunakan untuk memanah, kali ini akan memanfaatkannya dari jarak jauh. Stev mengendap perlahan sambil mendekat, kemudian mengincar salah 1 kelinci yang sedang makan. Stev memfokuskan anak panahnya ... "Fusshh!" suara anak panah melesat cepat dan mengenai kelinci dengan tepat. Kelinci itu langsung terkapar, akan tetapi yang lain kabur dengan cepat. "Yess, kena. Aku butuh satu lagi," ucap Stev bergegas lari mengejar kelinci lainnya. Stev juga berlari sambil mengincar kelinci satunya dengan anak panah. "Fusshh!" Kali ini gagal karena memang sulit membidik kelinci sambil bergerak. "Siaal, gak kena. Apa yang harus aku lakukan?" ucapnya sambil mengejar kelinci tersebut. "Oh, aku akan coba ini," gumam Stev lalu mengambil pisau milik Khen. Setelah itu, Stev mengejar kelinci lebih cepat sambil membawa pisau, dia berniat melempar pisau pada kelinci tersebut. "Hey pisau unik, tolong aku ya!" ucapnya, kemudian melempar pisau kuat-kuat ke arah kelinci. "Slepp!" Pisau gagal mengenai kelinci dan menancap ke tanah, padahal sedikit lagi kena, kelinci berlari ke kiri. "Siaal, gagal!" kesalnya sambil mengibas tangan kanannya ke kiri. Tiba-tiba pisau, melesat ke arah kiri dan langsung mengenai kelinci dengan telak, Stev kaget melihat itu, kenapa bisa, sungguh ajaib. "Hah, apa yang terjadi." Dia langsung berlari mendekati kelinci yang terkapar kena pisau. "Wah, ini keren," ucapnya lalu mencabut pisau dan segera menyembelih kelinci. Stev segera mambawa kelinci menuju kelinci satunya yang terkena anak panah, dia juga segera menyembelih satunya, ternyata belum mati karena hanya terkena kaki belakang, namun tidak bisa kabur lagi. Kini Stev merasa bahagia mendapat 2 binatang lezat untuk disantap. Tapi Stev tidak ingin memanggangnya sekarang, mungkin nanti menjelang sore saja. Saat ini Stev ingin makan 2 sisa ikan bakar tadi pagi, dia istirahat sebentar sambil minum juga. Sepuluh menit kemudian, Stev melanjutkan perjalanan, dia membawa 2 kelinci dengan mengikatnya di ranting pohon, kemudian dipikul. "Wah, udah lama gak makan daging kelinci." Sekitar 5 menit kemudian, dia melihat ada singa jantan sedang tidur di rumput. "Astaga, binatang buas lagi. Aduhh," keluhnya. Karena melihat singa sedang tidur, Stev berjalan pelan untuk melewatinya, berharap tidak bangun. Posisi Stev hanya 5 meter dari singa saat melewati di sampingnya. Ketika itu, ada buah kelapa kecil jatuh hingga mengenai kepalanya. "Aduh! Sakit!" keluhnya agak berteriak, hal itu membuat singa terbangun. "Gawat!" ucap Stev merasa khawatir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD