Sebuah Tamparan

1180 Words
Marwa diam-diam sudah berdiri di depan pintu kamarnya yang dibiarkan terbuka begitu saja. Tanpa disadari oleh sang suami, Marwa mendengar semua percakapan antara sang suami dengan kekasihnya yang notabene adalah sahabat baik Marwa sendiri—Jihan. “Jadi bagaimana, Sayang. Apa asuransi Marwa sudah kamu ambil semua?” ucap Jihan. “Sudah dong … Aku sudah mencairkan semuanya. Lumayan, nilai semuanya hampir dua milyar, hahaha ….” “Wow … Lalu bagaimana dengan tagihan rumah sakit? Apa kamu sudah membayarkannya? Sayang, aku dapat bagian’kan? Kamu tahu, ada sebuah tas yang sangat aku idam-idamkan dari dulu. Aku sudah lama mengincarnya.” “Tas? Tas apa? Berapa harganya?” “Nggak mahal kok. Hanya tujuh puluh lima juta saja.” “Tenang, Sayang … Nanti aku akan belikan untuk kamu. Apa pun yang kamu inginkan, pasti akan aku penuhi. Lagi pula kalau wanita itu mati, asuransi yang akan kita terima pasti lebih besar lagi. Sayangnya wanita pesakitan itu tidak punya anak. Coba saja punya anak, pasti nilai asuransinya bisa berlipat ganda.” “Yang penting kamu nggak melupakan aku,” ucap Jihan seraya memeluk Aldo dengan sangat erat. Marwa tidak tahan mendengar percakapan dua manusia keji itu. Tubuhnya mulai bergetar hebat. Emosinya pun akhirnya meledak. “APA-APAAN KALIAN BERDUA!!” Teriak Marwa dengan suara yang sangat amat bergetar. Ia bahkan tidak mampu menahan ledakan air matanya. Aldo dan Jihan terkejut mendengar suara teriakan Marwa. Mereka berdua langsung menoleh ke sumber suara. “Ma—Marwa ….” Ke duanya sama-sama ternganga. Aldo langsung turun dari ranjang dan segera mengenakan celana panjangnya, sementara Jihan membalut tubuhnya dengan selimut. “KALIAN BERDUA BENAR-BENAR b******n!!” teriak Marwa lagi. Jihan langsung bangkit dari ranjang dan bersimpuh di kaki Marwa. “Marwa, i—ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Kamu salah paham,” lirih Jihan. Ia ketakutan. “Apa katamu, ha? Tidak seperti yang aku bayangkan? Salah paham? Salah paham macam apa seperti ini? Disaat aku berjuang dengan mautku di rumah sakit, kalian berdua malah bermesraan di sini. Kalian berdua malah bercinta di kamarku. Dasar w************n kamu, Jihan.” “Marwa, a—aku … Aku minta maaf. Aku akan jelaskan semuanya, kamu salah paham.” PLAK!!! Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Jihan. Walau tangannya masih lemah, tapi tamparan Marwa cukup keras dan mampu membuat pipi Jihan panas seketika. PLAKKK!!! Untuk ke dua kalinya Marwa menampar Jihan. Kali ini di pipi yang berbeda. “Marwa, ampunn … Apa-apaan kamu, kamu sudah gila. Auuu, sakittt … Kamu ingin membunuhku,” lirih Jihan seraya memegangi rambutnya yang saat ini dijambak hebat oleh Jihan. “Ya, aku akan membunuhmu, w************n! Aku pikir kamu adalah sahabat yang baik, tapi kenyataannya apa? Kamu malah bermain api di belakangku. Parahnya, disaat aku butuh sokongan dari orang-orang terdekat, termasuk kamu!” “Auuu, sakiittt!!” Jihan terus merintih kesakitan. Marwa yang saat ini dikuasai emosi, terus melampiaskan kemarahannya pada sahabatnya itu. “MARWA, HENTIKAN!!” teriak Aldo. Pria yang sudah mengenakan celana panjang itu, langsung melerai Marwa. Ia tarik tubuh Marwa lalu ia banting ke lantai. Aldo langsung memeluk Jihan, menuntun wanita itu berdiri dan menyuruhnya duduk di tepi ranjang. “M—Mas … Mas Aldo … Ka—kamu … Kenapa, Mas? KENAPA!! Kenapa kamu malah membela dia? Kenapa kamu malah membanting aku ke lantai. AKU INI ISTRI KAMU, MAS. AKU!!!” “Heh, kamu pikir pria bodoh mana yang mau hidup dengan wanita pesakitan seperti kamu ini, ha? jangan ngayal kamu.” Aldo berdecis seraya berkacak pinggang. Marwa tidak menyangka kalau suami yang begitu ia cintai itu akan mengatakan hal yang sangat keji menurutnya. Pujian dan kata-kata penuh cinta yang selama ini disampaikan Aldo kepadanya hanyalah fatamorgana belaka. “Marwa, kamu sepatutnya memang mati. Kamu sebaiknya segera menyusul ayah kamu yang bodoh itu, hahaha ….” Aldo tergelak. Sikap Aldo membuat Marwa semakin berang. Wanita itu merapatkan giginya hingga mengeluarkan bunyi gesekan. Ke dua tangannya ia kepal hebat. Marwa sama sekali tidak menyangka jika Aldo akan bersikap seperti itu kepadanya. “Aldo!! Hari ini kamu mungkin bisa tertawa. Tapi nanti aku akan tutup mulutmu dan wanita keji ini. Aku akan pastikan kalau kalian berdua akan dipermalukan. Jangankan hidup tenang, untuk melihat dunia pun kalian tidak akan mampu. Aku akan permalukan kalian berdua. Asal kamu tahu saja, aku sudah merekam semua perkataan kalian tadi, hahaha ….” Marwa tergelak dalam posisi menunduk. Susah payah ia tahan air matanya dan rasa amarah. Bahkan ke dua tangannya masih ia kepal dengan sangat kuat. “Marwa, aku mohon jangan lakukan itu. Aku janji akan memperbaiki semuanya. Aku bahkan tidak akan mengambil sepersen pun uang dari asuransi kamu itu. Tapi aku mohon, jangan permalukan aku, Marwa,” ucap Jihan. Wanita itu berniat mendekati Marwa lagi dan berlutut di kaki Marwa untuk meminta pengampunan, tapi sayangnya Aldo mencegah niat Jihan. Marwa mengangkat kepalanya, “Kamu terus saja melindunginya, Mas. Bagus, kalian berdua memang pasangan yang serasi.” “Berhenti mengoceh, Marwa! Kamu tahu kalau kamu tidak akan pernah bisa mempermalukan aku. Kamu hanya mimpi, hahaha … Jangankan kamu, ayahmu saja bisa mati di tanganku. Kamu lupa apa yang terjadi pada ayahmu, ha? Aku yang sudah mencabut selang oksigen itu. Aku yang melakukannya, ibu dan ayahku juga ikut membantu. Tapi buktinya apa? Aku masih bebas di sini. Bahkan aku pun ikut menikmati asuransinya, hahaha ….” Aldo kembali terkekeh. Mendengar pernyataan Aldo, tubuh Marwa semakin bergetar hebat. Bak gunung api yang sudah penuh dengan lahar, gunung itu siap meledak kapan saja. Begitu juga dengan hati Marwa. Gemuruh yang terjadi di dadanya sudah tidak dapat diungkapkan lagi dengan kata-kata. Baru kali ini Marwa merasakan kemarahan yang teramat sangat. Masih dalam keadaan menunduk dan tangan yang dikepal hebat, “Kalian berdua memang b******n. KALIAN SEMUA b******n!!” teriak Marwa. Ia angkat kepalanya lalu ia tatap Aldo dengan tatapan tajam mematikan. Jihan dan Aldo terperanjat mendengar suara teriakan Marwa yang menggelegar hebat. “Kau dan ke dua orang tuamu sama saja. Ternyata kalian selama ini hanya bersandiwara. Kalian sudah merencanakan kematian ayahku untuk mendapatkan asuransinya. Sekarang, kalian juga merencanakan kematianku. Atau mungkin sudah lama kalian merencanakannya, iya’kan? Tapi sayangnya Tuhan masih baik padaku. Tuhan masih memberiku umur yang panjang.” “Hahaha … Jangan mimpi kamu, Marwa. Dokter bahkan sudah memvonis umurmu tidak akan lama lagi. Paling lama hanya tiga bulan saja, setelah itu kamu akan menyusul ayahmu ke neraka. Tapi kalau aku mau, aku bisa saja mempercepat jalan itu. Dunia sudah lelah melihatmu, dasar manusia tidak berguna!” Lagi-lagi d**a Marwa bergetar hebat. Kata-kata terakhir Aldo sangat menyesak di telinganya. Suami yang selama ini sangat ia cintai, tega menghina dirinya di depan selingkuhannya. Mahwa berdiri dan kembali menatap Aldo dengan tatapan penuh kebencian, “Sekarang kau memang masih tertawa, Aldo. Tapi lihat saja, aku akan buat kau, ibu dan ayahmu mendekam di penjara. KALIAN HARUS MEMBALAS SEMUANYA!! Kalian semua manusia SETAN!!” PLAAKK!! WUSSHHH!! BUGHHHH!!! Sebuah tamparan yang sangat amat keras bersarang di pipi Marwa. Tamparan itu tidak hanya meninggalkan bekas panas di pipinya, tapi juga membuat Marwa tersungkur seketika. Malangnya, kening Marwa membentur sebuah sudut meja hingga ia terkapar di lantai dan bersimbah darah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD