Delusi

1718 Words
Bella Pov. Kewaspadaan sekaligus kesadaranku menajam. Melewati hari yang aneh dengan sedikit pengalaman abstrak perusahaan yang hebat, maka berkonsentrasi adalah hal yang menyulitkan. Terutama pria yang bisa menggetarkan bulu halus wanita hingga yang paling terdalam, ada di depanku. Berdiri dengan sikap anggun, dominan dan berbahaya. Aku berusaha keras untuk tidak mengkhayal kembali tindakanku yang tadi. "Berdirilah di sisiku Bella. Bukankah aku mengatakan kalau menginginkan kau ada dekatku." "Ah, itu---" "Aku tidak suka dibantah." Dia jelas tidak menyukai bantahan, aku bisa tahu karena memang itulah sifat para pengusaha yang berkuasa. Aku pun melangkahkan kakiku dengan berat ke sampingnya. Bertindak hati - hati agar tidak ceroboh dan membuat kesalahan. Berdiri di sisi pria seperti itu tidak akan nyaman bagi gadis yang tidak menghendaki perhatiannya. Lift terbuka, dia dengan ringan masuk ke dalam. Aku mengikutinya kemudian lift turun sampai lobi. Menerima ajakan Mr Blair untuk makan siang bisa diasosiasikan sebagai keberuntungan. Kurasa faktor keberuntungan yang berkaitan dengan pria, yang selalu aku inginkan ---datang di saat yang tidak tepat. Aku tidak membutuhkannya sekarang karena aku ingin fokus bekerja, tapi mereka tidak mendengarkanku. Mr Blair membawaku ke restoran yang bisa aku lihat ia pesan khusus untuk kami berdua. Setelah para pegawainya yang heboh saat kami lewat tadi, sekarang orang - orang di restoran yang melakukan hal serupa. Pertanyaan yang timbul di benakku adalah, kapan dia melakukannya sedangkan kami bertigalah yang bertugas mereservasi atau memesan segala keinginan Mr Blair. Mungkinkah kedua rekanku melakukannya secara sembunyi - sembunyi, tanpa sepengetahuanku. Jika iya maka mereka benar- benar efesien. Mereka bisa melakukan apapun yang diinginkan oleh Mr Blair tanpa kegagalan. Suatu prinsip yang pastinya akan disukai oleh setiap bos. "Apa aku mendapatkan masalah jika makan siang denganmu, Bella? kau sedang menjalin hubungan dengan seseorang atau apa yang dikatakan oleh Cresent itu menandakan jika kau sedang patah hati," tanya Mr Blair yang blak - blakkan. Pria ini bertanya dengan santai, tapi kilatan di matanya sama sekali tidak seperti sikapnya. Ada bara yang panas pada tatapannya yang tajam. Itu membuatku kebingungan mencari kata- kata agar tidak terdengar murahan atau menyinggungnya. Menyinggung bos di hari pertama bukan hal bagus. Tapi merayu bos di hari pertama menghasilkan sesuatu yang terlihat lebih dari kata bagus. Dia bersikap menjadi pemilikku sekarang. "Itu pertanyaan yang tidak biasa disinggung antara bos dan karyawan, Sir," jawabku mengisyaratkan jika apapun statusku itu bukan urusannya. "Aku hanya ingin tahu apakah ada yang menjadi batu sandungan untukku untuk mengikatmu selamanya di sisiku." Ucapannya menarik pengelihatanku yang sejak tadi mengagumi pemandangan luar restoran, ke arahnya. "Ah?" "Lagi pula sikap menghindar mu sangat bertentangan dengan apa yang kau lakukan di ruanganku tadi. Aku hanya ingin komitmen yang aman tanpa ada pihak yang tersakiti, yah walaupun aku akan membuatnya mundur dengan caraku," jelasnya yang semakin menegaskan pria ini bukan orang yang mudah ditolak. Tidak ingin ada yang terluka atau dirugikan, aku menggelengkan kepala. "Tidak ada yang berkomitmen denganku. Aku sudah menyingkirkan satu pria dalam hidupku dan tak ingin menambahnya lagi." Sudut bibir Mr Blair tertarik ke atas, sangat seksi sampai otakku membeku. "Kau tidak sedang melindungi seseorang kan? agar aku tidak menyentuhnya?" Mr Blair memegang bahuku dengan lembut tapi berefek sangat besar. Tubuhku serasa merinding dan berada di dalam naungan predator yang berbahaya. "Ti- Tidak karena apa yang aku ucapkan benar adanya. Aku mengalami kegagalan hubungan yang buruk seminggu sebelum bertemu denganmu." Aku menjelaskan dengan singkat agar tidak ada yang tersakiti. Aku tahu pria ini bisa melakukan apapun. Bella Pov End. Normal Pov. Setelah menjelaskan duduk percintaannya dengan Bryan, Bella kembali kehilangan dirinua sendiri. Tingkah laknat kembali dimulai oleh Bella. Gadis itu mengulangi serangan kegenitan yang tak bisa ia kendalikan. "Mr Blair, bisakah aku duduk di situ?" tanya Bella. Dia menggigit sendoknya sambil melihat pangkuan Blair yang kokoh dan memiliki sesuatu yang keras, yang pernah ia sentuh. Dengan kegenitan yang di luar nalar dia menjamahi tubuh Mr Blair di restoran yang tak ada orang lain selain mereka berdua. "Jangan menggodaku Bella," peringat Blair. Yang justru nampak seperti sebuah undangan untuk Bella agar menjadi lebih gila. Blair memang sedang mengendalikan Bella, tapi kali ini ia mengendalikan Bella dalam mimpi. Bella sama sekali tidak menyadari jika apa yang sedang ia alami saat ini hanyalah sebuah mimpi belaka. Delusi yang sedang dialami oleh Bella akan membuatnya merasa jika semua ini adalah kenyataan. Ketika ia sadar ia akan merasa jika benar- benar merayu Blair. Blair vampire yang memang memiliki sifat seenaknya, dan tanpa kenal takut. Dia bukan pria yang mau menerima kata salah maupun kalah. Apapun yang diinginkan harus terwujud karena kemampuan yang ia miliki mampu membuat apa yang ia inginkan benar-benar terjadi, dan tidak ada siapapun yang bisa menghentikan apa yang sedang dilakukan oleh pria itu. Kekuatannya untuk mengendalikan orang adalah hal yang sangat berbahaya bagi kenyamanan siapapun. Dan tak ada seorangpun mau berurusan dan mencari masalah dengan vampir yang bisa mengendalikan tubuh maupun jiwa seseorang. Bahkan tetua dari klannya Antonius sendiri. Pengendalian Blair juga sering membuatnya lolos dari masalah, seperti yang terjadi pada Jennifer. Blair yang menyadari jika gadis itu sedang membuat keributan di depan pintunya segera mengendalikan Jennifer agar segera pergi dari perusahaannya tanpa membuat keributan. Beruntung gadis itu hanya diusir semata dari perusahaan sebab jika Blair marah maka bisa saja buat membuat gadis itu bunuh diri di perusahaannya. "Mr Blair, kau harus menciumku," ucap Bella. Jiwanya yamg berada di dalam mimpi sangat tidak terkontrol tapi Bella menyukainya. Ia merasa bebas dan lepas. Semua beban yang seolah menghimpitnya selama ini hilang begitu saja. Dia pun merasa sangat lapar dengan pria yang ada di depannya ini. Tanpa menunggu jawaban dari Blair, Bella langsung duduk di pangkuan pria itu, membelai rahangnya, menyusuri suarinya yang sangat lembut. Dia benar - benar tak bisa berkata - kata akan kesempurnaan pria di depannya. "Kau mulai lagi Bella, tapi aku ragu karena sikapmu berubah- ubah. " "Jangan ragu, aku tidak akan berubah lagi. Tolong, cium aku." Serangan kebahagiaan pun datang kala Blair sama sekali tidak menolak dirinya. Selanjutnya Ia pun melakukan langkah selanjutnya yang mana ia menarik dari Blair dan memberikan kembali ciuman panjang dan panas. Cresent menyaksikan apa yang diperbuat oleh Blair pada Bella. Dia tahu di dalam mimpi gadis yang tertidur di meja restoran di depan Blair-- Bella sedang mengalami mimpi yang seolah nyata. Dari dulu Cresent tahu jika sifat Blair memang sangat egois. Seharusnya ia tidak menggunakan kekuatannya pada kekasihnya di masa lalu yang terlahir kembali, sebab sangat tidak adil bagi Bella karena otaknya sedang ditanamkan sebuah memori yang bukan miliknya. Seharusnya Blair berjuang untuk cintanya sebab apapun yang dilakukan oleh Blair nampak seperti pria itu ingin mendapatkan sesuatu tanpa berjuang. *** Malam hari ketika Bella sudah berada di mansionnya. Bella menjadi agak linglung. 'Apakah aku memang memiliki sifat seperti itu?' batin Bella. Sesuai yang diperkirakan oleh Blair maupun Cresent, Bella nampak terkejut dengan ingatan yang ia dapatkan beberapa saat sebelum ia pulang. Kejadian yang ia alami dan ia lakukan di restoran membuatnya tak percaya jika dirinya se- liar itu di depan Blair. Bella ingat jika dirinya sedang merayu layar dengan sebuah tindakan yang seduktif tak terkontrol dan beruntung Blair menghentikan semua tingkah bodohnya. "Apa aku benar - benar gila?'' Bella benar-benar bingung kenapa ia bisa melakukan hal yang memalukan seperti itu. Padahal dia sama sekali bukan tipe wanita perayu yang mudah melemparkan dirinya pada pria meski ia pirang. "Ada apa denganmu, Bella. Kau tidak mendapatkan masalah saat makan bukan? "tanya Trisa. Gadis itu menginap di rumah Bella karena tidak sabar ingin mendengar cerita dari Bella di masa magangnya. Ella menggelengkan kepalanya seolah ia masih tidak percaya dengan apa yang sedang ia alami. "Aku bertemu kembali dengan pria berbahaya dan menawan itu." "Lalu? " Mata Trisa menyala karena sangat antusias. "Dia bosku." Mulut Trisa menganga takjub lalu ia tertawa. "Sunggu kejutan yang menyenangkan." "Aw, aku sangat menyukai hubungan sekretaris tepatnya. Kau bisa memulainya Bella dan aku akan menjadi penggemar dari kisah cintamu. " Bella mendesah karena antusias dari temannya tidak membuatnya lebih baik. Ada banyak kejanggalan yang dan keanehan dalam satu hari ini. "Tidak, ini lebih tidak sebaik yang kau bayangkan Trisa. asal kau tahu jika berada di dekatnya aku selalu kehilangan kontrol dan menyerangnya. " Trisa jelas tidak mengerti apa maksud Bella dengan menyerang. "What, menyerang? menyerang seperti apa? jelaskan dengan spesifik nona," tuntut Trisa. "Aku... menggodanya, merayunya, merabanya, menciumnyabdan itu terjadi begitu saja. Untung saja aku tidak mengajaknya tidur. " "Kau membuatku iri..." celetuk Trisa. Bella memajukan mulutnya karena cemberut dengan ucapan dari Trisa. Demi Tuhan dia saat ini sedang sangat serius tapi temannya malah menganggapnya sedang mendapatkan Jackpot karena berhasil mengrepe - grepe pria tampan dan mapan. Walaupun ia sama sekali tidak keberatan dengan hal itu, namun baginya saat ini bukan waktu yang tepat untuk berhubungan dengan seorang pria. Sekali lagi, misinya saat ini harus mendapatkan kepercayaan dari ayahnya untuk mengolah perusahaan sendiri. Dia juga harus melepaskan image stupid blonde yang sudah tersemat padanya. "Aku serius Trisa. Asal kau tahu tubuhku bergerak sendiri saat melakukan hal itu. Aku bahkan merasa jika tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri...ini pengalaman misterius yang belum pernah aku alami. " "Kurasa kau terlalu bernafsu, " goda Trisa. Bella tahu jika Trisa saat ini tidak bisa diajak bicara karena dia penggemar CEO yang cool dan hot. Bella menebak jika bayangan Trisa adalah sebuah novel romantis yang panas dan menggairahkan. Jadi ia memutuskan untuk melupakan niatnya bercerita pada Trisa semua yang ia rasakan. "Baiklah lupakan tentang diriku. Sekarang katakan bagaimana magangmu?" dari pada Bella menggila karena rekannya yang terus menggoda, ia memutuskan untuk bertanya tentang magang Trisa. Segera Trisa menegakkan tubuhnya dan menatap pada Bella. Bibirnya menyeringai dengan mata yang menyala-nyala. "Tidak ada yang spesial denganku tapi ada dengan mantanmu. " Baiklah, mood Bella anjlok seketika ketika mendengar nama sang mantan disebutkan oleh sahabat baiknya. "Haa, aku sama sekali tidak ingun mendengar tentangnya," desah Bella. Namun Trisa tidak membiarkan Bella menghindari topik yang akan ia ceritakan. "Hei dengar dulu, dia nampak buruk. Pakaian yang tidak disetrika atau dicuci, wajah cekung dan yah sangat kusam. Dia muncul di depan perusahaan seperti pria tak terurus." "Itu bukan urusanku karena aku tidak ingin mendengar apapun tentangnya. Meski aku senang dia mendapatkan apa yang seharusnya. Sungguh aku tidak percaya ia membuatku seolah memaksanya menjadi pacarku. Aku tidak akan memaksa pria yang tidak mencintaiku untuk menjadi pacarku." Trisa sependapat. "Dan dia harus merasakan akibatnya berselingkuh dan memanfaatkanmu." Bella mengangguk. Meski jahat, tapi ia senang mendengar Bryan tidak hidup bahagia setelah semua perlakuan mereka di belakangnya. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD