Tergoda

2146 Words
Gadis hanya mendengkus kesal karena merasa telah terganggu dan disadarkan dari mimpi indahnya, tapi melihat wajah lelaki yang berada di sebelahnya sambil mengernyitkan dahi membuatnya bingung membedakan antara mimpi dan kenyataan. Pasalnya lelaki yang ia mimpikan tadi, bahkan sudah ia impi-impikan selama ini benar-benar duduk di sebelahnya sama persis seperti yang tadi ia mimpikan hanya saja, tidak ada pandangan penuh gairah yang tersorot dari kedua matanya seperti tadi dalam mimpinya. Yang ada malah pandangan penuh rasa heran, lalu menggelengkan kepala sambil membetulkan posisi duduknya. "Eh, em ... enggak-enggak mimpi apa-apa," jawab Gadis gugup, tidak mungkin, 'kan, ia menceritakan pada Nicholas tentang ia yang mimpi b******u dengannya. "Enggak mimpi apa-apa, kok, ngigau-nya begitu!" gerutu Nicholas dengan tatapan tajam, untung tatapan itu tidak ia arahkan pada Gadis kalau tidak hati gadis itu pasti semakin meleleh. "Em ... emang, aku ngigau apa?" tanya Gadis pelan sambil menyembunyikan wajahnya yang memanas dengan menunduk. Gadis agak memundurkan tubuhnya saat tiba-tiba Nicholas mencondongkan tubuh ke arahnya sambil berbisik nyaris menyentuh telinga Gadis dengan bibirnya. "Kamu mendesah sambil menyebut namaku." Fix, saat itu juga Gadis ingin menghilang di telan bumi. "A—aku ... aku ... aku mau tidur lagi." Gadis segera memejamkan matanya dengan posisi tubuh menempel pada kaca mobil, berupaya menjauhi tubuh Nicholas sejauh mungkin. Jangan tanyakan bagaimana malunya dirinya saat ini. Dengan mata terpejam, Gadis sibuk merutuki diri, memalukan sekali bermimpi sampai mendesah dan menyebut nama lelaki di sebelahnya. Tapi salah siapa jika Gadis begitu memujanya seolah ada sebuah daya magis yang tertanam di dalam foto itu membuat Gadis selalu menghayalkan berada dalam pelukannya, tapi sialnya sekarang setelah benar-benar bertemu ia malah mengalami hal memalukan seperti itu, dan lebih parahnya lagi ia tahu jika Nicholas akan dijobdohkan dengan Kakaknya, Gadis tidak rela. Sungguh tidak rela. "Kalau mau tidur tinggal tidur, enggak usah ngintip-ngintip begitu!" Suara serak nan seksi Nicholas terdengar saat untuk ke tiga kalinya Gadis membuka sedikit sebelah matanya, Gadis kembali merasa malu tidak menyangka Nicholas menyadarinya. * Dita Andriyani * Gadis menggeliat saat merasakan mobil yang ditumpanginya berhenti, ia mengedarkan pandangan berusaha melihat di mana mereka sekarang, tidak banyak yang ia lihat selain gelap. "Besok saya harus menjemput Anda jam berapa, Tuan?" Gadis hanya terdiam saat sang sopir bertany dengan begitu sopan pada lelaki yang berada di sebelahnya. "Besok aku tidak ada rencana pergi," jawab Nicholas datar, lalu sang sopir bergegas keluar untuk membukakan pintu dan Nicholas keluar tanpa sepatah kata pun. Gadis celingukan tidak mengerti apa yang akan terjadi kini, bagaimana nasibnya selanjutnya. Tepat pada saat itu pintu di sebelahnya terbuka. "Kamu mau ikut dengan sopirku?" tanya Nicholas datar sambil memegang pintu mobilnya. "Enggak! Aku ikut Mas Ganteng!" Gadis melonjak lalu turun cepat dari mobil. Setelahnya mobil itu menjauh meninggalkan rumah dengan halaman luar itu, halaman luas terbuka tanpa pagar. Gadis mengedarkan pandangan, tempat itu terasa sunyi sejauh mata memandang tidak ada rumah lain membuat suasana semakin mencekam karena kini ia menyadari Nicholas sudah jauh meninggalkannya hingga ia harus berlari kecil mengejarnya. "Mas ganteng kok ninggalin aku, aku takut tau." Gadis menggerutu saat Nicholas tengah membuka kunci pintu. "Bukan aku yang meninggalkanmu tapi kamu yang sibuk dengan lamunanmu!" jawab Nicholas dingin membuat Gadis semakin cemberut lalu memasuki rumah itu tanpa diperintah, tentu saja ia tidak ingin jika Nicholas meninggalkannya di luar. Bisa mati ketakutan dia. Sebuah rumah mungil bergaya klasik dengan lantai parket dan ornamen kayu membuat sesaat Gadis merindukan rumah. Gadis sibuk menyusuri rumah yang tampak sepi dengan pandangannya, lalu menyadari jika Nicholas sedang menatapnya. "Kenapa? Enggak pernah liat rumah bagus?" tanya Nicholas pongah. "Yang benar saja! Rumah Romoku jauh lebih bagus dan besar dari rumah ini, ukuran rumah ini saja lebih kecil dari ruang tamuku!" jawab Gadis, tentu saja hanya dalam hati. "Enggak, rumah ini sepi, Mas ganteng tinggal sendiri?" tanya Gadis berusaha santai. "Aku tidak suka ada orang lain di rumahku, seperti ada seseorang yang mengganggu privasiku!" jawab Nicholas seolah menyindir dirinya. "Terus kenapa Mas ganteng ngajak aku ke sini?" tanya Gadis sambil berjalan agar bisa memasuki rumah itu lebih dalam, tentu ia juga tidak mau jika harus terus berdiri di belakang pintu. "Itu karena tadi kamu memohon-mohon agar aku menolongmu! Bukankah tadi kamu yang mengatakan jika kamu akan melakukan apa saja asal aku menolongmu?" jawab Nicholas sambil memajukan tubuhnya membuat Gadis berjalan mundur dengan kedua mata menatap waspada pada wajah tampan Nicholas, mata tajam kecoklatan, rahang tegas dan hidung mancung. Jangan lupakan bibir nya yang kemerahan membuat naluri Gadis seolah ingin segera melumatnya, tetapi rasa takut dan malu lebih menguasai sanubarinya hingga ia terus mundur dan tanpa diduga tubuhnya sudah menabrak tembok. Nicholas menyeringai dengan kedua tangan bertumpu pada dinding mengunci tubuh Gadis dari kanan dan kiri. "Jadi aku pikir apa salahnya memiliki seorang pembantu di rumah!" sambung Nicholas dengan suara tertahan, lalu mengulum senyum melihat wajah Gadis yang ketakutan. "Pembantu?" tanya Gadis sedikit terkejut, membuat Nicholas melepaskan kungkungannya. "Iya, tentu saja, kamu pikir untuk apa aku membawaku ke rumahku. Untuk membalas budi! Atau kamu mau membalas budi dengan cara yang lain?" tanya Nicholas dengan tatapan m***m mengintimidasi membuat Gadis bergidik ngeri. Gadis itu menggeleng cepat membuat Nicholas sedikit tertawa, tentu saja tawa yang begitu mempesona membuat Gadis semakin mengaguminya, bisa-bisanya dalam suasana seperti ini gadis itu merasakan hatinya meleleh. "Itu kamar kamu, cepat tidur agar besok bisa bangun pagi dan membuat sarapan untukku!" kata Nicholas sambil menunjuk sebuah pintu yang tertutup, Gadis mengangguk patuh. "Oh, iya, jangan lupa mandi. Aku tidak suka wanita bau!" pungkas Nicholas sebelum masuk ke sebuah kamar yang berseberangan dengan kamar yang ia tunjukan untuk Gadis. Sambil tersungut Gadis memasuki kamarnya, ia mengangkat tangan dan mencium ketiaknya sendiri, "iya, bau!" Tetapi karena lelah dan mengantuk yang berpadu sempurna ia lebih memilih tidur. * Dita Andriyani * "Gadis!" pekik Nicholas dari luar kamar Gadis yang pintunya masih tertutup rapat. "Gadis!" "Gadis!" Nicholas menggerutu karena tidak juga mendapat jawaban atas panggilannya, "aku membawanya ke rumah ini untuk menjadi pelayanku, tapi jam segini dia belum bangun!" "Atau jangan-jangan dia kabur? Kalau dia saja bisa kabur dari orang tuanya maka sudah bisa dipastikan kalau dia juga bisa kabur dariku." Nicholas memutar gagang pintu dan mendapati pintu kamar Gadus tidak terkunci, lelaki itu bergegas masuk. Dan .... "Astaga ... Gadis! Kamu masih tidur?" pekik Nicholas saat melihat Gadis masih meringkuk di bawah selimut. Sementara dirinya sudah bangun dari tadi dan sudah melakukan berbagai gerakan olahraga di mini gym yang berada di belakang rumahnya, mendengar pekikan Nicholas, Gadis melonjak dari tidurnya duduk di ranjang dengan jantung yang hampir melompat karena terbangun tiba-tiba mendengar teriakan Nicholas yang berdiri tepat di samping ranjangnya. "Aaaaaa ...." Kini dia yang berteriak melihat Nicholas yang berdiri menatapnya, dengan bertelanjang d**a hanya sebuah celana pendek ketat berwarna biru kontras dengan kulitnya yang putih, kulit putih dengan peluh yang membasahi tubuhnya yang sempurna, d**a bidang, perut kotak-kotak dan lengan kekar. "Kamu! Kamu ngapain aku?" tanya Gadis panik padahal dia juga belum menyadari jika Nicholas menatap bagian atas tubuhnya yang hanya tertutup sebuah bra berwarna hitam. "Maksud kamu apa?" tanya Nicholas mendengar pertanyaan Gadis. "Itu, kamu enggak pake baju di kamarku?," Gadis melihat tubuhnya sendiri dan kembali berteriak, "Aaaaa ... dan aku ... aku enggak pake baju!" Gadis segera menarik selimut yang berantakan untuk menutupi tubuhnya. "Ya mana aku tau! Aku ke sini buat ngebangunin kamu dan kamu sudah seperti itu!" jawab Nicholas kesal. Bola mata Gadis bergoyang seolah mengingat sesuatu lalu menunduk saat ingat semalam ia kegerahan dan melepaskan kemejanya sendiri. "Oh, iya, aku yang buka, abis gerah," jawab Gadus tanpa rasa bersalah. Nicholas mendengkus kesal, "Cepet bikinin aku kopi!" "Iya, tapi Mas ganteng ke luar dulu, aku mau pake baju!" jawab Gadis sewot. "Aku juga udah liat!" gerutu Nicholas sambil melangkah keluar. Setelahnya Gadis memunguti pakaiannya, memakainya dalam diam lalu melangkah keluar. Gadis mengalihkan pandangan saat melihat Nicholas duduk di ruang tengah sambil menonton acara televisi yang menampakkan berita laporan bursa saham, yang sama sekali tidak Gadis ketahui. Dalam diam Gadis merebus air untuk membuat kopi, dia tidak tahu selera Nicholas maka ia memilih untuk meracik kopi sesuai dengan selera Romonya. Di rumahnya sang Romo memang sangat menyukai kopi racikan Gadis, meskipun seorang putri ningrat. Gendis, Gadis dan gandarum terbiasa di dapur, mengukuti berbagai les memasak dan membuat aneka kue dan minuman. Karena menurut mereka sehebat-henatnya seorang wanita tetap saja ia berkewajiban memanjakan suami, mulai dari urusan perut sampai urusan bawah perut. Gadis menaruh kopi yang ia buat di meja yang ada di depan Nicholas. "Gadis, kenapa kamu belum mandi? Bukankah aku sudah bilang aku enggak suka orang bau?" tanya Nicholas membuatnya kesal. "Bagaimana aku mau mandi Mas ganteng, bukankah tadi kamu yang menyuruhku buru-buru membuat kopi?" Gadis menatap Nicholas dengan tatapan mengejek. Nicholas hanya mengangkat satu alisnya, "Mandi sebelum membuat sarapan." Gadis mendengkus lalu menjejakkan kakinya menuju kamar, lalu berhenti saat Nicholas memanggilnya. Ia menoleh dan melihat lelaki itu sudah memasuki kamarnya. "Jangan bilang dia menyuruhku memasuki kamarnya?" Gadis bersenandika. Ia melangkah menuju kamar Nicholas tetapi belum juga masuk lelaki itu sudah keluar dengan membawa baju yang terlipat rapi di tangannya. "Ini, percuma mandi kalau enggak ganti baju. Sementara pake ini dulu sebelum aku beli baju buat kamu," ujar Nicholas, tidak dengan nada galak seperti biasa membuat hati seorang Gadis kembali menghangat. "Terima kasih, Mas ganteng." Gadis meraih baju yang Nicholas berikan. "Gadis," panggil Nicholas lagi membuat Gadis membatalkan langkahnya untuk kedua kali. "Jangan panggil aku begitu, aku merasa aneh. Panggil saja aku Nicho!" Gadis hanya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya. * Dita Andriyani * Nicholas sudah kembali duduk di ruang tengah menonton televisi yang sudah berganti acara, menjadi berita kriminal. Ia sudah berpakaian rapi meski terkesan santai sebuah celana pendek bahan berwarna coklat berpadu kaus berkerah warna putih, ia duduk sambil menyesap kopi yang sudah tidak lagi panas. Nicholas mengerutkan dahinya, "enak juga kopi buatan perempuan itu," gumamnya lalu pikirannya melayang, kembali teringat saat tadi ia membangunkan Gadis di kamarnya sebuah benda yang menggantung indah di tubuh Gadis yang mencuri perhatiannya. Suara kenop kompor yang diputar seseorang membuyarkan lamunannya, dapur rumah itu memang di desain terbuka hingga terlihat langsung dari ruang tengah maupun halaman belakang. Pandangan Nicholas kembali dibuat terpaku melihat Gadis yang hanya mengenakan kaus oblong berwarna hitam yang tadi ia berikan, kaus itu terlihat kebesaran hingga menutup bagian atas paha mulus gadis itu yang tidak mengenakan bawahan. Nicholas tampak mengamati Gadis yang tampak sibuk dengan berbagai macam alat dapur dan bahan makanan dan memang selaku tersedia di dalam kulkas, Nicholas adalah lelaki yang mandiri meskipun seorang bos besar tapi ia sudah terbiasa mengurus semua keperluannya sendiri. Itulah yang memudahkannya walau tinggal sendirian di rumah, karena ia memang tidak pernah nyaman tinggal dengan orang lain, berbeda dengan Gadis entah mengapa Nicholas merasa nyaman bersamanya. Gadis menaruh enam potong sandwich yang yang telah ia buat di atas meja makan, dalam wadah sebuah piring keramik berwarna hitam. "Nich ...." Gadis menggantung panggilannya, merasa aneh karena selama ini dia tidak pernah memanggil orang lain dengan nama mereka tanpa embel-embel, Mas, Kang atau Mbak. Itu yang selalu ia dapat dalam pelajarannya, tata krama. Tetapi kini ia sadar dia telah berada di dunia yang berbeda, bukankah itu yang selama ini ia inginkan? Berada di dunia luar, jauh dari kungkungan keluarga, mengikuti sisi liar jiwanya. Terlebih lagi kini ia telah bisa bersama orang yang dicintainya, setidaknya itulah yang selama ini ia yakini. "Nicho, ayo makan!" Nicholas yang sedang berusaha fokus pada layar televisi menoleh merasa namanya dipanggil. Lelaki itu duduk di kursi terdekat, aroma wangi dari roti isi yang Gadis buat telah menari-nari du hidungnya. "Maaf cuma sempet bikin sandwich, karena aku bangun kesiangan!" ujar Gadis yang berdiri di sebelah Nicholas sambil menuang air putih ke dalam gelas. Jelas saja dia kesiangan bangun, setelah melakukan perjalanan hampir semalaman dan baru bisa berbaring di ranjang setelah jam tiga pagi. Biasanya pun ia bangun bangunkan Mbak Sri setelah semuanya siap, ia tinggal mandi di air hangat bertabur bunga lalu menyantap sarapannya. Sungguh sekarang kehidupannya berbeda, begitu banyak pengorbanan yang telah ia lakukan untuk mengejar Nicholas ke sini, awas saja jika tidak bisa membuat lelaki itu jatuh cinta padanya. "Kamu sengaja mau menggodaku, ya? Bukankah aku tadi memberikanmu celana?" tanya Nicholas sambil melirik paha mulus yang ada di sebelahnya membuat sang pemilik berpindah posisi menjauhinya. "Nicho, celana yang kamu berikan padaku terlalu besar, tentu saja aku tidak bisa memakainya. Kalau aku berniat menggodamu, tentu saja aku tidak akan memakai apa-apa sekarang!" jawab Gadis sambil lalu menggigit sandwichnya. Nicho mendengkus penuh gengsi, "walaupun kamu tidak memakai apa-apa aku tidak mungkin tergoda padamu!" Mandengarnya harga diri Gadis merasa terinjak, ia meletakkan lagi sandwichnya di atas meja. "Oke! Kita lihat saja!" Gadis menarik kaus yang ia kenakan ke atas melemparnya asal hanya menyisakan sepasang underwear berwarna hitam yang membalut bagian inti tubuhnya, Nicholas tampak memelototkan matanya terkejut dengan kenekatan gadis yang kini berdiri lalu berjalan mengitari meja mendekatinya. Wajah Nicholas berubah, namun tetap dengan tatapan tajam pada mata Gadis yang sendu merayu saat perlahan tapi pasti Gadis duduk di pangkuannya, mengalungkan kedua lengannya di leher Nicholas. "Gadis," gumam Nicholas. "Gadis."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD