Sejak pengakuan Reyhan yang mengatakan dia menginginkanku di pesta ulang tahun Ranila, aku semakin gelisah, terlebih lagi aku masih mengingat dengan jelas ciuman yang memabukkan dan menggairahkan itu.
Tiga hari sejak pesta itu berlalu, dan kemarin tante Ramia dan paman Jariz datang ke rumah untuk mengubah rencana pertunangan menjadi pernikahan. Mamaku merasa sangat senang dengan hal itu, dan lagi-lagi aku tidak dapat berkutik.
Sementara itu, Caroline sangat terkejut dengan berita tentangku dan Reyhan Al Jariz. Sekeras apa pun aku berusaha, media akan tahu pada akhirnya dan yang lebih membuatku frustrasi, foto ciumanku bersama Reyhan di pesta waktu itu telah tersebar di media. Semua orang di luar sana sedang membicarakannya, dan aku tidak punya nyali untuk menampakkan wajahku di hadapan publik. Ponselku berdenting pertanda pesan masuk.
From Reyhan
Bersiaplah, lima menit lagi aku sampai kita makan siang di luar.
Setelah membaca pesan itu, aku segera bangkit dari posisi berbaringku dan berjalan dengan lesu ke wall in closet dan memilih pakaian.
"Mau ke mana, sayang?" Mama bertanya saat aku melewati ruang tengah.
"Makan siang dengan Reyhan, " jawabku, mama tersenyum menggodaku.
"Ciiieee yang mulai sukaaa, ya jelas, Reyhan orangnya ganteng," ejek mama yang membuatku berdecak sebal, terdengar klakson mobil dari luar rumah.
"Aku pergi dulu, Mam," pamitku, menghampiri mama, memberinya kecupan singkat di pipi kanannya kemudian sedikit berlari menuju ke halaman depan.
Jantungku kembali berdebar setiap kali aku ingin bertemu dengan pria tampan tetapi dingin itu. Reyhan menunggu sembari bersandar di samping mobilnya yang berhadapan dengan pintu masuk rumahku. Kuberikan senyum ceriaku, kapan dia terlihat jelek?? Apa dia sungguh manusia?? Dia sempurna seperti penggambaran dewa-dewa Yunani.
Reyhan hanya tersenyum sedikit kemudian saat aku menghampirinya, ia mengecup keningku kemudian membukakan pintu mobil untukku, aku tersenyum malu mendapatkan perlakuan manisnya, hatiku meleleh seperti es krim karena perlakuannya itu.
***
Reyhan POV
Dia selalu terlihat manis dan cantik di mataku. Kepolosannya memikatku, aku tidak menyangka bisa bertemu lagi dengannya setelah sekian lama, mungkin dia lupa padaku tetapi tidak denganku. Aku sangat senang ketika mama memutuskan untuk mengubah rencana pertunangan kami menjadi pernikahan, dia akan jadi milikku. Aku tahu dia butuh waktu untuk menyesuaikan diri denganku, dan hal itu bisa dimaklumi.
Saat di dekatnya, aku tidak tahu harus berkata apa selain menatapnya, aku suka menatap senyumnya, wajahnya yang merona ketika dia malu. Dan aku semakin menginginkannya ketika aku merasakan bibir ranumnya. Itu adalah ciuman terdahsyat yang pernah kurasakan selama hidupku, meskipun aku dibuat terkejut karena sepertinya dia tidak ahli dalam berciuman. Aku memikirkan sebuah asumsi kalau itu adalah ciuman pertamanya, tetapi kurasa itu tidak mungkin, berbeda ketika bersama Atika, mantan kekasihku, meskipun sampai saat ini aku masih memikirkannya.
Kami pun sampai di sebuah restoran yang mewah, kulihat wajah takjubnya yang sangat lucu dan polos itu, membuatku ingin tersenyum.
"Kau suka?" tanyaku menginterupsi kekagumannya, dengan salah tingkah ia mengangguk, tersenyum malu dan pipinya bersemu merah, cantik sekali.
Kuraih tangannya yang cukup kecil untuk ukuran tanganku dan menggenggamnya, kami pun masuk ke restoran itu. Saat kami masuk terdengar bisik-bisik halus dari kanan-kiri kami, kurapatkan tubuh Mikaila padaku saat seorang pelayan menyambut kami, kemudian mengantar kami ke meja yang sudah kupesan sebelumnya.
Kulihat Mikaila tampak gugup, terlihat dari caranya memegang buku menu, ia menggenggam kuat pinggiran buku itu dengan posisi terbalik.
"Sayang, bukunya terbalik," bisikku lembut sembari menahan senyumku agar tidak tertawa, gadis ini sangat polos dan menggemaskan. Mikaila pun segera membetulkan posisi buku menu miliknya. Setelah memesan makanan, kembali kutatap Mikaila yang tertunduk.
"Kau pasti tidak nyaman dengan berita yang tersebar tentang kita," tebakku, ia mengangkat wajahnya menatapku dan mengangguk, kuhela napasku dengan berat. Aku adalah salah satu sasaran empuk media karena reputasi yang tidak terbantahkan selama ini, di tambah lagi dengan reputasi Mikaila yang saat ini sedang menanjak sebagai seorang penyanyi wanita yang tengah naik daun.
"Tenanglah, akan kuurus semuanya agar tidak menjadi masalah di kemudian hari," janjiku, kemudian pesanan kami pun datang beberapa menit kemudian.
Ketika kami akan meninggalkan restoran, banyak sekali mata pria yang seolah menelanjangi Mikaila dengan terang-terangan, itu membuatku ingin menghadiahkan bogem mentah ke wajah mereka satu persatu. Ditambah lagi dengan beberapa orang yang menyapanya, mungkin mereka penggemarnya sehingga Mikaila tersenyum ramah dan senyum itu sanggup melelehkan tulang-tulangku.
Terpaksa kami berhenti untuk melayani permintaan penggemarnya untuk berfoto, memeluk bahkan menciumnya. Aku menahan seluruh gejolak emosi melihat gadisku diperlakukan seenaknya seperti boneka.
Tunggu, apa aku baru saja menyebut Mikaila gadisku?? Apa aku salah?? Dia calon istriku.
Bukannya semakin berkurang, orang-orang justru semakin bertambah untuk berfoto bersama Mikaila, akhirnya aku dan tim keamanan restoran pun turun tangan, kelegaan memenuhiku saat kami keluar dari kerumunan dan restoran itu.
"Setelah kita menikah, aku ingin kau berhenti dari dunia Entertainment," tegasku tak ingin dibantah, kulirik Mikaila yang menatapku dengan terkejut.
"Apa??? Tapi...."
"Aku tidak suka dibantah, Mikaila," desisku tajam.
"Tapi aku-"
"Berhenti atau aku sendiri yang akan menghancurkan kariermu," ancamku, kucengkeram kemudi mobil ini untuk menahan gelombang emosi yang sedang bergejolak di dalam diriku. Aku tidak bisa bayangkan setelah kami menikah nantinya, para penggemar sialan itu seenaknya saja memperlakukan istriku, mereka pikir mereka siapa?! Seenaknya saja mencium dan memeluknya, hanya aku yang berhak melakukan itu.
Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam satu sama lain, sampai akhirnya Mikaila memecah keheningan.
"Kita akan ke mana?" tanyanya sedikit panik.
"Ke vila, pesta pernikahan kita akan diadakan di vila milikku," jawabku. Mikaila menurunkan kaca mobil saat kami melewati pemandangan laut, ia tampak cantik dengan rambutnya yang ditiup angin, jangan lupakan senyum di bibir ranumnya yang menggoda itu, aku bisa saja berhenti sejenak untuk menciumnya, tetapi aku harus menahan sikap liar itu.
Tiba di vila, penjaga menyambut kami dengan ramah dan sopan. Mikaila tak hentinya takjub dengan keadaan vila ini.
"Semua ini punyamu??" Dia bertanya seolah tidak percaya, aku mengangguk dan merasa bangga memamerkan milikku, kami pun menuju ke halaman belakang yang akan menjadi tempat diadakannya pesta pernikahan kami.
"Kenapa kau ingin aku berhenti dari dunia Entertainment?" Matanya menatapku dengan penuh tanya, kutarik pinggangnya agar tubuhnya menempel padaku.
"Sebentar lagi, kau akan jadi milikku aku tidak suka jika milikku disentuh orang lain seperti yang penggemar sialanmu itu lakukan," paparku kemudian menciumnya seperti saat di pesta ulang tahun Rani, saat ciumanku berpindah ke leher putih mulusnya, salah satu tanganku meremas payudaranya, Mikaila mencengkeram erat lenganku. Aku seakan kehilangan akal sehatku saat menghirup aroma tubuhnya yang beraroma Jasmine, terdengar suara desahannya yang seksi di telingaku, sehingga melesatkan gairahku dengan cepat.
"Tuan Muda, nyonya besar ingin Anda segera menemuinya di butik nyonya Rani."
Aku berdecak saat penjaga vila menginterupsi kegiatan kami. Kutatap Mikaila yang tertunduk dengan pipi semerah tomat, aku tersenyum kemudian menggandengnya meninggalkan vila menuju ke mobil.
***
Mikaila POV
Kutatap pantulan diriku di cermin yang menampakkan seluruh postur tubuhku mengenakan gaun putih yang indah. Pikiranku masih terbayang dengan ciuman erotis Reyhan saat di vila tadi, entah kenapa aku menikmatinya dan tidak menolaknya, selama ini aku tidak pernah membiarkan tubuhku disentuh oleh pria manapun, tetapi saat dengan Reyhan aku tidak dapat berkutik, dan pesonanya membuatku tenggelam lebih dalam. Siapa yang tidak tertarik dengan pria seperti dirinya? Kuhembuskan napasku melalui hidung dengan sedikit keras.
Saat aku tiba di butik bridal milik Ranila, mamaku dan tante Ramia sudah ada di sana, mereka semua menatapku takjub dengan penampilanku saat ini. Mama dan tante Ramia pun meninggalkan ruang fitting setelah kami menentukan gaun mana yang akan kupakai di hari pernikahanku. Ranila pun membantuku melepas gaun pengantin yang kukenakan saat ini setelah tante Ramia dan mamaku meninggalkan kami berdua.
"Aku tidak ingin melihat tanda merah seperti ini lagi saat kau mengenakan gaun ini di hari pernikahanmu," ketusnya yang membuatku bingung, Ranila memutar matanya kemudian ia membiarkanku melihat di cermin, aku terkejut saat melihat tanda kemerahan di leherku yang begitu kentara karena kulitku yang putih, entah warna apa wajahku saat ini yang jelas saat ini aku sangat malu, kukutuk Reyhan dengan sumpah serapah di dalam benakku. Dia dengan seenaknya menciumku dan menandaiku.
"Akan kuperingatkan Reyhan untuk tidak menerkammu sebelum dia menjadi suamimu, anak itu memang butuh dijinakkan." Ranila tampak kesal, aku tersenyum kikuk menanggapi kekesalannya.
Saat aku dan Ranila keluar dari ruang fitting menemui mama, tante Ramia dan Reyhan, dengan cepat Ranila menghampiri Reyhan kemudian mengajaknya berbicara empat mata di ruang ganti. Aku, mama dan tante Ramia pun segera sibuk memilih aksesoris pernikahan.
***
Reyhan POV
"KAU! APA YANG KAU LAKUKAN PADA MIKAILA??!!" bentak Rani yang membuatku kebingungan dengan sikapnya saat ini.
"Aku?? Melakukan apa??" tanyaku bingung dan tidak mengerti sama sekali, Rani berdecak dan memperlihatkan ekspresi jengkelnya padaku.
"Kau berani menandainya sementara dia belum jadi istrimu!" todong Rani yang membuatku menatapnya tanpa rasa bersalah sama sekali. Rani sangat tahu kebiasaanku, sejak putus dari Atika, aku sering terlihat berkencan dengan wanita yang berbeda, tidak jarang aku melakukan One Night Stand dengan wanita-wanita yang kukencani.
"Dia tidak-"
"Aku tidak peduli dia menolak atau tidak, tetapi awas saja kalau kau sampai menyakitinya kau tidak hanya berurusan denganku tetapi Mama dan juga Dad, apa kau mengerti, Tuan arogan??" Rani menatapku dengan tatapan mengerikannya, aku mengangguk dengan ekspresi takut yang kubuat-buat, rupanya Mikaila berhasil memikat seluruh keluargaku, lihat saja sekarang semua orang membelanya.
Kuhela napasku ketika Rani beranjak meninggalkanku di ruang ganti, aku kembali mengingat cumbuanku pada Mikaila, kusentuh kembali bibirku kemudian mencoba mengingat aroma tubuhnya yang memabukkan dan gundukan kenyalnya yang menggodaku, dia sangat menggoda, bahkan memikirkannya saja membuatku b*******h.
Aku bergegas keluar dari ruang ganti sebelum Rani memergokiku melamun, dia seperti cenayang. Dia bisa menebak apa yang kupikirkan dan itu sungguh menyebalkan, kau seperti tidak punya privasi bahkan di pikiranmu sendiri.
Saat aku keluar dari ruang ganti, mataku tertuju ke arah Mikaila yang saat ini sedang tertawa bersama Rani, gadis itu punya daya tarik sendiri di mataku. Dia selalu menampakkan wajah naturalnya dan penampilannya yang apa adanya, kecuali sikap gugupnya yang selalu dia tunjukkan padaku seperti aku adalah pria pertamanya, tetapi aku rasa tidak mungkin, mengingat dia seorang penyanyi terkenal pasti sederet pria pernah menjadi kekasihnya. Membayangkan hal itu membuatku tidak rela, melihatnya dipeluk dan dicium penggemarnya saja aku seakan ingin berubah menjadi Hulk apalagi harus melihatnya dengan pria lain.
Di saat aku sedang melamunkannya, pandangan kami bertemu dan dia melemparkan senyum yang indah kepadaku sebelum kembali fokus ke majalah yang Rani perlihatkan padanya. Aku ingin senyum itu menjadi milikku selamanya.
***