Berebut.

1335 Words
Swana Pov. Apa jawabanku salah? Kenapa Ford terdiam sedangkan yang lainnya tersenyum. Bahkan para wanita meletakkan telapak tangan di dadanya. "Aw, soo Sweet. " Itulah ucapan yang aku dengar dari para tamu. Apakah memang memilih cincin sesuai warna yang disukai suami adalah tindakan yang manis. Sebenarnya tindakanku bukan untuk membuat Ford terharu. Terus terang, reaksi dari Ford atau tamu adalah bonus, sebab tujuan utamaku memilih berlian berwarna hijau agar Ford nyaman memakai cincin yang menjadi simbol menjauhkan Ford dan kekasihnya. Atau simbol yang memperingatkan para gadis jika Ford ada di posisi taken. Memang tidak mengherankan jika tamu yang hadir merasa tindakan ku manis. Bagi mereka, khususnya para wanita di negeri ini---memilih cincin adalah hak penuh wanita. Itu sesuai dengan persamaan yang dijunjung tinggi di negara ini. Aku yakin bagi mereka, sikapku seolah mengorbankan diri demi Ford. Brandon kembali membuat ulah dengan mengambil tanganku dan meletakkan di dadanya. "Kamu buat aku cemburu, Swana. Ford memang b******n yang beruntung," sindir Brandon. Itu dibalas dengusan jengkel Ford. Ford juga mengambil tanganku dari Brandon lalu mengambil langkah untuk berada di antara aku dan Brandon. 'Apa Ford sedang cemburu? ' Ford orang yang sempurna dalam takaran kriteria seorang pria. Tapi dia memiliki trauman masa kecil yang menjadi monster bawah sadarnya. Dia ingin mengisi masa kecilnya yang hilang untuk pemulihan, dengan cinta seorang ibu. Baginya Cindy adalah yang ia butuhkan karena kemiripan delapan puluh persen fisik dengan Suzy Amatha. Sayangnya Ford justru harus menikahi aku atas perintah Cindy. Jadi apanya yang beruntung? "Kamu terlalu memujiku, Brandon. Tapi aku tetap berterima kasih padamu, " ucapku tulus. Terlepas Brandon hanya menjalankan perintah mbak Betty atau tidak, ucapannya memang menaikkan moodku. Kepercayaan diriku naik berkali-kali lipat. Inilah rollercoaster kehidupan pernikahan dengan Ford. Penuh kejutan yang tidak disangka. Juga tatangan yang menyenangkan. 'Benar, aku bisa menangis nanti. Tapi aku juga nggak mau biarin Cindy ketawa bahagia.' "Baiklah. Pasangkan cincinnya, Ford. Lalu aku bisa mengirim tagihannya ke kantormu. " Ford mengambil cincinnya. Dia meraih tanganku untuk diberikan simbol cinta yang tidak pernah aku impikan sebelumnya. 'Bolehkan aku menangis? Sebab air mata sedang mengancam turun di mataku. ' Yah, aku terharu. Jika dipikir lagi, bagaimana mungkin aku bisa memimpikan memakai cincin bertahta berlian sedangkan seumur hidupku, aku tidak pernah melihat uang lebih dari lima juta. Sekarang aku justru mengenakan benda bernilai lebih dari sepuluh ribu dolar dan mengenakannya di gedung hotel terkenal di Manhattan. Apalagi hal itu disaksikan oleh para tamu terkemuka. Ini tak terkatakan bagiku. "Cincin ini cocok buat kamu, " puji Ford. Suaranya yang tegas dan dalam--- melembut padaku. "Terima kasih. " Aku juga memasangkan pasangan cincin nikah itu. Bentuknya sederhana berwarna perak. Berliannya tidak sebesar yang aku kenakan, tapi tidak mengurangi kemewahannya. Plok. Plok. Tepuk tangan kembali terdengar dari para tamu undangan. Pameran ini sekarang berubah menjadi acara pasang cincin yang terlambat. Tetap saja aku masih mensyukurinya. Lagi pula, Cindy sudah pergi. Rencana pertama sukses besar. . . . Normal Pov. "Aakkh! " Prank. Cindy melempar cermin di depannya untuk melampiaskan rasa marah. Matanya menatap nyalang pada setiap benda yang ia pecahkan, tak lama kemudian benda itu turut pecah mengikuti temannya yang lain. "Sialan kau Swana! " Nafas Cindy naik turun tak terkendali. Bayangan gadis itu tersenyum mengejek ke arahnya membuat Cindy menggila. "Kamu belum menang! Kamu itu cuma alat buatku sama Ford. Jangan berlagak kamu! " Maskara Cindy luntur hingga matanya terlihat mengerikan. Rambut hitam panjangnya yang biasa terlihat seperti air terjun sampai siku, menjadi acak-acakkan. Hilang sudah wajah cantik proporsional khas model international. Kini wajahnya tak lebih seperti wanita psikopat yang haus darah. "Apa-apaan kamu Cindy?" tanya Maggie, manager Cindy yang tiba-tiba masuk ke apartemen Cindy. "Gadis udik itu sudah buat aku kesal. " Cindy mengambil rokok dan menyalahkannya. Tak lama kemudian bulatan asap keluar dari bibir merahnya. "Trus, habis hancurin barang-barangmu kamu merasa lega? " tanya Maggie. "Nggak. Tolong Maggie, jangan berceramah!" sentak Cindy. Maggie agak kesal dengan sikap Cindy yang seenaknya. Jadi dia maju mendekat ke arah Cindy lalu melototinya. "Kamu ingat jika punya profesi model. Kalau paparazi tau tingkahmu kayak gini, gimana? Kamu mau kariermu hancur? " tanya Maggie dengan suara tajam. "Ingat ya, kamu itu model yang bukan dari negara ini. Agensi bisa buang kamu kapanpun kalau kamu nggak bisa jaga imaje. " Nyali Cindy menciut. Baginya menjadi model adalah harta, impian, dan segala-galanya bagi Cindy. Bahkan dia merasa Ford mencintai dirinya juga karena profesi model. "Maggie, aku tau kesalahanku. Maaf, okey. Aku cuma marah hari ini. " Maggie pun melunak. Dia menarik tangan Cindy untuk duduk di sofanya. "Cindy, aku sudah pernah ajarin ke kamu. Jangan pernah mencintai pria. Mereka cuma cinta pada waktu kita masih muda dan mencari gadis lain kalau kita tua. Jadi manfaatkan sebaik-baiknya buat mengeruk harta para pria. " Cindy memang tidak pernah mencintai siapapun selain dirinya sendiri. Jika tidak, mana mungkin dia rela menyuruh kekasihnya dekat dan menikah dengan wanita lain. Dia hanya mau harta Ford untuk menjamin hidupnya tetap bergelimang harta. "Aku tau apa yang harus dilakukan, Maggie. Kamu jangan khawatir. " Maggie menyeringai senang. Dia berdiri dan mengambil Vodka di mini bar milik Cindy. "Itu baru Cindy. Jadi jangan marah-marah lagi. Itu nggak bagus buat kulit. Tuh lihat di cermin, wajahmu mengerikan. " Cindy segera menuju ke tempat rias. Tak lama kemudian jeritan keras terdengar dari sana. "Kyaaa, ini mengerikan. " "Sudah kubilang kalau marah nggak menguntungkan kamu. " Cindy segera membenahi riasannya. Dia adalah wanita cerdas, dalam kesibukan merias wajahnya---Cindy tiba-tiba mendapatkan ide untuk memberi Swana pelajaran. "Tunggu sebentar lagi, Swana. Aku buat kamu nggak bisa tenang besok. Huh, gadis udik sok bermimpi bisa kalahin aku. Lucu banget. " . . . Ford dan Swana sudah kembali ke Upper side. Keheningan melanda mereka berdua, tapi sekali lagi tangan keduanya masih berpegangan erat seolah mendukung satu sama lainnya. 'Aku hampir melewatkan momen menakjubkan dari Swana. Untung saja aku nggak nuruti Cindy malam ini. ' "Kamu mandi duluan ya? Aku mau ke ruang kerja. " Swana mengangguk. Acara pameran itu memang terlewati seperti mimpi tapi membekas. Dia sungguh bahagia dengan semua hal yang terjadi di pameran perhiasan. Terutama dengan kemunculan Brandon. Andai saja tidak ada Brandon, mungkin saja dia saat ini berada di kamar dan menghabiskan waktu menyesali diri. Sementara itu Ford menerima telepon dari Cindy. Kebimbangan kembali melandanya. Akhir-akhir ini dia menjadi sering melupakan Cindy. "Hallo, Cindy. Ada apa? " tanya Ford. Entah mengapa setiap kali Cindy menghubunginya, akan timbul masalah dari rencana gila Cindy. "Enggak, aku cuma dengar kalau kamu habis belikan Swana cincin emerald. " "Ya, aku nggak mungkin nolak tantangan Brandon. Lagi pula emang aneh kalau kami nggak pakai cincin pernikahan. " "Tapi nggak harus emerald, Ford. Pokoknya aku mau cincin itu buat aku." "Cindy, aku sudah belikan cincin itu buat Swana. Nggak lucu kalau kamu yang pakai. " Ford memijit keningnya. Sudah ia duga jika Cindy akan membuat masalah. "Ford, kamu sudah nggak cinta sama aku lagi? " Lagi-lagi Cindy menggunakan alasan itu untuk menekan Ford. Yang mengherankan, Ford selalu takut jika Cindy sudah melemparkan pertanyaan itu. "Omong kosong apa lagi yang kamu bilang. Sudah kubilang aku nggak mungkin berhenti mencintai kamu, Cindy. Harus berapa kali harus aku bilang?!" "Habis kamu nggak mau nuruti aku lagi. Padahal kamu dulu nggak pernah mikir dua kali buat nuruti permintaanku. Hiks hiks. " Lagi-lagi Cindy menggunakan cara ampuhnya yang kedua. Ford selama ini tidak pernah tahan membiarkan Cindy menangis. "Baiklah. Tolong jangan menangis. Kau akan mendapatkan yang kamu minta, Okey? Babe, jangan menangis lagi. " "Ford, terima kasih. Aku mencintaimu. " "Aku juga. " Tut. Ford menutup teleponnya. Dia menghela nafas berkali-kali karena sikap Cindy yang tidak mau mengalah, dan bodohnya Ford selalu takluk dengan segala ucapan Cindy. "Kini aku harus memikirkan cara agar mendapatkaj cincin itu. Ugh... Apa yang harus aku lakukan? " Ford tidak tau jika Swana diam mendengarkan semua pembicaraan Ford dan Cindy. Itu terjadi secara tak sengaja saat Swana hendak kembali untuk menyuruh Ford mandi. 'Dasar serakah. Tapi nggak masalah. Aku justru senang bisa memberikan bekasku ke kamu Cindy. ' Swana diam-diam mundur dari ruang kerja Ford yang sedikit terbuka. Dia kemudian melangkah ke kamar diam-diam seolah tidak terjadi apapun. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD