Memaksa

1517 Words
Setelah bekerja Maureen pulang ke apartemen nya, kesuksesan ia raih selama 12 tahun ini membuatnya bisa memiliki segalanya, segala apa yang ia inginkan, apapun yang ia inginkan bisa ia beli dengan hasil keringatnya sendiri. Sungguh menakjubkan... Sampai di posisinya saat ini, dari Seorang wanita miskin dan tak berpendidikan menjadi wanita kaya dan berpendidikan, walaupun tak kaya amat, bukankah hal yang sangat luar biasa menjadi wanita sukses dan berjalan di jalan ini selama 12 tahun, walaupun dalam kesuksesan yang Maureen miliki tak ada seseorang pun yang menemaninya, kekasih maupun keluarga...ia sendirian.. Hanya ada seorang sahabat Adeline. Suara ponselnya terdengar. _Adeline_ "Hem, Adeline. Ada apa?" "Kamu di mana, Maureen?" "Aku sudah di apartemen." "Aku akan ke sana." "Hem." Maureen mengakhiri telpon lalu memijat pelipis matanya. Tiga puluh menit kemudian, Adeline sudah di apartemen Maureen, mereka menikmati teh pekat bersama, karena menurut Maureen teh pekat persis seperti kehidupannya. Sungguh miris! "Aku kemari mau mengajakmu ke peresmian bisnis baru Yann," ujar Adeline. "Aku tak bisa, Adeline, deadline sebentar lagi, jadi aku sudah pasti sibuk di kantor, tak akan ada waktu untukku bersantai walau sebentar." "Aku ingin mengenalkanmu dengan seseorang, kebetulan Yann mengundangnya dan dia rekan bisnis Yann, aku harap kamu bisa hadir dan berkenalan dengannya, karena pria itu mencari seorang istri," pintah Adeline. "Ya ampun, Adeline, jangan terlalu bersemangat untuk menjodohkanku, aku tak lagi kepikiran untuk menjalin sebuah hubungan apalagi menikah, jangan sampai masalah baru datang." "Maureen, please aku sahabatmu, umur kita sudah tak muda lagi, kita sebentar lagi 31 tahun loh, aku kesepian, pasti kamu juga seperti itu, 'kan?" "Aku serius, Adeline, aku tak lagi kepikiran akan hal itu, dulu mungkin aku masih labil, tapi sekarang aku sudah benar-benar serius akan karirku, aku tak lagi berpikir tentang pernikahan dan ... sejenisnya," ujar Maureen sembari meneguk teh hangat miliknya. "Tapi, Yann mengundangmu, Maureen." "Aku akan bicara pada Yann." "Sisihkan waktumu sebentar saja," paksa Adeline. "Aku tidak bisa, Adeline, kamu kan tau... aku--." "Belum melupakan Arthur?" "Jangan membuatku mengingatnya, Adeline, aku sudah hampir melupakannya dan kamu menyebutkannya lagi," ujar Maureen. "Jika kamu sudah melupakannya seharusnya kamu bangkit donk, kenapa terus menolak permintaanku!?" "Aku bukannya menolak sayang hanya saja aku akan jarang di rumah jika deadline di depan mata, aku sudah bangkit sejak dulu walaupun sebenarnya masih ada trauma yang mendalam untuk menjalin hubungan yang baru." "Traumamu itu akan hilang jika kamu membuka hati, karena melupakan seseorang hanya dengan satu cara agar kamu bisa melupakannya yaitu mencintai pria lain." "Dan ... kamu pikir itu mudah aku lakukan? Mencintai pria lain? Setiap perasaan ada perbedaan masing-masing dan aku bukan tipe wanita yang mencintai pria lain hanya dengan satu kali bertemu." "Tapi setidaknya berusaha lah." "Sejak aku kehilangan jati diriku aku sudah berusaha, Adeline." # Sampai di kantor Maureen langsung duduk di kursi kerjanya menghadap laptop yang sudah menantinya, deadline sebentar lagi, hari itu adalah hari paling sibuk untuk semua tim redaksi. Suara ketukan pintu ruangannya membuyarkan lamunannya. Jescyn masuk kedalam ruangan atasannya itu, lalu berdiri tepat di hadapan Maureen. "Nona, Green Hear mau menemui anda," ucap Jescyn membuat Maureen melotot dan mengingat bahwa ia ternyata sudah membuat janji. "Oh iya, aku sudah buat janji dengannya, biarkan dia masuk." "Baik, Nona." Green lalu masuk kedalam ruangan Maureen berwajah kesal dan tak suka. "Kamu sudah datang, Green?" tanya Maureen berusaha akrab. "Apa ada yang bisa aku bantu, Maureen? Tumben kamu menghubungiku dan sepertinya kita tak seakrab dulu sampai kau memintaku kemari," cuek Green. "Kamu bekerja di perusahaan Agency Jhonson, bukan?" "Iya, ada apa? Dan kamu tahu darimana? Sepertinya aku tau maksud kamu menghubungiku dan kamu sudah tau banyak tentangku." "Duduklah, Green." Maureen lalu menyuruh Green duduk. Mereka pun duduk berhahadapan, Maureen berusaha tak menanggapi bagaimana Green bersikap cuek seperti sekarang. Yang jelas ia memiliki niat lain. "Aku ingin menemui CEO Jhonson untuk membicarakan tentang Lily." "Lily Rose?" "Hem benar, Lily sampai sekarang tidak hadir dalam pemotretan majalah, padahal kami sudah sepakat untuk melakukannya tapi sampai sekarang kabarnya pun tidak ada, sedangkan deadline sebentar lagi, seperti yang aku dengar Lily memiliki masalah dengan CEO Jhonson jadi aku berniat menemui beliau." "Ya ampun Maureen, apa kamu masih keras kepala seperti ini? Dalam hal pekerjaan pun kamu tak bisa mengalah, Lily sudah bukan artis dari peruhaan Jhonson agency lagi, Lily sudah pergi, aku pun tak tau kemana, jangan berusaha mendapatkan apa yang tak bisa kamu dapatkan." "Ayolah, Green, lupakan masa lalu, hal ini benar-benar penting, aku bisa saja mencari artis lain untuk menggantikan Lily, tapi waktunya ini sangat mendesak dan tentu saja agencymu sudah menerima dana di muka," ujar Maureen. "Kamu 'kan bisa melakukan apapun walaupun itu adalah hal yang mustahil, jadi kenapa kamu memintaku?" Maureen menatap tajam ke arah Green, karena menurutnya Green sangat keterlaluan, sudah 12 tahun berlalu tapi tak ada perubahan di sikap Green. # Flashback ON Setelah kehilangan Arthur. Maureen seperti hidup tanpa tujuan, separuh jiwanya telah pergi, kekasihnya pergi dan perasaannya hancur, semuanya hancur berkeping-keping, ia memilih meninggalkan Arthur agar Arthur tak kehilangan apa yang menjadi miliknya karena mencintai seseorang adalah hal yang sungguh tak mudah, berkorban adalah hal yang utama dalam menjalin sebuah hubungan. Green, Adeline juga Willy selalu menemaninya, menemani Maureen yang dalam keadaan sangat kesepian dan patah hati. Sungguh kekuatan dari teman-temannya mampu membuat Maureen menjadi lebih baik. Maureen sedang duduk sendiri di teras sebuah rusun kecil, rumah yang tak layak huni, tapi bagi Maureen semuanya lebih dari cukup, cukup baginya yang hidup sendirian, ia tak sedih kehilangan semua kemewahan yang di berikan Arthur tapi ia sedih kehilangan orang yang sangat ia cintai dan percaya setelah ibunya meninggal dalam keadaan sedang Melacur. "Maureen" panggil seseorang. "Willy? Ada apa Kamu kemari Willy?" Tanya Maureen. Willy lalu duduk di samping Maureen. "Aku mau mengajakmu kesuatu tempat" "Kemana?" "Ikut saja Maureen" ucap Willy menarik lengan Maureen, Maureen pun hanya mengikuti di mana willy akan membawanya, Willy adalah sahabatnya.... menolak pun sudah membuat Maureen tak mampu mengatakannya. Sejam kemudian, sampailah mereka di sebuah pantai, pantai yang indah dan terdengar gemuruh ombak yang benar benar bersuara indah, Maureen menutup matanya menikmati dan menghirup udara pantai yang benar-benar segar, apalagi di pagi hari seperti saat ini. Sungguh mengagumkan. Beberapa saat kemudian, Maureen membuka tutup matanya, setelah puas menghirup udara pantai yang sangat menyegarkan penciumannya. "Terima kasih Wil, pantai ini benar benar indah, aku sangat senang" "Lanjutkanlah hidupmu Maureen, cinta dan semua yang kita miliki tak akan abadi bersama kita, semua akan hilang, jika Arthur menghilang itupun akan terjadi suatu saat nanti, tunjukkan kepada semua orang bahwa kamu tidak rapuh, tapi kamu kuat, kehilangan salah satu apa yang kita miliki lebih baik di bandingkan kehilangan segalanya Maureen, suatu saat kamu akan melupakannya, asalkan lanjutkan hidupmu, tunjukkan kemampuan dan kesuksesan yang bisa kamu raih Maureen, semua belum berakhir dan kamu tidak sendiri" ujar Willy mencoba menguatkan sahabatnya yang kini sedang terdiam mendengarnya. "Kamu benar Willy, aku tak boleh terus seperti ini, aku harus melanjutkan hidupku, aku akan melakukan apapun untuk meraih semua mimpiku" Ujar Maureen penuh keyakinan. "Buanglah segalanya tentang Arthur, pikirkanlah dan fokuslah pada mimpimu saat ini, itu lebih baik untuk mencoba melupakannya Maureen" "Jika kita kehilangan salah satu yang kita miliki itu tak lantas membuat hidup kita berakhir Maureen, di setiap harapan pasti ada jawabannya" sambung Willy. # "Maureen kemana ya? Sejak tadi kita sudah menunggu dan tak muncul juga" Ujar Green. "Mungkin dia keluar sebentar Green, sabarlah" "Tapi aku khawatir sesuatu terjadi padanya" "Ga akan ada apa-apa kok, lagian sebelum kemari aku berbicara padanya" "Aku akan keluar sebentar Adeline" "Mau kemana?" "Membeli sesuatu untuk kita" "Beli cemilan yang banyak ya Green" "Iya iya, siapp" "Beliin keperluan Maureen juga" "Oke" "Beli yang banyak Supaya Willy kemari kalau aku nemanggilnya" kekeh Adeline. "Hahaha, kamu bisa saja Adeline, jangan mulai menggodaku karena itu tak akan mempan" Green lalu turun dari rusun dan beranjak menuju supermarket yang terletak tidak jauh dari rusun. Tapi sesuatu membuatnya berhenti dari langkah kakinya dan dengan mata yang seduh. # Maureen langsung memeluk Willy penuh kehangatan. "Terima kasih Willy, kamu membuatku sadar akan apa yang ku lakukan selama ini, aku tak ingin menunjukkan keterpurukanku pada semua orang, termaksud kalian bertiga, akan kuraih segalanya, akan ku miliki segalanya dan bertekad bahwa aku tak sendiri" Ucap Maureen di dalam pelukan Willy, Maureen pun melepas pelukan itu. Di kejauhan Green melihatnya, derai air mata pun menetes, ia tak menyangka apa yang telah ia lihat, harapannya untuk memiliki Willy hancur karena sahabatnya sendiri terlihat bahagia di dalam Pelukan Willy. "Green, kamu sudah lama?" Tanya Maureen. "Green? Ada apa? Kenapa kamu terlihat sedih?" Tanya Maureen lagi tapi tak satupun jawaban dari Green. "Kamu jahat Maureen, aku melihatmu beberapa hari ini terlalu dekat dengan Willy dan hari ini aku melihat kalian berpelukan sambil tertawa bahagia? Apa aku terlalu berharap kepada Willy? Kenapa aku merasa kamu menusukku dari belakang?" Green tak kuasa menahan derai air matanya. "Kamu salah faham Green, kami hanya__" "Hanya berpelukan?" "Bukankah seorang teman memeluk teman lainnya adalah hal yang wajar? Kenapa kamu mengira sesuatu hal yang tidak mungkin Green?" "Karena Willy menyukaimu Maureen Marins, dia mencintaimu sudah sangat lama sejak kamu belum menjalin sebuah hubungan dengan Arthur" Ucap Green mencoba menjelaskan hal yang sudah Willy pendam selama ini. "Aku tak menyukai ataupun mencintai Willy, Green Hear. Aku menganggap Willy hanya sebatas teman saja, bukankah kita berempat sudah berteman lama? Kenapa kamu jadi tak mempercayaiku? Aku kan sudah mengatakan padamu berulang kali Green" "Tak perlu menjelaskannya lagi Maureen, aku akan pulang" Ucap Green melangkah meninggalkan Maureen yang masih mencoba menjelaskan semuanya pada sahabatnya. "Green kau salah faham, dengarkan aku Green" Teriak Maureen. Maureen memijat pelipis matanya karena Bingung harus bagaimana. Flashback Off . . Maaf , ya, aku belum revisi, jika kalian menemukan sesuatu yang salah, atau typo, kalian bisa memberi komentar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD