Prolog

521 Words
Senyum sinis tercetak dengan jelas ketika Rhea mulai berjalan mendekati seorang pria yang sedang tertunduk tidak berdaya. Kakinya yang dibalut sepatu hak tinggi mengetuk lantai dengan suara yang merdu. Sekalipun tersenyum, Rhea tetap tidak bisa menutupi rasa gugup yang melingkupi dirinya. Ada sesuatu yang salah di sini. Rhea sadar akan hal itu. Tapi, manusia seperti dirinya tidak memiliki pilihan lain. Kenyataan yang ada di depannya, itulah yang harus dia hadapi. Masih dengan tersenyum Rhea mengarahkan sebuah pistol ke arah kepala seorang pria yang selama satu bulan ini menemani dirinya. Pria yang selalu menyentuhnya sepanjang malam. Bayangan mengenai apa saja yang mereka lakukan selama ini berputar di kepala Rhea. Membuat rasa bimbang kembali muncul. Tidak, Darel sudah memiliki segalanya dalam hidupnya. Rhea tidak akan mengorbankan dirinya dan juga anaknya jika dia memilih untuk menyelamatkan Darel. Hari ini memang sama seperti yang sering dia jalani sebelumnya, hanya saja.. berhadapan dengan Darel membuat Rhea merasa lebih kesulitan. Ada perasaan nyata yang disadari dengan jelas oleh Rhea. Hanya saja wanita itu lebih memilih untuk mengabaikannya. Menghembuskan napasnya pelan, Rhea menatap berapa banyak luka yang sudah dia buat. Kepala Darel sudah lama bocor karena Rhea menghantamkan vas bunga ke arahnya. Sudut bibirnya terluka karena tadi Rhea secara tidak sengaja menonjok pipinya. Tangannya menggunakan cincin berlian yang Darel berikan. Mungkin cincin itu yang melukai sudut bibir Darel. “Rhea..” Sekalipun terdengar sangat pelan, Rhea tetap bisa menangkap suara itu. Entah bagaimana, suara Darel selalu bisa Rhea dengar dengan jelas. Rhea meletakkan pistol miliknya. Menatap Darel dengan pandangan bimbang. Jika dia menyelamatkan Darel, kehidupan putrinya akan berada dalam bahaya. Tidak ada yang bisa menjamin apakah Darel mau menerimanya setelah ini. Tapi jantungnya berdegup dengan keras ketika harus menatap keadaan menyedihkan ini. Ada detakan rasa sakit yang terus menghimpit dadanya. “Rhea..” Dengan tangan halusnya Rhea mengangkat kepala Darel. Mencoba melihat bagaimana keadaan pria ini. Tapi air matanya yang justru menetes tanpa bisa dia cegah. Sepanjang 27 tahun hidupnya, baru kali ini dia merasa kesakitan nyata yang membuat napasnya jadi tercekat. “Rhea.. apa yang kamu lakukan?” Pertanyaan itu memang selalu ditanyakan oleh orang yang akan dia bunuh. Mereka selalu bertanya apa yang Rhea lakukan. Hanya saja, bisanya Rhea hanya menjawab dengan santai. Tidak pernah ada rasa sesal sama sekali. Tapi kali ini, Rhea jelas merasakan ada ribuan jarum tak kasat mata yang menusuk jantungnya. Rhea sendiri tidak tahu apa yang dia lakukan.. “Maafkan aku, Darel” Sambil memejamkan matanya Rhea mengambil pistol. Membidik tepat di kepala Darel. Pria itu tidak akan terlalu lama merasakan sakit jika Rhea menembak tepat di kepalanya. Dengan tangan yang bergetar Rhea terus menggumamkan kalimat yang selama ini selalu dia pikirkan. Ini demi putrinya.. Lalu, ketika sebuah suara nyaring terdengar di telinganya. Rhea mulai membuka matanya. Menatap bagaimana darah berlumuran di lantai dan Darel berada di sana. Terbaring tidak sadarkan diri. Selesai.. semuanya selesai dan dia yang jadi pemenangnya. Tapi.. begitu dia akan berbalik, sebuah rasa sakit tidak tertahankan membuat tubuhnya ikut limbung. Rhea terjatuh ke lantai menghadap tepat pada wajah Darel. Melihat bagaimana pria itu berakhir di tangannya sendiri membuat Rhea tidak bisa menahan sesak di dadanya. Hingga pada akhirnya Rhea tersadar. Tidak ada yang menang dalam permainan ini. Bersamaan dengan itu, Rhea menutup matanya perlahan. Merasakan bagaimana rasa sakit itu membuat detak jantungnya berhenti secara perlahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD