Arisan Keluarga

1053 Words
Aroma lezat membangunkan Jemima dari tidur panjangnya. Dia menggeliat dan menyadari dirinya ada di kamarnya di rumah Bunda Ratu. Sejak punya rumah sendiri di salah satu cluster di kota Garut Jemima memang jarang pulang, dia lebih nyaman di rumahnya sendiri terlebih lokasinya dekat dengan kantor. Jemima membalikkan tubuhnya, tetapi seseorang dengan kurang ajar tidur di sampingnya. Lelaki berkulit putih berambut ikal, Jemima merindukan adiknya, Jeremi. Perempuan itu memencet hidung Jeremi, membuat sang adik menjerit kehabisan napas. “Ganggu aja sih, Jem.” Jeremi protes, dia buru-buru merebut selimutnya, lelaki itu tidak tahu harus tidur di mana karena kamarnya ternyata sudah disabotase oleh sepupunya yang datang dari Jakarta. Jemima bangkit dan merapikan rambutnya, kemudian mencari sandal di kolong tempat tidur. Perempuan itu berjalan dan membuka tirai, membiarkan sinar matahari merayap masuk dan mengisi seluruh kamarnya. Seperti kebanyakan orang, bangun tidur hal yang pertama dicari adalah gawai. Jemima ingat belum mengisi daya ponselnya sejak semalam, mungkin sekarang sudah habis baterainya. Setelah diperiksa ternyata masih ada daya meski indikatornya sudah berwarna merah. Sebelum mencolokkan kabel charger, Jemima melihat beberapa notifikasi di sana, kebanyakan dari tim ZonaJemima sisanya promo dan notif dari media sosial. Hingga matanya tertuju kepada salah satu pesan dari Fei. [Kalau ada sisa makanan arisan bungkus, yak. Jam 4 gue jemput.] Jemima tersenyum, Fei itu doyan sama cemilan dan makanan manis, Jemima ingat itu. Apalagi makanan di acara-acara seperti arisan dan undangan, meski jajanan pasar Fei akan sangat marah jika jatahnya ada yang makan. Pintu diketuk saat Jemima hampir masuk ke kamar mandi, dia membuka dulu pintu dan menguap. Bunda Ratu berkacak pinggang melihat kelakuan sepasang anak kembarnya yang masih belum siap-siap padahal acara sebentar lagi dimulai, tinggal menunggu beberapa keluarga yang kini sedang dalam perjalanan. “Jemima mau mandi, Ma, maaf telat kemarin ngedit video sampai malam.” Jemima seakan bisa menebak kekesalan dari raut wajah Bunda Ratu. Wanita berusia 48 tahun itu berjalan menuju tempat tidur, meraih selimut dan berusaha membangunkan Jeremi. Jemima tertawa, lalu dia pergi mandi. Seluruh keluarga besar Maelawati berkumpul di rumah besar Bunda Ratu. Mereka bertukar cerita, yang ABG sibuk selfie dan mengunggahnya di **, sementara yang seumuran Jemima sibuk dengan pasangannya masing-masing. Ada pengantin baru dan sedang hamil muda, ada yang baru tunangan dan berkali-kali pamer kemesraan. Ada juga yang masih pacaran dan sok sibuk menerima telepon. Jemima pilih membantu Bunda Ratu jadi bagian dapur daripada harus mendengar pertanyaan pamungkas yang minim empati dari para saudara. “Buah potonngnya antar ke depan, Jem. Sekalian salim sama Om Yoga dan tante Dena mereka baru datang nanyain kamu, tuh.” Bunda Ratu memberi perintah, seraya menuangkan makanan ke dalam wadah khusus. Jemima mendengkus, Nah tante paling julid datang juga, Jemima tadi sempat senang karena melihat tante Dena tidak ada. “Kalau tante Dena bicara aneh-aneh tolong jangan dilawan, dia emang begitu jangan bikin kisruh.” “Baik, Bunda.” Jemima membawa nampan berisi melon, kiwi, semangka dan buah naga putih untuk di bawa ke depan. Hatinya tidak karuan ketika mendapati kenyataan tante Dena ada di sana. Sudah pasti dia mendapatkan serangan dan dibanding-bandingkan dengan sepupu lain yang sukses mendapatkan pasangan. Ingat di Keluarga Maelawati kesuksesan seorang itu diukur dari gandengan. Seberapa sukses dan banyak uang yang dimiliki tetap tidak ada artinya jika belum memiliki calon pendamping. “Ini yang diomongin baru muncul, ngapain di belakang mulu?” tegur tante Dena. “Jemima bantuin Bunda, Tante, kebetulan bi Kokom pulang karena anaknya kecelakaan tadi subuh, bi Kokom akhirnya pulang.” Semua yang ada bergumam dan kaget dengan kewadaan yang menimpa anaknya bi Kokom, asisten rumah tangga Bunda Ratu yang sudah ikut sejak 10 tahun yang lalu. Keadaan itu cukup membuat Jemima lega pasalnya Tante Dena pun lupa dengan pertanyaan perihal jodoh kepada Jemima. Acara dimulai dengan mengocok arisan, sharing keluarga, nostalgia, hingga jadi ajang pamer anak dan pamer calon mantu. Jemima sesekali mengintip gawainya. Fey mengiriminya pesan sejak satu jam lalu. [Ada makanan apa aja?] [Gue kalo ke situ boleh gak? Laper Cuy!] [Jem, numpang makan, Jem!] [Mima!] [je] [Mi] [Ma] [Dateng aja!] Jemima tersenyum, Fei itu gentong makanan, lambung karet, gak ada kenyangnya, ketika lelaki itu berkata lapar maka sudah tentu dia kelaparan. “Hayooo, chatting sama siapa?” Pertanyaan tante Dena membuat Jemima kaget. Meski Jemima berusaha menyembunyikan gawainya, terlambat, karena tante Dena sempat mengintip isi dari chat Jemima dan Fei. Dengan lancang tante Dena mengumumkan bahwa Jemima punya pacar dan pacarnya akan datang. Gadis-gadis bersorak. Melihat Saudara kembarnya merasa terpojok, Jeremi sedikit marah. Dia pindah tempat duduk di sebelah Jemima. “Lo Okay, Jem?” “Fine!” bisik Jemima. Jeremi melihat gawai Jemima. Ternyata Fei. “Maaf loh tante, Om, Abang, Mbak, yang barusan itu Bang Fei. Jangan bilang pacar-pacar gitu nanti kalau kedengaran sama bang Fei kan gak enak juga.” Jeremi buka suara, Semua bungkam pasalnya Jeremi itu orangnya pendiam, jarang biacara dan tidak terlalu ramah. “Sudah-sudah, yuk mending sekarang makan, Silakan lewat sini,” ajak Bunda Ratu memecah keheningan, dia sedikit melotot dan memberi kode pada anak kembarnya untuk tidak melawan tante Dena. Satu per satu keluarga besar Maelawati berjalan menuju ruang makan, mengambil hidagan makan siang yang sudah disiapkan Bunda Ratu sejak pagi. Seluruh keluarga duduk di lesehan di karpet, Jemima memilih untuk tidak berbaur dengan keluarganya dan menunggu kedatangan Fei di teras rumah. Benar saja, tidak lama berselang motor matic berwarna merah berhenti di depan teras rumah Bunda Ratu. “Jir, gue kira gak banyak orang gini,” ujar Fei setelah melihat mobil dan motor yang terparkir di halaman rumah Bunda Ratu yang luas itu. “Gak apa-apa, kali. Tapi kalau nanti dikira pacar gue lo jangan marah ya, tadi dikiranya gue lagi chatting sama cowok,” curhat Jemima. “Lah emang gue cowok, kan?” tanya Fei. “Cowok gue maksudnya!” ketus Jemima. Fei hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala. Fei menyimpan helmnya di kursi lalu memperbaiki tatanan rambut dengan bercermin melalui layar ponsel. Jemima gemas lalu membantu Fei memperbaiki rambutnya yang sedikit gondrong. “Ikat?” tanya Jemima, Fei mengangguk dan memberikan ikat rambut berwarna hitam yang baru saja dia ambil dari kantong celananya. Jemima membantu Fei mengikat rambut seperti biasanya. Jika sibuk dengan Video editan, Jemima akan main-main dengan rambut Fei dan mengikatnya. Wirda di kantor sudah biasa melihat pemandangan itu. Berbeda dengan saudara-saudara Jemima. Sambil makan, mereka sibuk menggosipkan Jemima dengan Fei yang dikira pacar barunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD