Memoriam V: Nakal

1398 Words
Terjadi lagi. Sudah beberapa hari ini aku selalu muntah tiap bangun tidur. Jauh lebih parah semenjak Mas Hasbi masuk rumah sakit. Mungkin karena aku terlalu lelah sehingga intensitasnya meningkat. Selesai, aku segera keluar dari kamar mandi. Suamiku menatap khawatir.        Tatapan matanya ... bisa kutebak. Ia pasti merasa bersalah karena tak bisa berada di sisiku saat aku merasa kurang enak badan seperti ini. Aku segera tersenyum padanya. Dengan cepat aku mendekat, lalu duduk pada singgasana setiaku -- kursi plastik di dekat brankar.        "Kamu muntah lagi?" tanyanya. Kekhawatiran tersirat jelas dalam nada suaranya.       Aku hanya mengangguk kecil. Toh tak ada gunanya berbohong. Ia sudah tahu faktanya.        "Pasti kamu terlalu capek ngurusin aku. Udah aku bilang, pulang aja, nggak apa - apa. Istirahat! Nggak lucu kalo kamu ikutan sakit juga." Ia malah jadi mengomel. Tak apa - apa, sih. Itu tandanya ia sayang.      "Mas Hasbi nggak mikir sesuatu gitu?" tanyaku.        Ia mengernyit. Sudah kuduga. Ia memang tak peka sama sekali. Harusnya ia bisa menebak sejak gejala - gejala yang sering kualami. Tapi aku maklum, sih. Baru pertama kali. Belum berpengalaman.        Aku meraih telapak tangannya, berhati - hati, tak mau infusnya tertarik dan lepas. Pasti akan sangat sakit jika terjadi. Telapak tangan kokoh Mas Hasbi kubawa untuk menyentuh perut datarku.        Baru lah, suamiku -- calon Bapak yang belum berpengalaman itu -- mulai mengerti dengan arah pembicaraanku. Binar - binar bahagia mulai terlihat dalam rautnya. Aku pun bahagia. Bahagia karena keberadaan calon bayi kami. Juga karena raut bahagia suamiku yang tidak tampak sejak ia kembali terbaring sakit.        "Alhamdulillah!" ungkapnya. "Sejak kapan? Kenapa nggak ngasih tahu dari awal?" Ia bertanya seperti kelebihan energi. Oh, lebih tepatnya mendapat suntikan energi setelah mendengar kabar bahagia. Padahal sebelumnya ia masih sangat lemas. Maklum lah, sudah berhari - hari ia tidak makan dengan benar. Hanya dapat asupan dari infus.        Tahu begini, aku memberitahunya dari kemarin - kemarin. Tapi tak mungkin juga, sih. Mengingat aku sendiri begitu spaneng dengan kondisi suamiku. Aku amat sangat khawatir dengan keadaannya. Sampai - sampai tak sanggup memikirkan hal lain dengan benar. "Aku udah ngerasain gejalanya semingguan ini."       "Hampir bareng sama aku mulai opname berarti?"        Aku mengangguk. "Aku belum tes, sih, Mas. Jadi belum tentu aku beneran isi atau nggak. Tapi kalo lihat tanda - tandanya, kayaknya emang bener."        Mas Hasbi mengangguk antusias. "Ya, kayaknya emang bener." Ia benar - benar senang dan bersemangat. "Habis ini nggak boleh terlalu capek lagi, istirahat yang cukup. Soal aku, nggak perlu terlalu dipusingin. Hasil pemeriksaanku belum keluar juga emang bikin galau. Tapi usahain jangan terlalu dipikirin, ya, Sayang! Kasihan bayi kita. Kalo aku butuh apa - apa, minta tolong sama suster aja. Emang udah tugas mereka rawat pasien." Mas Hasbi mengoceh panjang kali lebar.       Tawaku langsung pecah karenanya. Benar - benar hiburan di sela kepedihan dan kegalauan menunggu hasil pemeriksaannya yang memang belum jelas kabarnya sampai sekarang. "Oke, Mamas!" jawabku akhirnya.       "Mumpung lagi di rumah sakit, nggak usah pakek test pack, lah. Kita langsung ke poli obgyn aja. Lebih terpercaya dan jelas hasilnya."        "Oke - oke," jawabku. "Kapan - kapan kita ke sana."       "Lhoh, kok kapan - kapan?"        "Terus?"       "Ya sekarang, Dara Chubby - ku, Manisku, Cintaku, Sayangku!"        Aku merengut tas setuju. "Mas masih sakit, nggak boleh terlalu banyak gerak. Inget kata Dokter Hanan, Mas Hasbi harus bed rest!"        "Aku udah seminggu lebih bed rest. Sumpah, capek banget, Sayang, cuman rebahan dalam kurun waktu selama itu. Udah, nggak apa - apa. Aku udah ngerasa sehat kok. Kalo Dokter Hanan ngomel, berarti beliau sok tahu. Padahal ini tubuh aku. Aku yang ngerti kondisi tubuh aku sendiri, bukan Dokter Hanan. Soalnya aku yang ngerasain, kan. Kalo aku ngerasa kuat, berarti ya kuat."        "Ngerasa kuat, beda sama kuat beneran, Mamas!" elakku.        "Kamu lebih percaya sama Dokter Hanan ketimbang sama suami kamu sendiri?"        Skak mat! Aku mati kutu. Tak dapat lagi menjawab kata - katanya. Kurasa suamiku memang sudah cukup kuat. Bukti pertama, ia bisa bicara panjang lebar tanpa berkeringat dan ngos - ngosan. Bukti kedua, ia sangat antusias dan menggebu - gebu. Bukti ketiga, ia sama sekali tak terlihat lemas. Dan bukti terakhir, penyakit overdosis pemikiran positifnya telah kembali on. Benar ternyata istilah hati yang gembira adalah obat.        Lagipula aku harus menurut pada suamiku supaya tidak dicap sebagai istri durhaka. Aku segera bangkit dari duduk, menyelinap keluar dengan cepat untuk mengambil kursi roda.       "Sus, boleh minta tolong?" pintaku pada salah satu suster yang stand by.        Suster yang bersangkutan berlari ke arahku dengan tampang khawatir. "Minta tolong apa, Nyonya?"        Aku jadi merasa bersalah telah membuatnya khawatir seperti itu. Aku mengambil alih salah satu kursi roda, lalu memberikan gestur pada suster itu untuk mengikutiku. Ia segera menurut tanpa banyak bicara.       Sampai di dalam, aku segera mengutarakan permintaan tolongku. "Tolong bantu saya nurunin Mas Hasbi!"        Suster itu terlihat terkejut. "T - tapi, Nyonya ... Dokter Hanan ...."       Aku segera menyela ucapannya. "Tentang Dokter Hanan nanti jadi urusan kami. Lagian beliau nggak akan tahu jika nggak ada yang lapor. Tentang CCTV ... ya, itu bisa jadi bukti. Tapi saya yakin Dokter Hanan nggak akan mantengin CCTV," jelasku.        Suster itu terlihat kikuk. Tak bisa membantah lagi permintaan tolongku dan Mas Hasbi. Lihat lah, suamiku terlihat sangat bangga padaku. Ia mengacungkan jempol, sembari tersenyum manis. Oh, tampannya suamiku. Masyaallah!        Mas Hasbi meringis sakit saat aku dan Suster membantunya bangkit dari pembaringan. Aku mulai merasa khawatir. Ini baru akan duduk di atas ranjang. Bagaimana kalau kami sudah menurunkannya dan membantunya duduk di kursi roda?        "Mas nggak apa - apa?" tanyaku.       Mas Hasbi hanya mengangguk. Ia berusaha terlihat baik - baik saja, meski aku tahu ia sedang menahan sakit. Terbukti dengan keringat dingin yang mulai menuruni pelipisnya.        Tapi sekali lagi, suamiku overdosis pemikiran positif.       Dengan susah payah aku dan suster akhirnya berhasil menjalankan misi. Kini Mas Hasbi sudah duduk manis di atas kursi roda, lengkap dengan infus yang tergantung di tiang. Jangan lupakan urinoir bag yang disembunyikan pada bagian dalam kursi. Katanya ia malu jika urinnya dilihat orang - orang.         Aku mengelap keringat yang membanjiri wajah suamiku. Selain agar ia terlihat lebih segar, juga untuk mengulur waktu kepergian kami ke poli obgyn. Supaya ia beradaptasi dalam posisi duduk, hingga sakit perutnya tak terlalu terasa.        "Udah, yuk!" ajaknya.       "Oke." Aku melempar tisu ke dalam tempat sampah.        Suster itu terlihat masih tak rela melepas kepergian kami.        "Makasih atas bantuannya, ya, Sus!" Aku berterima kasih dengan tulus, sekaligus untuk menggoda si Suster yang takut ketahuan.        "Makasih, Suster!" Mas Hasbi malah ikut - ikutan.        Selanjutnya, aku segera mendorong kursi roda suamiku menuju destinasi kami -- poli obgyn.       ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~         Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD