2. [I'm hurts]

2453 Words
Lili melemparkan tasnya asal dan langsung menjatuhkan tubuh ke ranjang. Seragam sekolah masih melekat di tubuhnya. Ia menoleh ke nakas, tangannya terulur untuk mengambil sebuah bingkai foto. Terpampang jelas potret seorang gadis sedang tersenyum lebar di gendongan seorang pemuda tampan. Pemuda itu tersenyum senang sama seperti gadis itu. Perlahan, buliran kaca mulai turun membasahi pipi Lili. Rasa sesak kembali memenuhi dadanya. Tangan Lili terulur menyentuh wajah pemuda itu. Pemuda yang sangat di cintainya. Senyumannya, ia rindu senyumannya. Dulu, bibir merah muda itu selalu tersenyum untuknya, kini bibir itu selalu menyeringai kejam. Mata coklat itu, dulu mata itu selalu menatapnya penuh cinta. Kini mata itu selalu menatapnya tajam dan penuh kebencian. Air mata tak dapat lagi ia bendung. Air matanya turun dengan sangat deras membasahi pipi mulusnya, matanya menatap nanar potret itu. Mengingat segala kenangan manis yang terukir bersama, tapi semuanya sudah berubah. Kenangan manis itu sudah menjadi kelam. Dan kenangan manis itu hanya bisa menjadi kenangan yang Lili harap bisa terulang kembali. Ia memeluk erat bingkai foto yang ia pegang, menekuk lutut dan menyembunyukin wajahnya. Ia ingin menumpahkan segala kerinduan yang ia rasakan melalui tangisnya. Lili hampir putus asa dengan apa yang sedang ia alami saat ini, namun ia berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa semua kesabarannya akan berbuah manis. "Udah dek," ucap salah satu suara dan langsung merampas bingkai foto dari tangan Lili. Lili duduk dan menatap dengan mata sembab. "Abang Iki!" Teriaknya kesal lalu dengan segera menghapus air matanya. Rizki, kakak laki-laki Lili yang sangat menyayanginya. Ia selalu berusaha membuat adiknya tersenyum, walau ia tahu bahwa adik kesayangannya itu menanggung rasa sakit yang tiada tara. "Ngapain sih dek?" Tanya Rizki sambil menaruh bingkai foto itu di nakas. Rizki duduk di sebelah Lili dan menatap Lili yang sedang menggembungkan pipinya kesal. "Lah ngambek," goda Rizki sambil menoel-noel pipi Lili. Lili yang kesal hendak menggigit jari telunjuk Rizki, namun Rizki dengan segera menjauhkan tangannya. Lili yang gagal melampiaskan kekesalannya kepada Rizki, menyilangkan tangan didepan d**a dan membuang muka. "Enak aja lo main gigit. Laper tuh bilang," ucap Rizki membuat Lili mencebikkan bibirnya. "Abang sih ngeselin," Rizki tersenyum kecil lalu mengusap lembut kepala Lili, membuat pertahanan Lili runtuh. Ia langsung berhambur ke pelukan Rizki dan menumpahkan air matanya di d**a bidang Rizki. "Dek. Lo nggak capek ngejar dia terus? Kalau dia aja sudah masa bodoh sama lo. Mending lo berhenti Dek," ucap Rizki yang semakin membuat Lili terisak. "Ini semua salah Lili Bang," Rizki mengelus kepala Lili lembut. Membuat Lili selalu merasa nyaman dan juga aman. "Emangnya lo salah apa?" "Gue udah ninggalin dia gitu aja tanpa alasan dan nggak ngabarin, ini salah gue bang." jawab Lili sambil terisak. Rizki melonggarkan pelukannya, menangkup wajah Lili lalu menatapnya lekat. "Dek dengerin Abang. Ini semua bukan salah lo, lo pergi karena ada alasannya. Dan Zaki bodoh, karena nggak mau dengerin penjelasan lo." ucap Rizki sambil menatap lekat Adik kesayangannya itu. Lili menunduk, ia tidak tahu harus berbuat apa. Manjauhi Zaki, atau tetap mengejar Zaki? "Lo udah minum obat?" Tanya Rizki, membuyarkan lamunan Lili. Lili menatap Rizki dan tersenyum lebar. Rizki yang tahu arti senyuman itu, menggelengkan kepala lalu mengacak rambut Lili. Ia membuka laci nakas Lili dan mengeluarkan obat-obatan yang sudah menemani Lili selama ini. Rizki menatap segala obat-obatan yang sedang dia pegang. Sejujurnya, ia sangat benci saat melihat Lili meminum obat setiap hari dan selalu mendengar keluhan Lili bahwa lidahnya mati rasa. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena hanya dengan obat itu adik tersayangnya bisa bertahan sampai sejauh ini. "Nih minum," ucap Rizki seraya menyodorkan obat dan segelas air putih. Lili melihat berbagai macam obat itu jengah, bosan karena terus meminumnya.   "Dek. Lo harus minum. Nanti kalau makin parah gimana?" Rizki mencoba membujuk Lili agar mau meminum obatnya. Sebenarnya Rizki juga tidak tega melihat Adiknya menderita. Jika ia bisa menggantikan posisi Lili, pasti sudah ia lakukan. Lili menghembuskan napas panjang. Lalu dengan setengah hati, ia meminum obat itu. Rizki tersenyum pedih saat melihat semua obat itu sudah masuk ke dalam tubuh Lili. Rizki mengambil gelas air putih dari Lili dan menaruhnya di nakas. "Bang, gue kapan sembuh?" Pertanyaan Lili itu membuat hati Rizki tercabik-cabik. Rizki menatap Lili dengan pandangan yang sulit diartikan. "Lo pasti sembuh Dek. Gue selalu ada buat lo, inget itu." ucap Rizki mencoba menguatkan Lili, padahal dirinya juga tidak bisa saat melihat Adiknya harus berjuang sendiri. "Bang, Lili capek," ucap Lili dengan pandangan memelas. Rizki membeku, segala bayangan buruk muncul di benaknya. Namun ia menggelengkan kepala mencoba mengusir bayangan buruk itu, ia harus selalu berpikir positif. Rizki menoleh ke arah Lili, ia mengelus puncak kepala Lili lalu mengecup dahinya. "Lo tidur aja, tapi jangan lama-lama ya tidurnya." ucap Rizki yang dibalas Lili dengan anggukan. Lili merebahkan tubuhnya lalu memejamkan mata. Sedangkan Rizki menatap sendu adiknya, ia menarik selimut untuk menyelimuti Lili, lalu melangkah keluar. Lili terbangun, sebenarnya ia belum tidur. Entah karena sebab apa ia menangis. Buliran air mata sebening kaca itu jatuh membuat bantal Lili basah. Ia terisak pelan. "Lili capek," gumamnya. Cobaan ini membuat Lili lelah, sangat lelah. Tidak ada yang mau di posisinya, begitu juga Lili. Tapi apa salahnya sampai Tuhan menghukumnya sangat berat? Semua pertanyaan dan pernyataan yang muncul di kepalanya membuat ia ingin mengakhiri semuanya. Tapi ada satu hal yang menjadi alasannya bertahan sampai kini. Zaki, ia akan menjelaskan semuanya kepada Zaki. Menjelaskan mengapa dirinya harus pergi tanpa alasan, menjelaskan hal yang sedang ia alami. Dan menjelaskan, bahwa ia masih sangat mencintai Zaki. Lili menghapus air matanya kasar dan langsung mengambil ponselnya. Ia memandangi wallpaper ponselnya yang menampakkan dirinya dan Zaki sedang memasang ekspresi konyol. Lili tersenyum tipis, ia rindu kenangan dan masa-masa indahnya bersama Zaki. ZakiIzza                                                                                                                                                                             Zaki                                                                                                                                                     Kamu udah makan? Jantung Lili berdetak lebih cepat saat muncul tanda read. Tapi harapannya musnah seketika saat tidak ada balasan sama sekali dari Zaki. Ia menghembuskan napas perlahan. "Sudah biasa." gumamnya Lili memang selalu mengirim pesan kepada Zaki. Entah itu bercerita, mengingatkan Zaki untuk makan, atau sebagaianya. Meskipun Zaki hanya membacanya tanpa membalas. Tapi hal itu tetap membuat Lili senang, setidaknya Zaki masih peduli dengannya dengan membaca pesannya. Lili keluar dari kolom percakapannya dengan Zaki lalu membuka kolom percakapan dengan Yola. Yola Permata Li! Li! Li! Li!                                                                                                                                                                     Spam lu anjir! Gitu napa di bales.                                                                                                                                    Apaan sih? Ganggu gue tidur aja! Tidur sambil main hp?                                                                                                                                                     Orang sakti mah beda. Lili keluar dari kolom percakapannya dengan Yola, mendesah kecewa saat tidak ada balasan dari Zaki. Ia mengetik pesan lagi kepada Zaki. ZakiIzza                                                                                          Kalau belum makan cepet makan ya. Nanti kamu sakit.                                                                                                                                         Jangan main terus, istirahat.                                                                                                                 Istirahar ya Zaki. Love you and miss you :) Lili mematikan ponselnya, lalu memejamkan mata saat kantuk dari efek obat sudah bereaksi. ---- Zaki menatap datar layar ponselnya yang manampilkan chat dari Lili. Ia menghembuskan napas perlahan, lalu membuka galeri dan menatap foto Lili. "Lo masih cinta sama Lili," ucap sebuah suara. Zaki menoleh ke belakang dan mendengus kesal. Orang itu menepuk pundak Zaki lalu duduk di sebelah Zaki. "Lo mau bikin Lili tersiksa cuma gara-gara dia ngilang gitu aja? Dan bodohnya lo nggak mau denger penjelasannya?" tanya orang itu yang tak lain adalah Bima, sahabat Zaki. "Dia ninggalin gue gitu aja tanpa kabar, seakan-akan gue itu sampah." jawab Zaki penuh dengan  amarah. Emosinya selalu saja tidak stabil jika membicarakan gadis itu. Setiap kali mengingat peristiwa itu, Zaki seolah kehilangan akal sehatnya. Ia benar-benar terluka akan sikap Lili yang seperti tidak menganggapnya ada dan tidak mempercayainya. "Lo nyakitin Lili bro, lo selalu permaluin Lili di depan umum. Dan coba lo pikir, buat apa Lili masih bertahan setelah semua perlakuan lo kalau bukan karena dia emang bener-bener sayang sama lo? Buat apa?" Tanya Bima yang membuat Zaki diam membisu. "Kalau lo emang benci sama Lili, lepasin dia. Gue tau lo jadian sama Yola." ucap Bima yang membuat Zaki terkejut. "Lo-" "Lo mau hancurin persahabatan mereka?" Tanya Bima memotong ucapan Zaki. Zaki yang merasa terpojok menggeram marah dan langsung berdiri. "Gue cuma pingin bikin Lili menderita, dan Yola. Gue cuma mau nunjukin ke Lili kalau Yola gak pantes buat jadi sahabat cewek sebaik Lili!" Zaki mengepalkan tangannya penuh amarah sampai urat nadinya terlihat. Tak bisa lagi menahan amarahnya, ia akhirnya melampiaskannya kepada tiang besi yang ada disampingnya. Meninjunya keras, sehingga membuat tangganya memar. Bima berdiri dan balik menatap Zaki. "Lo bilang Lili cewek baik? Terus kenapa lo nyakitin Lili? Dan lo bilang Yola gak pantes buat sahabat Lili? Lo ngaca Zak. Lo yang buat Yola berhianat, itu karena lo menjerat dia sama wajah lo," Zaki mengusap wajahnya gusar lalu mengacak rambutnya frustasi. "Di sini yang salah itu lo, lo nggak nyadar Zak? Sampai kapan lo bohongin diri lo sendiri. Lo masih sayang sama Lili, itu kenyataannya." Cerca Bima. Zaki yang tidak tahu lagi harus berkata apa, segera melangkah pergi. Zaki tau ia memang salah, sangat salah. Ia masih mencintai Lili, tapi kemarahan mengalahkan cintanya. Ia hanya ingin membuat Lili merasakan, betapa menyiksanya ia saat Lili meninggalkannya pergi begitu saja. Bahkan tanpa meninggalkan sepucuk surat. Zaki tau pasti Lili menyembunyikan sesuatu, dan hal itu semakin membuat Zaki marah. Zaki selalu membagi keluh kesahnya kepada Lili. Tapi Lili, malah memendam penderitaannya sendiri dan menyembunyikannya dari Zaki. Membuat Zaki bertanya-tanya, sebenarnya Lili menganggapnya apa? Apa Lili hanya menganggapnya pelarian semata? Mengapa Lili enggan membagi rahasianya kepada Zaki? Semua pertanyaan itu membuat Zaki semakin marah juga kecewa kepada Lili. Dan keputusannya untuk membuat Lili menderita, semakin bulat. Ia menaiki motornya dan melajukannya dengan kecepatan di atas rata-rata membelah jalanan malam kota Jakarta yang padat. Ia berhenti di taman kota, karena malam hari, tempat itu jadi sepi. Beda dengan saat siang atau pagi hari, taman itu akan dipenuhi anak-anak bahkan orang dewasa. Zaki duduk di salah satu ayunan dan menatap ponselnya kosong, ia menoleh ke samping yang terdapat ayunan kosong. Melihat ayunan itu membuat ia teringat kepada Lili. Taman itu adalah taman yang sering mereka kunjungi bersama. Ia menengadahkan kepalanya ke atas dan memejamkan mata. Pikirannya melayang jauh di masa-masa indahnya bersama Lili. Satu tahun lalu.   "Zaki dorong lagi," ucap Lili sambil tertawa. Zaki yang berada di belakang sedang mendorong ayunan. Lili tersenyum lebar saat merasakan dirinya seolah tengah terbang. Zaki yang melihat senyum Lili, segera menambah kecepatan dorongannya membuat Lili memekik kesenangan. Lili meluruskan badannya dan memejamkan mata. Rambut hitamnya berterbangan, bahkan rambutnya menutupi sebagaian wajahnya. Membayangkan bahwa ia sedang ada di atas langit, terbang di antara awan yang menggumpal seperti ranjang yang empuk, dan terbang di antara burung-burung. "Zaki, Lili terbang." ucap Lili girang. Zaki tersenyum dan mendorong lagi ayunan Lili. Tapi setelah itu ia langsung memberhentikan ayunan Lili membuat dahi Lili berkerut. Masih dengan posisi yang sama, Lili membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat adalah wajah Zaki. Zaki tersenyum manis membuat Lili juga ikut tersenyum. Ia menjauhkan wajahnya dari wajah Lili, lalu mengitari ayunan. Lili sontak segera membenarkan letak duduknya. Zaki berjongkok di depan Lili dan mensejajarkan posisi mereka, menatap Lili dengan senyum manis yang mampu membuat siapa saja kelimpungan melihat senyumnya. Lili menunduk menatap Zaki, mereka saling bertatapan. Entah apa yang mereka lakukan, mereka hanya diam sambil bertatapan. Tapi mereka menikmatinya, karena hal itu mungkin yang akan dirindukan oleh Lili. "Ngapain sih?" Tanya Lili malu-malu membuat Zaki terkekeh. Zaki berdiri, lalu menunduk menatap Lili. "Mau terbang lagi?" Tanyanya dengan senyum kecil menggoda Lili. Lili tersenyum lalu bangkit berdiri. "Nggak ah, mual." Jawab Lili. Zaki mengangkat satu alisnya kala mendengar jawaban Lili. "Mual? Jangan-jangan," goda Zaki membuat Lili membelalakkan mata keget. "Ih bukan gitu. Maksudnya tuh, aduh apaan sih." Lili salah tingkah membuat Zaki tertawa lepas. Lili yang sadar jika dirinya dikerjai oleh Zaki menggembungkan pipinya kesal. "Aduh, kamu tuh lucu banget sih," ucap Zaki gemas lalu mencubit pipi Lili. Lili hanya melirik Zaki sekilas, lalu berbalik membelakangi Zaki. "Ngambek?" Bisik Zaki tepat di telinga Lili, membuat gadis itu merinding karena hembusan nafas hangat Zaki di kulitnya. "Makan mie ayam yuk." Ajak Zaki yang langsung membuat Lili berbalik, menatap Zaki dengan pandangan berbinar. "Ayuk!" Ucap Lili bersemangat. Zaki terkekeh, mengacak rambut Lili gemas, lalu membenarkan rambut Lili menjadi rapi kembali. "Mie ayam mulu, nanti gendut lo." Ucap Zaki dengan senyum manis, senyum yang selalu menjadi favorite Lili. "Emang kalau aku gendut kamu mau ninggalin aku?" Tanya Lili kesal. Zaki meletakkan tangannya di bawah dagu seolah berpikir, membuat Lili melipat tangannya di depan d**a dan menatap Zaki kesal. "Enggak lah sayang," ucap Zaki lalu menarik Lili ke dalam pelukannya. Lili tersenyum dan membalas pelukan Zaki. Zaki juga ikut tersenyum dan mengecup pucak kepala Lili. Gadis mungil itu, selalu berhasil memporak porandakan hatinya. Hanya gadis mungil itu, yang mampu membuatnya seperti bayi besar yang selalu ingin dimanja. Hanya Lili. Zaki membuka mata dan mengehembuskan napas beratnya, ia menengadahkan kepalanya ke atas lalu menatap bulan. Bersinar terang, seperti wajah Lili yang sedang tersenyum manis, membuat Zaki tersenyum tipis. Tapi mengingat satu hal, membuat senyum tipis Zaki menghilang. Ia menunduk dan mengepalkan tangannya kesal. "Kenapa kamu pergi gitu aja Lili? Kenapa?" lirih Zaki, seolah orang yang ingin diajaknya bicara ada di depannya. "Kenapa Lili!" Teriak Zaki memilukan. Zaki adalah orang yang keras kepala dan juga pemarah. Tapi sekali ia jatuh cinta, cintanya adalah tulus dan dia tidak mudah untuk melupakan. Tapi kepergian Lili yang tanpa alasan membuat Zaki marah dan kecewa. Zaki telah mencari Lili kemana-mana tapi Lili hilang bagaikan di telan bumi. Zaki bagaikan kembali jatuh dilubang paling gelap. Karena selama ini, hanya Lili yang mampu menerangi hidupnya yang kelam. Saat melihat Lili, ingin sekali Zaki menarik tubuh mungil itu kedalam dekapannya, menghirup aroma shamponya. Tapi lagi-lagi bayangan Lili yang meninggalkannya begitu saja lewat di benak Zaki membuat amarah memenuhi dirinya. Kepergian Lili menorehkan luka yang dalam bagi Zaki. Bagi Zaki, Lili adalah jiwanya. Lalu kepergian Lili membuat jiwa Zaki kosong dan kemarahan memenuhinya. Yang Zaki tau saat ini adalah, membuat Lili merasakan hal yang sama seperti yang dirasakannya dulu. Drtt...drtt...drtt.... Dering ponselnya membuat lamunannya buyar, ia melihat layar ponselnya dan terdapat Line dari Yola. Ia menatap datar layar ponselnya. Yola Permata Zak! Zaki sempat terkejut, bagaimana Yola bisa tau id Linenya? Karena setahu Zaki, yang memiliki kontaknya hanyalah teman basketnya dan juga, Lili.                                                                                                                             Siapa yang ngasih lo id lien gue? Itu, gue...                                                                                                                                                                  Jawab cepet! Zak. Gue ini pacar lo. Jadi gue berhak dong punya kontak lo.                                                                                                                                                Lo masih inget sama Lili? Mau lo apa sih Zak? Lo mau ngehancurin persahabatn gue sama Lili iya?! Gue nggak pernah hancurin persahabatan lo sama Lili. Tapi lo sendiri yang hancurin persahabatan kalian. Gue nggak nyangka sama lo Zak. Zaki menatap datar ponselnya dan langsung memasukkan kembali ke dalam saku jaket, berjalan meninggalkan taman itu. Ia bingung dengan dirinya sendiri, ia bimbang harus mengikuti kata hati atau logikanya. Zaki seolah terperangkap di labirin yang begitu besar dan sukar untuk menemukan jalan keluar. Tapi ia membiarkan semuanya agar berlalu seperti air, karena pikirannya sedang kacau dan ia tidak ingin memikirkan apapun lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD