Bagian 2

3213 Words
Pagi tiba Lukas bangun lebih dulu, dia melihat ke sampingnya dan menemukan Yuna yang masih tidur. Tapi tidak lama Yuna juga  bangun. Mereka saling menatap untuk beberapa detik. Yuna mengalihkan pandangannya lebih dulu. Lukas berdehem canggung.   “Jadi yang ini yang pertama untuk mu?” Itu pernyataan bukan pertanyaan. Yuna memalingkan mukanya menutupi rona merah yang muncul di pipinya. “ ini yang pertama untuk mu, dan aku pria beruntung yang mendapatkannya. Berapa yang kau minta sebagai bayaran mu?” Yuna sontak memandang ke arah Lukas. “Aku tidak minta di bayar.” “Jadi kau memberikannya gratis?” Untuk pertama kalinya Lukas menemui wanita yang tidak ingin di bayar, terlebih wanita itu masih perawan. Yuna mengernyit tidak suka mendengar kata-kata pria itu. Sambil melilitkan selimut, Yuna menggapai tas miliknya di atas nakas di samping kepala ranjang. Dia mengeluarkan dompetnya lalu mengambil lima lembar seratus ribuan. “aku yang membayar mu” Mengambil salah satu tangan pria itu dan meletakan uang tadi ditangan Lukas. Lukas sontak melotot, what lima ratus ribu . bukannya Lukas mau dibayar, tapi serius apa dia semurah itu? Lukas berdiri, beruntung dia sudah mengenakan boxernya sebelum tidur malam tadi. Dia  mengambil celana bahan nya yang teronggok di kaki ranjang. Meraba kantong celana dan mengeluarkan dompet miliknya. Lukas menarik selembar cek dan menggabungkan uang yang dari Yuna tadi lalu menaruhnya di tangan kanan Yuna. “kau bisa mengisi cek’nya, berapa pun yang kamu mau." Tanpa memperhatikan apa yang dilakukan Yuna dia memakai celananya tadi, mengambil kemejanya yang sudah kusut dan memakainya. “tunggu!" Yuna menaruh uang di tangan Lukas setelah menambahkan beberapa lembar seratus ribuan, lagi. Lukas tidak terima, egonya sebagai laki-laki yang tampan dan kaya raya terusik. Mengeluarkan dompetnya tadi dari kantung celananya. Mengeluarkan uang cash sebanyak dua juta , dan memberikannya pada Yuna beserta uang cash dan selembar cek tadi. Lalu melemparkan senyum sinis pada wanita itu. Yuna mengeluarkan seluruh uang yang ada di dompetnya. Lalu memberikannya pada pria itu. Lalu balas tersenyum sinis. Lukas tidak mau kalah dia juga mengeluarkan seluruh uang cashnya dan memberikannya pada Yuna. Yuna membuka tasnya dan mencari uang tersisa dan dia hannya menemmukan uang receh. Lukas melotot tajam, jangan pikir wanita itu memberikan uang receh padanya. Yuna hendak mengembalikan uang ke tangan Lukas, tapi pria itu langsung bergegas keluar dari kamar hotel meninggalkannya. Yuna menghentakkan kakinya kesal, dasar pria itu, gumamnya. Yuna keluar dari kamar hotel setelah mandi. Dia memasuki lift dan turun ke lobby ia melangkah dengan pelan masih merasa tidak nyaman pada bagian intimnya. Lift berdenting lalu Yuna pun keluar. Yuna menyipitkan matanya, bukankah itu Lukas. Pria itu duduk di sofa yang disediakan pihak hotel untuk tamu. Yuna tersenyum licik, apalagi dia melihat taksi yang dia pesan tadi sudah menunggu di depan. Dia merogoh tas dan mengeluarkan uang tadi, menysihkan dua lembar seratus ribu untuk membayar argo taksinya nanti. Sedikit berlari untuk menghampiri pria itu, lalu setelah sudah berada di dekat pria itu, Yuna melemparkan uang tadi dan bergegas pergi meninggalkan pria itu. Saat sudah mencapai pintu dia berbalik. “aku membayarmu,” Teriak Yuna lalu memeletkan lidahnya mengejek pria itu. Saat Lukas akan mengerjar Yuna, wanita itu sudah masuk ke dalam taksi dan pergi meninggalkan hotel. Lukas melihat uang yang ada di tangannya lalu mengeraskan rahangnya marah. Berjanji dalam hati akan mencari wanita itu dan akan membalasnya. “Pak.” “Apa!” Lukas membentak supirnya yang baru sampai. Lukas kesal dan marah, kenapa supir sialan itu begitu lama? “maaf pak, tadi ada sedikit masalah di jalan saat hendak kesini”  Pria itu menunduk takut. Lukas berjalan melewati supir itu dan langsung masuk ke mobil. Tanpa menunggu perintah lagi si supir bergegas memasuki mobil dan mengemudikannya meninggalkan hotel. Lukas berniat mengunjungi kediaman orangtuanya hari ini tapi sebelum itu dia mampir dulu ke apartemen mandi dan berganti pakaian. Dia menekan bel rumah orangtuanya. Tak lama pintu di buka dan muncullah ibunya. “Hai mom,” Sapanya sambil mengangkat salah satu tangannya. Ibunya hannya tersenyum, dan melihat ke belakang Lukas. “Kamu hanya sendiri?” Tanya ibunya. “ya..” Lukas menjawab bingung. “Mana calon menantu mama?” “Nggak ada ma."  Bugh pintu di langsung tutup tepat di depan muka Lukas. “Mama kan sudah pernah bilang jangan datang ke rumah mama tanpa membawa calon menantu” Teriak ibu Lukas dari dalam rumah. “Siapa yang datang, kenapa mama berteriak gitu?” Papa Lukas datang datang dari arah dapur. Mendengar suara papanya Lukas yakin akan di bukakan pintu. Pasalnya sudah hampir empat bulan Lukas tidak mengunjungi orangtuanya. Papanya juga yang meneleponnya kemarin mengakatan kalau mereka merindukannya. Dan Lukas juga merindukan orangtuanya. Tak lama pintu kembali di buka, kali ini papanya yang muncul. Papanya melihat kebelakangnya seperti mencari sesuatu. “Pa,” lukas belum sempat melanjutkan kata-katanya pintu itu sudah langsung ditutup. Beruntung tidak mengenai wajahnya. “mama benar ternyata dia datang sendiri” Lukas menggaruk kepalanya bingung. Sebelum ini orangtuanya tidak terlalu mempermasalahkan soal calon menantu yang mereka inginkan, memang ibunya pernah mengatakan, kalau dia harus membawa calon menantu jika ingin berkunjung. Lukas pikir itu hannya bercanda, jadi ini serius. Lukas berbalik dan memasuki mobinya dan pergi meninggalkan kediaman orangtuanya.   ---------- Yuna kembali lagi ke tempat ini, ke club’ malam yang dia kunjungi tiga minggu lalu. Kemarin  dia memeriksakan diri ke dokter. Dia pikir dia hamil karena sudah telat selama empat hari. Awalnya dia memakai test pack dan hasilnya negative. Kerena masih tidak yakin dia langsung mengunjungi dokter kandungan. Dan hasilnya tetap negative tidak ada yang berubah. Karena itu lah dia memutuskan untuk kembali ketempat ini. Yuna berharap setelah ini dia langsung hamil dan tidak perlu datang ketempat ini lagi. Yuna duduk di depan bartender, dia mengingat bartender ini, namanya Doni. Dia yang membuatkan minum untuk Yuna hari itu. “Aku pesan…” “Jus?" “hah?" “Maksudnya kami menyediakan jus khusus hari ini.” Doni si bartender menjelaskan. Ingatan Yuna langsung terlempar ketika dia memesan Vodka. Yang berakhir menjadi memalukan. Yuna melihat sekelilingnya dan dia melihat tidak ada yang meminum jus.  “minuman apa yang alkoholnya paling rendah?” Tanya nya. “bir?” Doni balik bertanya. “Ya aku pesan itu saja.” Saat Doni menyiapkan pesananya, Yuna memutar pandangannya. Matanya bersibobrok dengan seorang pria. Pria yang tampan, tapi tidak setampan Lukas. Pria yang menjadi pertama baginya. Yuna meneliti penampilan pria itu. Pakain yang rapi, rambutnya panjang mencapai bahu. Pria itu cukup tinggi dan berkulit putih matanya sipit seperti orang korea. Yuna melemparkan senyum manis untuk pria itu. Yuna memutuskan akan bersama pria itu malam ini. “Minuman mu nona,” kata doni sambil menyajikan segelas bir ke hadapannya. “Terima kasih," ucap Yuna. Matanya kembali mencari pria tadi, saat menemukannya pria itu sedang berjalan ke arahnya. Yuna kembali melempar senyum manis untuk pria itu. Pria itu membalas dengan melambaikan tangan kanannya. “Hai," sapanya begitu di depan Yuna. “Halo," Balas Yuna. Wajahnya  merona karena gugup. “Kenalkan, aku Ethan” Katanya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan. “Yuna’’ Balas Yuna menyambut uluran tangan pria bernama Ethan itu. “Kamu datang sendiri?” Tanya Ethan basa basi. “iya, seperti yang kamu lihat” Jawab Yuna. Mereka kemudian mengobrol santai, sesekali Yuna tersipu karna gombalan Ethan. Dan Ethan sejak melihat Yuna tadi dia sudah tertarik. Dan bukan hanya dia, banyak pria yang melirik ke arah Yuna tadi. Ethan boleh berbangga diri karena sepertinya Yuna juga tertarik padanya. “Mau nambah minum?” Tawar Ethan ketika melihat minuman Yuna sudah  habis. “boleh.”  Ethan memesan minum  ke bartender dan memberikan bungkusan kecil ketika Yuna menunduk memainkan ponselnya. Ethan mengkode bartender agar mencampurkannya ke minuman Yuna. Bartender yang adalah Doni tersenyum menerima bungkusan itu. Saat akan menyajikan minuman ke Yuna, Doni sengaja memiringkan gelas sehingga minuman itu tumpah dan mengenai baju Yuna. “maaf nona,” katanya dengan nada menyesal. Yuna berdiri dan menepis nepis tetesan air dari bajunya. “Aku butuh ke toilet,” kata Yuna sambil meraih tas kecil miliknya. “boleh aku tahu toiletnya sebelah mana?” Lanjut Yuna lagi dengan nada kesal yang kentara. “Disebelah sana” Tunjuk Doni pada pagian kiri bangunan. Dia pamit sebentar pada Ethan. Dan langsung  menuju toilet. “Apa masalah mu, Bung?” Ethan sedikit emosi, dia tahu kalau Doni sengaja menumpahkan minuman ke baju Yuna. Sial sedikit lagi harusnya dia bisa membawa Yuna ke ranjangnya. “Ku sarankan kau berhenti, Bung” Balasnya santai. “Tidak perlu mendikte ku kerjakan saja pekerjaan mu dengan benar” Sinisnya. “Wanita itu milik bos ku. Sebaiknya kau lepaskan dia,” ucap Doni masih dengan nada yang sama. “Aku tidak takut dengan bos mu, yang penting aku akan mendapatkannya malam ini,” ucapnya emosi “Siapa yang ingin kau miliki itu?” Kali ini Lukas sudah ada di sana dia memandang remeh pada Ethan. Ethan langsung menoleh dia langsung menunduk segan pada pada Lukas. Siapa yang tidak mengenal Lukas di dunia bisnis, pria  bertangan dingin. Banyak perusahan yang hampir bangkrut dan berkat bantuannya, semua perusahaan itu kembali beroperasi normal. Termasuk perusahan milik Ethan. “Maaf pak saya tidak tahu kalau dia milik Anda.” “Dan sekarang kau sudah tahu” Tegas Lukas. Ethan kemudian meminta maaf lagi kemudian pamit pergi. Lukas duduk di tempat Ethan duduk tadi. “Kerja bagus, Doni’’ Apresiasi Lukas pada pekerjanya itu. Doni tadi memberitahunya kalau Yuna datang ke sini. Sementara Lukas tadi berada di apartemen miliknya yang berada tidak jauh dari club’ malam miliknya ini. Doni menyajikan minuman pada Lukas. Dan tidak lama Yuna kembali dari toilet. “Sorry E…” Yuna melihat bingung pada Doni dan Lukas. “Dimana Ethan?’’ Tanya nya. “Dan kenapa kau berada disini?” Tunjuknya pada Lukas. “Siapa pun bisa datang ke sini,” Jawab Lukas dingin. Yuna mengabaikan nada dingin di jawaban Lukas dan sibuk memutar pandangannya mencari Ethan. Ketika dia menemukannya dia tersenyum tertahan dan hendak melangkah menemui Ethan. “Jangan coba-coba Yuna!” Peringat Lukas tegas. “Kau tidak akan sanggup membayar pria itu” Lanjutnya lagi. Yuna jadi salah tingkah karena perkataan Lukas memang benar. Denagn berat hati Yuna kembali duduk di sebelah Lukas. Yuna meraih minuman yang ada di hadapannya. Dan meminumnya hingga tandas. Yuna mengrnyit keningnya, minuman ini berbeda dari minuman yang tadi dia pesan. “Itu wine terbaik yang club’ ini punya” Jelas Lukas ketika melihat ekspresi bingung Yuna. “Aku memesannya untukmu” Lanjut Lukas lagi. “ Terima kasih,” Kata Yuna tidak ikhlas. Dia kemudian berdiri dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Lukas menangkap tangan Yuna yang akan pergi. “ Mau kemana?” Tanya nya “Pulang” Ketus Yuna. Tidak tahu kenapa, dia selalu sensi kalau melihat pria ini. Bawaannya pengen marah terus. “Aku baru saja sampai di sini. Dan kau akan meninggalkan ku?” Lukas menggertakkan giginya menahan emosi. Dia menyentak tangan Yuna sehingga Yuna jatuh di pangkuannya. Reflek Yuna melingkar kan tangannya ke leher Lukas. Yuna melihat tepat ke mata Lukas, untuk sesaat dia terpana dengan bola mata Lukas yang berwarna Amber. Yuna tersentak ketika Lukas menyatukan bibir mereka. Awalnya hanya kecupan kecupan kecil, Lukas menggertakan giginya menahan gairahnya yang mulai naik. ciuman Lukas berubah semakin intens dan semakin dalam salah satu tangannya bahkan sudah berada di d**a kiri Yuna. Lukas menyusupkan lidahnya ketika yuna tanpa sadar mendesah. Yuna kembali tersentak dan langsung melepaskan diri ketika Lukas meremas d**a kirinya. Yuna menarik napasnya dalam berusaha menormalkan pernapasannya. Sementara Lukas mengusap wajahnya kasar. “Cari kamar Bos!’’ Goda Doni yang dari tadi menonton ciuman panas mereka. Lukas hanya terkekeh canggung. sementara Yuna pipinya memerah dengan godaan Doni. Apalagi kini dia sadar kalau aksi mereka tadi dilihat banyak orang. Dia melihat sekelilingnya dan mereka bukanlah satu satunya pasangan yang  b******u di tempat seramai ini. Bahkan Yuna melihat ada pasangan yang sudah hampir telanjang.  Yuna mengambil tasnya yang terjatuh tadi dia menoleh sekali lagi pada Lukas lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya. Lukas dari tadi ternyata tidak melepas pandangannya sedetik pun dari Yuna.  “Apa?”. Tanya Yuna galak.  Seketika senyum Lukas terbit melihat tingkah Yuna. “Aku mau pulang sekarang.” Lukas mengangkat alisnya, bingung bukankah tadi Yuna bilang mau pulang. Kenapa Yuna masih di situ. Pikirnya. “Apa yang kamu tunggu kenapa masih disitu?” Tanya Lukas ketika Yuna juga tak kunjung pergi. “Itu kode agar kau mengantarnya bos”. Bisik Doni “Aku baru saja sampai disini, minuman yang ku pesan pun belum berkurang, jadi jangan harap aku  akan mengantar mu pulang” “Jangan geer, aku tidak sedang menunggu mu. Aku menunggu taksi online yang baru saja ku pesan” kata Yuna geli. “Kenapa tidak menunggu di luar nona?” Tanya Doni penasaran. “menunggu disini lebih aman, di luar banyak orang mabuk, aku tidak mau mengambil resiko di perkosa orang mabuk” Jawab Yuna santai. Benar juga pikir Doni. Saat ponselnya berdenting tanda ada pesan masuk. Yuna langsung pergi tanpa pamit, taksi pesanannya sudah sampai. “kenapa tidak mengantarnya Bos?’’ Tanya Doni.  Doni ini bukan hanya sekedar bartender tetapi dia juga merupakan tangan kanan Lukas dalam mengelola club’ malam miliknya. Hubungan mereka Bukan hanya sekedar atasan dan bawahan, mereka juga berteman. Itu sebabnya Doni tidak canggung atau segan pada Lukas. “Karena tidak ingin,” Jawab Lukas sekenanya. Lukas menuang wine ke gelasnya yang sudah kosong. Doni hanya menggeleng pelan, dia tidak mengerti dengan jalan pikiran temannya yang satu ini. Padahal sudah hampir tiga minggu dia membuntuti Yuna karena perintah Bos sekaligus temannya ini. “Ini laporan kegiatan Yuna selama tiga minggu ini,” ucap doni sambil menyerahkan sebuah map pada Lukas.   Lukas menerimanya dan langsung membukanya. Sebenarnya dua minggu terakhir dia berada di Jakarta. Ada beberapa masalah sebelum pembukaan cabang club’ malam yang baru miliknya. dia membaca kegiatan Yuna, tidak ada yang special, semua kegiatan Yuna momoton. Bekerja dan kembali ke rumah, kecuali kemarin, wanita itu mengunjungi rumah sakit. “Dia mengunjungi rumah sakit kemarin?” Tanya Lukas tidak yakin.  “Ya seperti yang tertulis di situ.” Doni menuang minuman untuknya sendiri. “Dia terlihat baik-baik saja tadi” katanya mengingat- ingat apakah dia melewatkan sesuatu tadi “Aku melihatnya mengantri di poli kandungan.” “Maksudmu dia hamil?” Tanya Lukas tidak percaya “Aku tidak tahu, dokter sialan itu menutup mulutnya” Jawab Doni “CK, apa kau tidak bisa mengambil hasil pemeriksaan dari tangan Yuna?” “Jadi kau mengijinkan aku masuk ke dalam kamar Yuna?” tanya nya  denga nada menggoda. Tangan Lukas melayang ke kepala Doni. “Hanya kalau kau sudah siap mati” Balas Lukas sinis. “ Apa yang kau lakukan dia hamil?” Tanya Doni serius. Lukas mengedikkan bahunya acuh. “Tidak ada yang perlu dilakukan, kalau dia tidak memberitahu ku” “Mungkin kau bisa menikahinya lalu bawa dia ke hadapan orang tuamu” Doni tahu masalah dia yang tidak boleh masuk rumah orangtuanya karena tidak bawa gandengan. “Sudahlah, lagi pula itu belum tentu benar” Lukas kemudian beralih pada foto-foto Yuna saat dia sedang bekerja. Mata Lukas kemudian berhenti pada satu foto dimana, disana Yuna terlihat sedang memegang buket bunga sambil tersenyum manis. Ada rasa asing yang menyusup ke hatinya ketika melihat senyum manis wanita itu. Tapi dengan cepat dia mengenyahkannya. Lukas kemudian menutup map tersebut lalu menghabiskan wine yang tersisa sedikit. Lukas kemudian berdiri. “Balik, Don,” pamitnya sambil membawa map tadi.  Doni mengangguk dan melambaikan tangan. “hati-hati, bos,” Sahutnya saat Lukas sudah menjauh. ---------- Tidak seperti biasanya, pagi ini ada saja yang membuat Yuna kesal. Di mulai dari pesanan buket bunga customer yang tertukar, complain bunga papan yang tak sesuai, dan yang paling mengesalkan adalah kedatangan pria itu. Siapa lagi kalau bukan Lukas. Akibat yang ditimbulkan kedatangan pria itu adalah banyaknya pengunjung perempuan yang masuk ke toko tempatnya bekerja. Mulai dari yang hanya melihat-lihat, lalu hanya sekedar membeli setangkai mawar, bahkan sampai menjatuhkan pot dan meninggalkannya tanpa tanggung jawab. Janet dan Siska bahkan sudah mengusir sebagian perempuan-perempuan kurang kerjaan itu. kini Yuna tidak hanya kesal,  emosinya kini sudah sampai ubun-ubun. Dia berdiri dari di balik  meja kasir dan menghampiri Lukas yang duduk di sofa yang di sediakan khusus untuk tamu. Dia membelah kerumunan kecil yang dibentuk perempuan-perempuan kurang kerjaan itu lalu menarik keluar Lukas dari toko. Dia membawa Lukas ke belakang bangunan, yang ditanami banyak jenis bunga. Lukas memandang takjub kebun bunga yang luasnya kira-kira tiga ratus meter persegi. Pada bagian kanan ditanami bunga dalam pot dan di susun bertingkat. “Apa yang kau lakukan disini? Jangan bilang kau ingin beli bunga. Karena dari tadi kau hanya datang dan duduk di sofa tamu” Yuna menyadarkan Lukas dari ke kagumannya. Beruntung ekspresinya masih datar dan susah di tebak. “Aku datang karena ingin berbicara dengan mu,” Jawabnya masih dengan air muka yang datar. Yuna memandang Lukas skeptis. “Dari sejak kau datang tidak ada hal yang menujukkan kalau kau ingin berbicara. Kedatangan mu bahkan menimbulkan kekacauan di sini.” “Tadi saat aku datang kamu masih sibuk, jadi aku putuskan untuk menunggu,” Katanya beralasan. “Omong kosong,” maki Yuna. Lukas menahan diri agar tidak ikut terpancing emosi. “Aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Jadi bisa kau ikut aku, kita bicara di kafe dekat sini.” “Tidak, aku sibuk” Kata Yuna malas. “Aku bisa meminta ijin dari atasan mu, kalau itu yang kau takutkan” Yuna melihat Lukas  dengan dagu terangkat. “Asal kau tahu toko ini dipercayakan ke padaku, dan yang menjadi atasannya adah aku” Kata Yuna angkuh. “Itu lebih bagus lagi, jadi tidak perlu repot meminta ijin.” Tanpa kata lagi Lukas menarik tangan Yuna dan membawanya ke mobil Lukas. Dia memusukan Yuna disamping kemudi lalu memutari mobil dan duduk di balik kemudi. Lukas menyetir langsung mobilnya dan melajukannya menuju sebuah kafe yang berjarak sekitar lima belas menit dari toko bunga tempat Yuna bekerja. Tidak ada yang berbicara selama di dalam mobil. Lukas yang berkonsentrasi menyetir sementara Yuna sibuk dengan kekesalan nya pada pria itu. Lukas memarkirkan mobilnya dan keluar lebih dulu. Kemudian Dia melihat Yuna yang tak kunjung keluar dari dari mobil. Lukas menunduk dan mengetuk jendela mobil. “Kau tidak menungguku membukakan pintu untuk mu kan?” Katanya datar. Yuna mendengus kesal, dia tidak sadar kalau mereka sudah sampai. Yuna keluar dan mengikuti langkah Lukas setelah pria itu menekan tombol kunci pada remot control. Mereka memilih tempat duduk di samping dinding kaca, dengan view langsung ke parkiran. ”Kamu  pesan apa?” Tanya Lukas, sambil membolak balik buku menu, dan mengabaikan muka kesal Yuna. “Langsung bicara saja, aku ingin cepat kembali bekerja” Lukas mengangkat tangannya dan memesan dua porsi nachos beserta minumannya. Pelayan mencatat pesanan mereka dan di minta menunggu. “Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Yuna lagi setelah pelayan pergi. “Tidak bisakah kita makan dulu, aku belum sarapan saat datang ke toko tempay kamu bekerja tadi.” Yuna memutar bola matanya kesal. “Dan aku tidak perduli.” Lukas memandang Yuna tajam dan mengeraskan rahangnya. Sebenarnya dia sudah bersabar menghadapi Yuna sedari tadi.  melihat tatapan tajam Lukas, Yuna jadi takut, tapi sebisa mungkin dia menyembunyikan ketakutannya. Tak lama kemudian pesanan Lukas datang. Dia menyodorkan satu porsi nachos ke hadapan Yuna. “Makan dulu, baru kita bicara,” katanya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD