Kepergok

857 Words
Naira menajamkan pendengaran. Suara itu seperti ada di depannya tapi juga seperti berasal dari kamar sebelahnya. Tapi, untuk apa ibunya bermain-main di sana, sedang dia punya kamar sendiri. Dan kamar itu lama kosong, pasti berdebu. Ia pun meraih gagang pintu. Mata Naira terbelalak kala berhasil membuka pintu kamar sang mertua. "Kosong?!" Dahi perempuan ayu itu berkerut dengan d**a naik turun. Tersengal lantaran emosi dan rasa penasraan yang sudah di ubun-ubun. Jelas-jelas dia mendengar suara dari kamar ibu mertuanya. Kenapa bisa tak ada siapa pun? Ia beranikan diri melangkah masuk meski dengan kaki gemetar. Bisa jadi mertua dan suaminya sedang bersembunyi di lemari. Atau di kamar mandi. "Ada apa, Nai?" Suara Rindi terdengar di belakang Naira dan membuatnya berbalik seketika. "Ib-ibu?" Naira tergagap. Napasnya masih juga tak beraturan. Ia merasa dipermainkan oleh prasangka dan kenyataan yang ditemukan. Rindi tampak segar dan seksi. Pemandangan itu membuat Naira tak suka. "Kenapa wajahmu begitu? Udah kaya lihat hantu saja." Sang mertua yang memakai pakaian handuk mengelap rambut, melenggang masuk melewatinya. "Ibu dari mana?" tanya Naira dengan suara yang masih tertahan. "Ibu?" Rindi menunjuk diri sendiri. "Ibu tadi mandi, Nai. Kamar mandi di kamar tersumbat. Mungkin karena terlalu lama gak kalian cek. Ada binatang di saluran pembuangan, jadi baru sehari lantainya menggenang." "O-oya." Langkah Naira perlahan mendekat ke kamar mandi. Dan benar saja lantainya menggenang. Naira mendesah panjang. Bodohnya dia bisa berpikir suara itu berasal dari kamar ibu mertua. Tapi, jelas-jelas suara cekikikan tadi adalah suara mertuanya. "Tap-tapi, tadi saya dengar suara ibu tertawa dan ...." "Oya, Nai. Maaf. Tadi ibu mandi di kamar tamu satunya." Wanita itu meringis. "Dan ini ...." Ia memperlihatkan sesuatu yang membuat dahi Naira berkerut. Rindi merasa berhasil mengelabui istri anak angkatnya itu. Untung saja mereka melakukan di kamar tamu yang berada persis di sebelah. Dan punya kebiasaan bawa benda yang sangat disukai untuk menggoda Huda. Beruntung Huda bisa mengendap-endap keluar tanpa sepengetahuan Naira. "Itu ...." Ucapan Naira menggantung. Ia enggan mengucap nama benda sebagai alat bantu sek sual yang dipegang Rindi. Naira mendesah sedikit lega. Meski ia tahu ini sangat tak masuk akal, dan dia perlu mencari tahu kebenarannya. Ini sangat mencurigakan. Dan lagi hukum penggunaan barang tersebut dari sudut pandang agama. Apa iya ibu mertuanya tidak tahu? Untuk sekarang. Setidaknya yang dipikir adalah salah, sang mertua tidak sedang berbuat tak senonoh dengan suaminya. Ia masih terus berharap apa yang dipikir tak terjadi. "Ahm.Ya. Maaf." Naira mulai tak enak sendiri, tidak mungkin membahas benda di tangan ibunya. Ini gila! Apa karena saking kesepiannya wanita itu sampai memilih menggunakan alat bantu seks. Jujur dalam hati, Naira mulai jijik pada wanita itu meski harus ditahan. 'Jangan pikir aku bodoh, Bu. Aku hanya ingin bicara dengan bukti dan menangkapmu basah dengan seorang pria. Dan aku pastikan Ibu akan menderita, jika dugaan gilaku benar, Ibu dan Mas Huda main gila!' Naira meremas pakaian kerjanya bagian bawah karena emosi yang ditahan. Rindi menyadari itu rupanya. Matanya menyipit menyimpan kebencian. Ia mulai memikirkan rencana dan harus segera diberitahukan pada Huda. Naira lalu permisi menarik diri ke luar kamar. Barangkali sang mertua masih ingin berfantasi ria sendiri. Ingin menasehati, tapi ia merasa tak punya hak untuk itu. Sungkan pula. Setelah keluar dan menutup pintu, ia pun masuk ke kamar tamu. Kalau-kalau Huda masih berada di ruang tersebut. Pelan ia melangkah agar tak menimbulkan suara yang menarik perhatian. Kini tangan Naira membuka gagang pintu perlahan. Ranjang dengan sprai sangat berantakan. d**a Naira terasa sakit. Mungkinkah Huda yang telah bergerak di sana dengan ibunya? 'Aku harus menemukan bukti!' Ia lalu berjalan merangsek masuk. Membuka semua celah yang bisa saja orang bersembunyi di sana. Naira berharap menemukan seorang pria dan itu bukan suaminya. Tapi, nihil. Semua kosong! Naira lalu berjalan cepat ke lantai atas. Ia tapaki anak-anak tangga. Sampai di kamar dan membukanya, tak ada sesiapa. Wanita itu mendesah kesal. Ia mulai ragu pada asumsinya. Jika Huda tak berada di rumah, lalu kenapa mobilnya terparkir di garasi? Dipanggilnya nomor suami, tak diangkat. Naira lelah dengan pikirannya sendiri. Dengan langkah gontai, Naira berjalan ke ranjang dan menjatuhkan tubuhnya di tempat empuk itu. Namun, belum berapa lama ia coba terpejam dan mengendapkan perasaan yang aneh dalam dirinya ponsel di tangannya bergetar. Setelah dicek ternyata panggilan dari Huda. "Mas di mana? Kok mobil di rumah tapi orangnya gak ada?" Naira tak sabar mendengar jawaban suami. Ia sudah terlanjur cemburu dan curiga yang tidak-tidak. "Ya, Sayang. Aku sudah dalam perjalanan ke hotel ini naik taksi. Tadi mobilnya aku kirim ke bengkel pagi-pagi terus aku minta mereka antar ke rumah karena ada masalah mesin." "Oh." "Kamu jadi kan? Apa aku jemput ke tempat kerja?" "Ah, gak usah, Mas. Ini aku udah di rumah. Ya sudah aku siap-siap dulu kalau gitu." Naira menjawab lemah. Selemah hatinya ketika mendapat perlakuan istimewa dari sang suami. "Iya, buruan ya. Aku dah kangen sama kamu." Panggilan terputus. Naira pun bersiap pergi. Namun, meski begitu hatinya tetap saja tak tenang. Ia perlu mencari tahu apa yang terjadi. Usai berdandan, wanita cantik itu pergi ke ruang kerja yang masih satu lantai dengannya. Ia sempatkan memeriksa CCTV. Alangkah Naira terkejut, kala melihat sosok suaminya masuk ke dalam kamar ibunya dan disambut wanita itu dengan tubuh hanya terbalut lingerie. Bersambung...

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD