"Takdir selalu punya cara untuk menyelesaikan cerita yang belum usai. Sungguh, ini putaran takdir yang menyakitkan bahkan aku tak tahu kapan semuanya berakhir." ~Gayatri Zanetta Stevlana
"K-Kenapa? Kenapa kau membunuhnya?! Kenapa?!"
Pekikan Zane menggema di udara, suaranya bergetar penuh amarah dan kepedihan. Gayatri Zanetta Stevlana, itu nama lengkapnya. Tangannya mencengkram erat kerah baju pria di hadapannya, jari-jarinya gemetar hebat. Pria itu, Raka Langit Mahameru, sahabat dari pria yang tengah berjuang di meja operasi.
Langit hanya diam, sambil menundukkan kepala tak sanggup menatap mata Zane yang penuh luka. Rahangnya mengeras, menahan—penyesalan, rasa bersalah, atau mungkin sekadar ketakutan.
Tapi Zane tidak peduli. Dengan segenap tenaga, dia memukul d**a Langit, meluapkan amarahnya. Sekali. Dua kali, bahkan tiga kali. "Kenapa kau hanya diam? Jawab! Kenapa kau membunuhnya. Kenapa kau selalu membunuhnya!" teriaknya.
Tangisnya pecah, tetapi pukulannya tak berhenti. Ia terus menghujani pria itu dengan amarahnya—dengan kekecewaan yang menyesakkan dadanya.
Sampai akhirnya, napas Zane terengah-engah. Tangannya gemetar, entah karena emosi atau kelelahan. Dia menatap Langit penuh dengan kebencian. Dalam hitungan detik, tubuhnya limbung, dia terlukai, hingga tak sadarkan diri.
Memikirkan bagaimana dirinya, saat mendengar kabar jika pria yang dicintai di bawa ke ruang operasi, tanpa pikir panjang ia berlari ke luar ruang inap. Padahal tubuhnya lemah karena penyakitnya, wajahnya pucat, tapi dia tidak peduli akan dirinya. Dengan infus menancap di lengannya, dicabutnya dengan paksa membuat darah menetes, hingga mengotori lantai rumah sakit.
Dia terus berlari di koridor panjang itu, tanpa alas kaki, tanpa menghiraukan teriakan para perawat yang melarangnya.
"Dr. Zane. Anda tidak boleh berlari, tubuh Anda sangat lemah...." teriak seorang perawat, panik.
Namun semua suara terdengar jauh. Yang dia tahu hanya satu: orang yang dicintainya sedang dalam bahaya. Dan dia harus ada di sana. Langkahnya terpincang-pincang, napasnya memburu, tapi hatinya jauh lebih sakit daripada tubuhnya yang terluka.
Saat dia membuka mata, waktu telah berlalu. Dia tahu, apa artinya, waktu yang telah berlalu. Walaupun, dia membenci pria itu, tapi di dasar hatinya dia mencintai pria itu.
Zane menyentuh dadanya, untuk kesekian kalinya, hati pria itu berada di dadanya, hingga dia merasakan nyeri tidak tertahan di dadanya.
Hingga ...
Zane membuka mata, melihat sosik pria yang paling dikenal tepat berdiri di hadapannya, lagi. Ya, lagi, ini bukan kali pertama moment seperti itu terjadi, sudah terjadi 6 kali, dan ini adalah kali ke 7 dia mengalaminya. Terjebak dalam time loop, membuatnya benar-benar muak.
"Jadi, aku tidak bisa menyelamatkannya lagi," batinnya sambil menatap pria di hadapannya.
Di bawa pohon rindang, tepatnya di taman belakang sekolah, terdapat sebuah bangku. Zanetta duduk sambil memejamkan mata, tidak lupa dengan memakai headset di telinganya. Saat dia membuka mata, ada pria yang berdiri tepat di hadapannya, sambil membawa dua kaleng minuman. Bahkan kalimat yang diucapkannya pun selalu sama, setiap kali dia kembali.
"Boleh aku duduk di sampingmu?"
Dia benci moment selalu kembali di hari yang sama. Namun, Zanetta tidak bisa menolak. Pria yang dicintai sekaligus dibencinya itu, Ilalang Jagad Rahwana, pria yang selalu membuatnya kembali ke masa lalu.
Setelah kembali beberapa kali, dia memikirkan dirinya yang dulu, betapa bodohnya dirinya memohon seperti itu.
Kali ini, apa yang harus dilakukan, agar membuat pria itu tidak mati dengan tragis?