Satu Malam Itu

1236 Words
Suara musik bergemuruh di setiap penjuru club, bahkan terdengar beberapa meter dari luar. Hampir semua orang berdansa mengikuti irama dj, begitu pula dengan Arjuna. Lelaki tampan yang sudah mencuri perhatian tiap pasang mata itu terus asik dengan dirinya sendiri. Mengabaikan perempuan yang berusaha bergabung dengan dirinya. Malam ini Arjuna sendiri, kembarannya Aruna sedang dalam masa hukuman karena telat pulang ke rumah. Alhasil ayah mereka melarang Aruna keluar selepas pulang kuliah. Namun, tak masalah, karena Arjuna bisa menikmati ini sendiri. Mumpung malam minggu, dan tidak ada tugas kuliah menunggu. "Hallo? Boleh kenalan?" Seorang perempuan mendatangi Arjuna, berusaha mengeraskan suaranya agara lelaki itu mendengar. "Gak boleh!" balas Arjuna sambil menyeringai tajam, malas menangapi perempuan yang bukan tipenya. Dia tak bawa pengaman, bisa masuk ke dalam masalah besar jika ia membungkus perempuan untuk di bawa ke hotel. Apalagi tidak ada Aruna di sini. Perempuan itu mencabik kesal, meninggalkan Arjuna dengan suara langkah kaki yang dihentak-hentakkan. Mengundang senyuman remeh dari Arjuna, semua wanita di dalam sini sama, hanya butuh sedikit ketampanan dan mereka semua akan luluh. Arjuna sudah tamat dengan dunia seperti ini, lebih tepatnya dia dan Aruna, karena kedua kakaknya yang lain lebih bisa dibilang anak baik-baik. Ayah sudah tau tapi lebih memilih tidak ikut campur, tapi Buna tidak tau. Bisa mati muda Juna kalo Buna kesayangannya itu tau. "Tolong," ucap Juna memberi isyarat dengan jarinya pada batender, meminta minum. "Mau minum apa?" tanya bartender itu bingung. Arjuna mengeryit heran, ia langganan disini dan setiap saat memesan minuman yang sama. "Kayak biasanya." "O-oh ... Okey." Sebenarnya Arjuna tak tahu jenis minuman yang kerap ia minum disini, karena biasanya Aruna lah yang memesankan minuman untuk dirinya. Namun, setelah sekian lama ia datang pasti bartender tahu dan hafal dengan pesanannya. Kecuali jika batender tadi masih anak baru. Meskipun berpenampilan sangar, Arjuna menuruni kemampuan ibunya perihal kemampuan minum alkohol. Berbeda dengan Aruna yang sangat tahan, Arjuna akan langsung tepar jikalau salah memilih minuman. Agak iri sebenarnya pada Aruna yang mewarisi kemampuan dari ayah mereka. "Ini, Kak, minumannya," ujar batender tadi menyodorkan segelas minuman beralkohol. Juna melirik sekilas, memastikan warna minuman yang ada didepan sama seperti yang ia biasanya ia pesan. "Makasih," balas Arjuna setelah yakin. Bartender tersebut mengangguk, lantas beralih melayani pelanggan lain. Arjuna mulai meneguk minumannya, sembari melihat keadaan sekitar yang mulai bertambah ramai. Rencananya ia akan pulang setelah ini, rasanya agak asing kalau tidak bersama Aruna. Mungkin minggu depan ia bisa kembali bersama Aruna, itupun kalau tidak ada tugas. Bagaimana lagi, tanggungan Arjuna begitu banyak sebagai seorang calon pewaris perusahaan keluarga. Termasuk memiliki nilai sempurna ditiap semester. Sejauh ini Arjuna berhasil memiliki IPK diatas tiga, jadi ia harus terus mempertahankan nilai tersebut. Mungkin tidak selalu naik, yang terpenting bisa bertahan dinilai yang sama dengan semester lalu. Arjuna selesai dengan minumannya, beranjak usai membayar. Akan tetapi, kepalanya mulai berputar, tidak tentu arah melangkah keluar club. Hingga ia menabrak seorang perempuan di dekat pintu. "Heyy! Hati-hati, kamu mabuk ya?" tanya perempuan itu. Juna tak menjawab, terlalu pusing untuk sekedar mengeluarkan satu patah kata. "Bawa ke kamar inap club ini aja, sana anter," kata seorang perempuan yang berbeda. "Oh ya udah aku anter ya?" Arjuna mulai merasa dipapah menuju kamar inap disini, dengan seorang perempuan yang entah siapa. Wajahnya saja Ia tak berhasil mengenali. Clek! Perempuan itu menjatuhkan Arjuna di atas ranjang, membenarkan letak lelaki itu berbaring. Sialnya ia malah ikut terjatuh karena sepatunya terlalu tinggi. Baru ingin bangkit, tangan Juna menghalangi. Dengan sekali hentakan Juna berhasil membawa perempuan itu ke dalam kungkungannya. "Lepas!" teriaknya sambil berusaha melepaskan diri. "Hey, kenapa gak kita nikmatin aja malam ini?" ujar Juna mulai mencumbu leher perempuan itu. "Gak mau! Lepasin gue!" Perempuan itu terus memberontak, sayangnya kekuatan Arjuna jauh lebih kuat. "Gue gak menerima penolakan, gue mau lo sekarang." Kewarasan Arjuna telah hilang, tubuh yang tadinya lunglai kini kuat menahan perempuan di bawah kungkungannya. Mengunci kedua tangan lembut perempuan itu di atas kepala. Memaksa panggutan bibir, dan memberi tanda kebiruan di leher. Arjuna kalap, tidak lagi bisa menahan dirinya untuk merobek paksa pakaian perempuan ini. Menjelajahi tiap inci tubuh yang jauh lebih kecil darinya. Perempuan itu menangis, tapi Arjuna tidak peduli. Bahkan teriakan pedih perempuan itu juga tak ia hiraukan. Entah berapa lama mereka melakukan ini, Arjuna tidak ingat. Pastinya lebih dari sekali, hingga ia yakin perempuan itu terpincang-pincang keluar dari kamar inap ini. #### "Arjuna!" Suara bunda membuat Arjuna tersentak kaget, wanita paruh baya itu tengah menyapu halaman depan sekaligus menyambut kedatangan ank bungsunya yang tak pulang semalaman. "Bau alkohol, kamu abis dari mana hah?! Bisa-bisanya gak pulang! Untung Ayah lagi dinas, kalo gak kamu udah kena marah kayak Una!" omel Buna Gladis menghentikan kegiatannya. "Semalem nginep di rumah Yuda, Bun," bohong Arjuna yang hanya bisa menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Lain kali kalo nginep itu bilang! Bikin orang rumah khawatir aja!" "Iya-iya." "Ya udah sana masuk, mandi dulu sebelum tidur. Buna gak mau nyuci baju kamu ya!" "Iya nanti Juna cuci sendiri." Arjuna kembali melangkah memasuki rumah, masih dengan perasaan linglung karena tak mengingat apapun kejadian semalam. Mungkin saat membayar, selebihnya Arjuna masih menerka apa yang terjadi. Apalagi saat bangun, Arjuna terkejut karena tak mengenakan apapun, tapi karena hal itu termasuk biasa jadi ia abaikan. Lagian banyak perempuan menjual diri di tempat seperti itu, tapi Arjuna tak merasa membayar. Terlebih ada darah di atas tempatnya tidur, sedikit tapi banyak membuat pikirannya bekerja. Ketika ia bertanya pada penjaga juga mereka bilang tidak tahu, malah berkata kalau mungkin saja wanita iseng yang ingin menghabiskan malam bersamanya. Dengan tampang seperti Arjuna, tak akan sulit menemukan perempuan seperti itu. Rasa bersalah mulai menjalar dihati Arjuna, bagaimana kalau semalam perempuannya itu terpaksa? Bisa jadi dia masih perawan, tapi tak menutup kemungkinan ia juga sudah pernah melakukan s*x sebelumnya. Perempuan bisa saja selalu mengeluarkan darah ketika berhubungan kan? Arjuna pernah membaca perihal ini. "Dari mana lo?" Satu suara menginterupsi isi pikiran Arjuna. "Dari rumah Yuda," balas Arjuna mendapati Dara yang menghalangi langkahnya. "Bohong! Cewek mana lagi, Jun?" "Apaan sih?!" "Lihat leher lu ada cakaran, gak mungkin kan Yuda atau yang lain ngelakuin itu?" Dara bersedekap, seolah telah menangkap maling. Arjuna segera melangkah menuju lemari kaca, memastikan kebenaran yang baru saja ia ketahui dari kakak sulungnya. "Lain kali kalo mau keluar nunggu Aruna selesai dihukum, kan jadi kayak gini lo," ucap Dara menyeret langkahnya masuk ke dalam dapur. "Kalo gak, lo bisa bikin masalah kayak gini. Gue yakin lo gak inget siapa cewek itu." "Sial!" umpat Arjuna. Si bungsu berlari menaiki tangga, tak mau lagi berhadapan dengan Dara yang penuh intimidasi. Mentang-mentang anak sulung, seenaknya memainkan perasaan bersalah Arjuna. Namun, baru saja ia sampai di lantai dua, langkahnya sudah dihadang lagi oleh Alula yang ingin turun menyusul Dara. "Semalem Buna gak tidur gara-gara lo, lain kali kalo mau gak pulang bilang dulu. Kalo mau minggat juga gak apa-apa sih." "Apaan sih, Kak? Gue di rumah Yuda!" "Lo kira gue gak denger omongannya Dara? Ya kali bawa cewek ke rumah Yuda!" "Terserah lah!" Arjuna meneruskan langkahnya, mengabaikan Alula yang masih berdiri di tempat semula menatapnya hingga masuk sepenuhnya ke dalam kamar. Akan tetapi, lagi-lagi ia menemui kakaknya, lebih tepatnya kembaran Arjuna yang tertidur di atas kasur. "Kok lo tidur sini sih?!" seru Arjuna, berniat mengusir Aruna ketimbang kena omel lagi. "Gue nunggu elo, dari mana?" tanya Aruna bangkit dari posisi berbaring. "Bukan urusan lo!" "Gue tau kok! Lo udah sadarkan leher lo? Sama siapa?" Aruna masih mengontrol nada bicaranya, tidak ada artinya membuat Arjuna tertekan dengan mengomel. "Gue gak inget." ####
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD