3

828 Words
EPISODE 3 *** Setelah lama belajar dihari pertama nya ia belajar, akhirnya kelas darel bubar. Namun darel memilih untuk menetap sejenak di halaman kampus sekedar untuk menenangkan fikirannya yang penat. Bagaimana tidak penat? Orang tuanya selalu mengatakan darel harus terus belajar karena darel mempunyai tanggung jawab yang besar bagi keterusan Grup ErikLusi hal itu membuat darel sedikit tertekan, apalagi di dalam rumah yang megah ia merasa selalu kesepian meski beberapa asisten selalu menyediakan keperluan darel. Darel masih sibuk menatap dedaunan yang begitu hijau, fikirannya terasa begitu fresh dan menenangkan. Namun lagi-lagi terlintas difikirannya dia, orang yang sudah lama ditunggunya. Hatinya sakit saat bayangan-bayangan terakhir ia bertemu dengan rahel yang sedang menangis dan bersedih, keadaannya sangat buruk saat itu. Ia sejak lama sudah mencari-cari rahel dengan tenaga nya sendiri tapi ia tak bisa menemukan informasinya. Kepalanya menunduk, ia terus membayangkan bagaimana rahel sekarang? Apakah dia baik? Apakah dia sekarang bahagia? Apakah rahel sudah melupakan sahabat kecilnya ini? Begitu lah pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dibenak darel. "Aku yakin kau sekarang pasti sudah sukses, cerdas, cantik, dan membanggakan ibu" tambahnya mantap Namun sesuatu mendarat di bahunya, Darel menoleh dan ternyata ada ketiga orang teman sekelasnya. "Kalian?" Ujar darel sambil terbingung-bingung Mereka sama-sama anak dari orang ternama, Niko, Martin dan Jee. Darel memandangi nya datar, ia bingung kenapa ketiga orang ini tiba-tiba mendekatinya. Mereka tersenyum pada darel "Kenalkan Niko, salah satu penerus dari Grup ErikLusi senang bertemu dengan calon CEO" ujarnya Martin tersenyum geli melihat perlakuan sahabatnya ini "Yaampun kau terlalu formal, bukankah bu Lusi sudah mengatakan dia ini seumuran kita?" Jee menatapi niko datar "Sudahlah martin dia memang payah bukan?" "Dan perkenalkan dia Jee, dan Martin" tambah niko tanpa memperdulikan kedua sahabatnya ini Darel tersenyum sejenak "Saya darel, senang bertemu dengan kalian" jawab darel Namun martin dan jee merangkul darel bersamaan sambil tersenyum dan membawanya berjalan "Ah sudah, lupakan martin! Dia itu terlalu serius, kita kan masih muda kita butuh hiburan juga kan?" Ujar martin dengan senyuman bodohnya Jee juga tersenyum "Oh ya tadi aku sempat mendengar kau bergumam ya? Siapa yang kau fikirkan tadi?" Godanya pada darel, darel hanya tersenyum ia cukup senang karena hari pertamanya ia kuliah ia sudah di dekati oleh teman-teman baru nya meskipun ia tak mengenalnya sama sekali, namun rasanya mereka akan mengenal darel dengan baik. Niko menggeleng-gelengkan kepalanya sebal "Mereka memang susah diatur, sudah ku bilangkan Darel itu calon CEO seharusnya lebih sopan sedikit!" Ucapnya sambil mengikuti mereka "Baiklah jika belum mau bercerita pada kami, lain kali ceritakan dia pada kami ya?" Tambah martin Jee tersenyum "Cinta memang membingungkan bukan?" Darel semakin tersenyum lebar, namun niko berhenti didepan mereka semua. "Darel, kami sangat mengenal keluarga mu! Jadi, bu lusi dan tuan erik ingin kami berteman dekat dengan mu" Darel nampak berfikir "Ya kami sudah tahu sikapmu dari kedua orang tuamu, jangan khawatir kami ini mudah bergaul dengan siapapun! Meski dengan orang yang memiliki kesulitan untuk bersosialisasi sepertimu, jadi kau akan nyaman berteman dengan kami" jawab jee cepat "Maaf, mereka berdua agak.." jawab niko menggantung ucapannya "Apalah nik? Kau itu memang selalu formal dan terlalu serius!" Tegas jee Mereka semua pun tertawa terkecuali dengan niko. "Ini pertama kalinya aku nyaman bersama orang-orang yang baru saja aku kenal, terimakasih ayah-ibu telah mengirim mereka untuk menjadi temanku setidaknya mereka bisa menghiburku"   Kau tahu perihal manis langsung manis? Takan enak lho. Berbeda dengan pahit langsung manis, rasa manis nya akan begitu terasa. ***   "Darel, aku serius! Dengarkan ini Martin, Jee, dan aku Niko kami bertiga anak dari sahabat-sahabat ayahmu" "Yaampun niko! Darel sudah tahu!" Teriak martin sambil menjambak rambut niko Niko marah dan menatap martin tajam dibalas oleh martin setajamnya juga, hingga jarak mereka tak begitu jauh. "Kelakuan kalian kaya anak sd aja!" Tegas jee Darel hanya diam memandangi mereka aneh, meski mereka aneh setidaknya dia tidak kesepian lagi. Kali ini mereka sedang bersantai-santai dirumah darel, dengan segala fasilitas rumah nya yang mewah dan serba ada. Rumah ketiga sahabatnya inipun tak kalah mewahnya, dengan aset rumah yang bak hotel bintang lima. Mereka bertiga memandangi darel diam-diam, darel yang sangat tenang dan bersikap sangat cool. "Ternyata bener ya dia itu cool banget kayak Martin" bisik martin pada keduanya Darel merasa ada yang aneh karena mereka tiba-tiba diam, darel menoleh mereka, sontak mereka langsung berpura-pura berbicara depan darel. "Kenapa?" Ujar darel aneh, Martin dan Jee tersenyum "Engga, lagi ngomongin asmara biasa si jee pacarnya ituloh der cabe" Darel mengerutkan keningnya "Beneran?" "Enak aja! Pacar martin malah cabe kelas kakap!" Tegas jee Martin tersenyum licik "Eh gue gak punya pacar ya, dia cuma pacar panggilan" "Halah dasar playboy!" Teriak jee sambil memukul perut Martin. Niko menggeleng-gelengkan kepalanya "Kalian berdua itu emang gak bisa serius ya? Dimana-mana terus berantem!" Mereka berdua memandangi niko "Diem! Kau tak akan tau masalah orang dewasa, Jomblo!" Ucap jee penuh penekanan di kata jomblonya. Mata niko membelotot terarah pada jee membuat jee bersembunyi dibelakang martin. "Awas aja jee! Tunggu!" Jee tersenyum semanis-manis nya "Aku akan menungggu mu" jawabnya selembut mungkin "Anjir homo!" Teriak martin yang berlari menjauhi jee
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD