Bab 2 Petunjuk Bos Besar

1189 Words
Milena baru saja sampai di meja kerjanya dan melihat setumpuk map di atas meja dengan noted, “Kerjakan segera untuk bahan meeting jam 08.00 pagi ini!”. Milena menarik nafas panjang melalui hidung lalu menghembuskannya perlahan-lahan melalui mulutnya dan melakukannya berulang kali sampai terdengar deringan telpon di atas meja kerjanya. “Ya, halo …” “Kamu sudah sampai? Cepat kerjakan laporan yang ada di atas meja kerjamu!” titah Aldo tanpa jeda dan ampun pada Milena padahal jam kerja Milena belum di mulai. Kantor masih sepi, sedangkan dalam laporan tersebut sekilas Milena lihat membutuhkan tanda tangan atas revisi untuk kepala departemen keuangan yang biasanya datang ke kantor jam 08.00 pagi teng. Milena bahkan belum sempat menjawab, Aldo sudah mematikan sambungan telponnya. “Semua gara-gara taruhan dengan Mario, sehingga aku terdampar harus membantu monster dingin ini. Awas kamu Mario!” gumam Milena, menghenyakkan b****g seksinya di atas kursi kerjanya. Mengingat Mario, Milena jadi ingat kejadian videocall semalam yang pria b******n b******k itu pasti sudah melihat tubuhnya. Entah sampai dia bisa melihat tapi Milena merasa sangat malu juga marah pada kelicikan Mario. Bagi Milena, Mario sangat licik sehingga membuatnya sudah tertipu tanpa sadar menerima videocallnya yang di kira Milena hanya telp saja. Perlahan Milena membaca laporan yang ada di meja kerjanya yang di minta oleh Aldo. “Astaga … Dasar Monster! Laporan ini hanya kesalahan huruf aja, seharusnya huruf besar di tulis huruf kecil oleh sekretaris departemen keuangan. Ck! Benar-benar monster yang tidak tau diri, kerjaannya cuma bisa menyiksa orang aja!” gerutu Milena saat melihat noted tanda panah di laporan yang harus Milena benarkan. Begitu juga dengan laporan yang lainnya, tidak ada kesalahan yang perlu di revisi secara signifikan kecuali musik untuk presentasi yang Aldo minta musik berenergi dengan frekuensi 432Hz. Sebelumnya Milena sudah memberikan musik 432Hz seperti yang biasa Milena lakukan juga pada Mario sewaktu di jakarta, mungkin pilihan musiknya yang Milena harus ganti. Setelah mengecek pekerjaannya dan memisahkan pekerjaan yang sudah Milena selesaikan, dia membawanya ke ruangan Aldo. “Maaf untuk musik 432Hz, apakah Pak Aldo punya permintaan khusus? Karena ada banyak macam musik yang 432Hz,” tanya Milena sambil meletakkan laporan di atas meja kerja Aldo sedangkan Aldo sedang asyik main game menggunakan Hp-nya yang menambah geram Milena dalam hati. Aldo hanya mendongak sebentar melirik Milena namun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan melanjutkan main game onlinenya tanpa berkata sepatah katapun, tidak memperdulikan Milena yang masih berdiri di seberang meja kerjanya menunggu jawaban akan pertanyaannya. Milena tetap menunggu dengan sabar, sampai Aldo berjengit menaikkan kedua alisnya menatap Milena yang memasang raut wajah datar menunggu jawabannya. “Kamu menunggu apa?” tanya Aldo dingin sambil meletakkan Hp-nya di atas meja karena permainan gamenya baru saja berakhir. Raut wajah Aldo terlihat kesal yang bisa Milena tebak dia kalah dalam permainan game onlinenya. “Musik 432Hz jenis apa yang bapak suka? Karena jika saya nanti memberikan musik sesuai selera saya, bapak minta edit lagi. Bukankah itu namanya membuang waktu? Akan lebih baik pak Aldo memberikan saya masukan dan saya bisa menyelesaikan semua pekerjaan ini tanpa bolak-balik bertanya dan edit hanya karena musik yang tidak sesuai dengan selera Bapak,” tutur Milena sopan, datar tanpa emosi meski dalam hatinya ingin sekali mencakar wajah bos nya yang tengil, sombong dan tidak berperikemanusiaan menurut Milena itu. “Lakukan apapun yang kamu suka. Jika semua pekerjaanmu cepat selesainya, bukankah nanti kamu jadi tidak punya pekerjaan lagi? Saya bayar kamu mahal bukan untuk bekerja santai loh! 15 menit lagi meeting, cepat kamu kerjakan dan jangan ganggu saya!” jawab Aldo tajam menohok jantung Milena. Milena benar-benar sangat kesal, akan tetapi pantang dia memperlihatkannya kepada Aldo. Milena tetap memberikan senyuman tipis, mengangguk berujar, “Baik Pak!” Milena sudah memegang gagang pintu mau keluar dari ruangan Aldo, ketika pria angkuh itu memanggil Milena kembali. “Mail, katakan pada bagian pantry untuk mengantarkan kopi dan sarapanku. Kamu cepat kerjakan tugasmu!” ujar Aldo yang membuat Milena benar-benar ingin melepaskan sepatu high-heel yang dia pakai untuk dia lemparkan ke kepala bos monster dinginnya itu, seenaknya aja mengganti nama Milena Arrastia menjadi ‘Mail’. Tetapi Milena tetap tersenyum mengangguk menjawab,"Baik Pak," lalu berlalu keluar dari ruangan Aldo. Setelah Milena keluar dari ruangannya, Aldo menyunggingkan senyumannya menatap ke arah kepergian Milena. "Jika kamu berani menyamakan aku dengan Mario, maka kamu akan merasakan kerja di gerbang neraka bersamaku, Milena. Karena aku tidak suka kamu samakan dengan Mario meskipun aku menyukai cara kerja dan keprofesionalanmu dalam bekerja menjadi sekretaris pribadi Mario". Hp Milena berdering, tanpa sadar Milena menekan tombol jawab di Hp-nya dan meletakkannya di atas meja. Milena menghubungi bagian pantry untuk menyampaikan intruksi Aldo yang di jawab Kevin di bagian pantry, "Yes Miss Milena" dengan kening berkerut akan tetapi tidak berani membantah. “Dasar b******k! Bos sialan! Ga punya hati nurani, seenaknya aja main ganti namaku jadi Mail. Emangnya aku cowok napah? Cantik seksi begini di panggil Mail. Huh dasar ga punya selera! Semua ini gara-gara Mario b******n itu yang sudah curang dalam bertaruh padaku. Ach … Kalian semua b******k!!!” maki Milena mengoceh sendiri di dalam ruangannya tanpa sadar apa yang dia ucapkan terdengar jelas di orang yang sedang menelponnya. “Milena Arrastia? Kamu di sana?” panggil Tejo Atmadja di telp yang tersambung ke Hp Milena. Milena langsung berjengit, mundur selangkah dan menatap nanar ke Hp-nya yang terlihat dalam sambungan telp dengan bos besar perusahaannya bekerja, Tejo Atmadja yang merupakan Ayah dari Mario yang juga merupakan pemimpin direksi di perusahaan Aldo yang saat ini menjadi tempat bekerja Milena. “Ma-maaf pak Tejo. Saya tidak tau telp saya tersambung ke Bapak. A-ada yang bisa saya bantu pak Tejo?” jawab Milena terbata-bata sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Milena kuatir bos besarnya mendengar sumpah serapahnya pada Aldo dan Mario yang merupakan anak kandung bos besarnya tersebut. “Tidak ada. Hanya ingin bertanya apakah kamu betah di sana? Jika Aldo sulit di tangani, kamu bisa bertanya pada Bapak,” ucap Tejo lembut kebapakan pada Milena. “Kamu sedang mengerjakan apa? Oh ya, Aldo itu meskipun dia dan Mario sepupuan, selera mereka mirip namun tidak mau saling di samakan. Mengenai musik presentasi, Mario menyukai musik 432Hz yang instrumental sedangkan Aldo menyukai musik 432Hz yang ada bunyi gemericik air atau suara ombak di pantai.” lanjut Tejo penuh arti dalam kata-katanya. Tejo bukannya tidak mendengar makian dan u*****n Milena tadi, dia mendengar dan sedikit tertawa membayangkan wajah manis sahabat Mario tersebut seperti apa di panggil ‘Mail’ oleh Aldo. Aldo benar-benar keterlaluan. Atas ide Tejo lah Milena di pindahkan bekerja menjadi sekretaris pribadi atau lebih tepatnya asisten pribadi Aldo karena Mama Mario kurang menyetujui keberadaan Milena yang menurutnya tidak sederajat dengan Mario akan tetapi Mario terlihat jelas sangat menyukai, memanjakan dan melindungi sekretaris cantiknya itu. Tejo tidak pernah mempermasalahkan latar belakang Milena yang seorang gadis yatim piatu, baginya Mario harus bahagia dan Milena bisa mencintai Mario apa adanya, tidak terpaksa ataupun membalas hutang budi. Akan tetapi ide Tejo ini nantinya menjadi bumerang dan semakin memperlebar jarak antara Aldo dan Mario yang dia inginkan berdamai dan tumbuh saling melindungi seperti mereka anak-anak dulu, karena Aldo tidak akan berhenti menyiksa Milena yang membuat Milena semakin menyalahkan dan menjaga jarak dari Mario, alih-alih mencintainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD