BAB 4

1090 Words
Hujan yang turun membasahi bumi, tak ada yang bisa mengatur untuk kapan sang pemilik semesta akan memerintahkannya turun dan membasahi seisi bumi. Masih dengan bajunya yang setengah basah karena tadi sempat berlarian sebelum sampai ke sebuah cafe kecil yang disetiap dindingnya didekorasi dengan berbagai macam bunga yang indah, Fajar tertarik untuk melihat lebih dalam cafe yang berada dibelakangnya. Fajar menaiki tangga karena letak cafe yang berada di lantai dua. Disepanjang menaiki tangga terlihat dinding yang dihiasi dengan tanaman air seperti tanaman gading dan tanaman lainnya yang kebanyakan tanaman menjalar. Namun karena di urus dan ditata membuat tanaman itu malah terlihat indah karena saling menjalar antara satu tanaman dengan tanaman lain. Fajar mendorong pintu cafe, lalu memilih duduk disisi jendela yang langsung menghadap ke jalan raya. Suasana di dalam cafe tidak terlalu ramai, tidak seperti dugaan Fajar. Perlahan hujan mulai berhenti menyisakan embun-embun dan tetesan air yang masih membasahi jendela. "Selamat datang, mau memesan apa?" tanya seorang pelayan yang mendatangi meja Fajar. "Caramel macchiato ada?" tanya Fajar tanpa melihat buku menu yang berada di atas meja. "Ada, mau yang panas atau dingin?" tanya pelayan tersebut ramah. "Panas saja," jawab Fajar. Pelayan tersebut nampak menuliskan pesanan Fajar pada secarik kertas. "Ada tambahan lagi? Untuk makanannya?" tanya pelayan tersebut sopan. "Itu saja dulu Mas," saut Fajar singkat. "Ditunggu ya pesanannya." Fajar mengangguk ramah sesaat sebelum pelayan tersebut pergi meninggalkan meja Fajar, dengan secarik kertas yang berisi pesanannya. Fajar membuka kembali buku novel yang baru saja ia beli tadi. Meski seorang laki-laki, Fajar cukup suka dengan Novel. Meski begitu novel yang Fajar bukan novel-novel percintaan tetapi lebih ke novel yang berisi motivasi-motivasi kehidupan. Sesekali juga ia mengoleksi antologi puisi karya penulis kesukaanya yang memang sudah ia sukai sejak lama. Telpon Fajar tiba-tiba saja berbunyi memecah keheningan antara ia dan novel ditangannya. Ia mengalihkan tatapannya pada ponselnya dan melihat nama yang tertulis jelas di layar ponselnya. "Halo Kak," ucap Fajar tepat setelah menggeser layar berwarna hijau. "Halo, kamu di mana? Kakak agak telat tadi neduh sebentar hujan," saut suara di balik telepon. "Fajar ada di cafe Kak, baru aja sampai. Kakak di mana? Biar Fajar susul," saran Fajar. Ia sudah bersiap untuk memasukan novel yang baru saja ia keluarkan. "Gak usah, kamu ada di cafe mana memangnya?" Fajar menatap ke sekeliling cafe mencari jawaban atas nama cafe ini. Bodohnya Fajar malah masuk ke cafe yang bahkan namanya saja ia tidak tahu, Fajar terlalu tersihir oleh dekorasi cafe yang terlihat menyatu dengan alam. "Flowertag Kak," jawab Fajar tepat saat pelayan tadi membawakan pesanan Fajar, untungnya di name tag orang tersebut tertulis nama cafe yang Fajar cari-cari sedari tadi. "Oh, kakak tahu itu. Ya udah, kamu tunggu di sana aja ya. Kakak gak jauh kok dari sana, paling 10 menit lagi kakak sampai. Kakak jalan dulu," ucap Kakak Fajar meminta agar Fajar tidak usah menyusulnya. "Beneran Kak, yaudah kakak hati-hati ya." "Iya, yaudah kakak tutup ya," ucap kakak Fajar dengan nada lembut. "Iya Kak," jawab Fajar lalu meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. "Mas saya pesan teh melati hangat satu, tapi sekitar 10 menit lagi ya di anterinnya." Pelayan tersebut mengangguk lalu mencatat lagi pesanan Fajar lalu berjalan menjauhi meja Fajar. Fajar memasukan kembali novelnya, ia sudah tidak tertarik membaca novel. Entah kemana ketertarikannya tadi menguap, malah yang Fajar lakukan kini adalah memandang kendaraan-kendaraan yang tengah sibuk berlalu lalang. Ia mengamati jalanan yang ada disebrangnya yang terlihat cukup ramai, entah apa penyebabnya padahal di luar baru saja selesai hujan. Mungkin karena hujan telah reda jadi setiap orang dapat melanjutkan kembali aktivitas mereka. Dari jauh Fajar melihat kakaknya yang tengah berjalan dengan beberapa papar bag dan kantung di kedua tangannya. Fajar menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kakaknya yang terlihat cukup kerepotan dengan barang bawaanya. Padahal jika saja kakaknya bersedia di susul oleh Fajar ia akan dengan senang hati membantu kakaknya membawa belanjaanya. Fajar terus memperhatikan langkah kakaknya sampai ke saat ia melihat kakaknya seperti tersandung, entah apa yang membuat kakaknya tersandung. Fajar dengan refleks berdiri dari kursinya setelah melihat kakanya hampir terjatuh. Untungnya saat kakaknya terjatuh di depannya ada dua orang perempuan sehingga kakaknya terjatuh tepat di depan salah satu perempuan itu. Fajar melihat dari jauh kakaknya tengah berbicara dengan perempuan itu, entah apa yang di bicarakannya Fajar tak tahu. Hingga beberapa menit kemudian kakaknya pergi meninggalkan perempuan itu. Tanpa sengaja, perempuan itu menghadap ke arah perempuan yang bersamanya entah berbicara apa Fajar masih tidak tahu, tapi Fajar merasa sedikit aneh melihat wajah wanita yang tadi menolong kakaknya yang tersandung. Fajar mencoba mengingat kembali wajah perempuan itu, namun tetap saja ia tidak mendapatkan jawaban. "Fajar," ucap sebuah suara yang akhirnya mengalihkan perhatian Fajar. "Loh udah sampe Kak!" ucap Fajar berat. Ia berdiri lalu menarik kursi dihadapannya untuk diduduki oleh kakaknya. "Kakak gak apa-apa? Fajar tadi lihat kakak hampit jatuh, perut kakak gimana? Sakit?" tanya Fajar bertubi-tubi. Bagaimana ia tidak khawatir jika sebenarnya kakaknya ini tengah hamil 3 bulan, memang perutnya tidak terlalu terlihat besar ditambah kakaknya menggunakan gamis yang kebesaran sehingga orang mungkin tidak akan tahu jika kakaknya ini tengah hamil. "Kakak gak apa-apa, dia juga baik-baik aja. Jangan cemas," jawab kakak Fajar sambil mengelus-elus perutnya dari balik gamis yang dipakainya. "Ya jelas Kak, gimana Fajar gak cemas, nanti kalau Mas Bayu tahu kalau kakak kenapa-kenapa saat mau nemuin Fajar nanti Fajar yang kena." "Lagian siapa suruh, baru balik dari luar kota bukannya pulang ke rumah dulu malah langsung jalan-jalan. Gak tahu apa keponakan kamu kangen," ucap kakak Fajar menatap heran adiknya. "Ya ampun Kak, Fajar pergi cuma dua hari. 'Kan Sebelum Fajar pergi Fajar sudah ngajak Kakak jalan," bela Fajar terhadap dirinya. "Iya gara-gara kamu Habib bisa hilang," protes kakak Fajar yang disauti dengan senyuman bersalah Fajar. "Itu Habib lagi sama Audy kak, pas banget Fajar lagi nyariin minum. Terus Fajar titipin sama Audy," jelas Fajar. "Iya-iya, udah kenyang kakak sama penjelasan kamu." "Dimaafin gak Kak?" tanya Fajar lagi. Karena ia tidak mau hubungannya dengan Kakaknya memiliki lubang kecil yang mungkin saja suatu saat akan membesar. "Iya udah kakak maafin kok," jawab kakak Fajar. Taklama pelayan datang membawakan teh melati yang tadinya udah dipesan oleh Fajar. "Di minum kak, udah Fajar pesenin." Kakak Fajar tersenyum lalu menciup aroma teh yang bercampur dengan melati sebelum akhirnya meminumnya. Fajar sangat menyayangi kakaknya, karena dari kecil meskipun Fajar seorang adik tapi sebagai laki-laki ia sendiri bertekatd untuk harus selalu bisa menjaga kakaknya. Meskipun kakaknya suatu saat akan di jaga oleh orang lain yang pastina memiliki tanggung jawab lebih besar darinya, namun meski begitu Fajar tetap akan selalu melindungi dan menyayangi kakaknya. Itu adalah salah-satu janjinya yang harus ia tepati selama ia hidup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD