2. Identity

1438 Words
Satu tahun yang lalu, Ddrrrttt!! Dddrrttt!! Getar ponsel itu terlalu kencang sehingga mampu membangunkan pria yang tertidur tengkurap dengan atasan terlepas dan hanya mengenakan celana serta selimut yang menutupinya. Dia agak mendongakan kepalanya meski matanya belum terbuka. Tangannya meraba ke arah nakas yang ada di samping tempat tidurnya. "Sepertinya ini hari Jumat, mengapa kalian terus mengganggu ku sih?!" dengusnya mengubah posisinya sambil menekan tombol hijau pada ponselnya. "Apa?!" sahut pria itu menjawab panggilan. "Bos menunggumu, ada tugas penting mengenai kabar kriminal yang viral baru-baru ini, Steve. The Lost Cat terus menjalankan aksinya!" seru salah satu anggota tim-nya di seberang sana. "The Lost Cat? Siapa dia? aku tidak tahu!" selidik pria bernama Steve itu sesaat sambil mengacak-acak rambutnya. "Hehem. Pencuri yang diisukan seorang wanita, Steve. Kemarin dia baru saja berhasil membobol gudang kantor penggadaian dan membawa semua perhiasan!" kata temannya lagi. "Tapi ini Jumat, Mat! Aku masih mengantuk dan aku harus ke kantor ayahku!" dengus Steve kini mengucek matanya. "Si tua Johanson itu terus mencarimu! Katanya kau pasti tahu cara menemukan identitas pencuri itu!" ujar teman sekaligus asisten kerjanya yang bernama Matthew. "Tapi kita badan intelijen bukan detektif!" Steve mengingatkan agak mendengus. "Kita mencari informasi dan sedikit menyelidiki, Steve! Sudah cepat kau jangan banyak mengeluh, jangan sampai Velma uring-uringan karena menunggumu!" sahut Matthew agar Steve bergerak cepat. "Ahh, kau ini malah memikirkan wanita itu!" decak Steve bisa-bisanya mereka hanya memikirkan kesenangan mereka sementara tidak ada yang mengerti dirinya. "Aku tidak tega dia uring-uringan karenamu!" tutur Matthew yang memang tertarik pada Velma, anggota tim Steve lainnya. "Pria bodoh! Dia uring-uringan karena pria lain bukan karenamu! Kau ini, sad boy sekali!" decak Steve lagi berusaha menyadarkan temannya. "Selama dia tersenyum, aku juga tersenyum, Steve," sahut Matthew dengan nada sangat lembut. "Uhuk! Uhuk! Perutku mual seketika! Yasudah, bilang si Johanson tua itu, aku datang setelah makan siang dengan ayahku!" ujar Steve memberitahu. "Lama sekali, Steve!" keluh Matthew. Tit! Tit! Steve sudah mematikan panggilan. Dua anak buahnya itu aneh, tidak ada yang bisa diandalkan dan terlebih mereka tidak pernah mengerti atasannya. Hanya memberi kabar, misi dan semacamnya melulu. Tidak bisakah Steve mendapatkan kabar kalau dirinya diangkat sebagai badan pengawas data dan informasi saja atau mendapatkan bonus liburan ke pulau pulau terkenal. Menyebalkan! Steve pun mengusap rambutnya yang agak berantakan. Mungkin terjadi sesuatu dengan kembarannya sehingga dia juga jadi banyak gangguan begini. Ya, Steve merupakan anak kembar dan adiknya atau saudara kembarnya seorang wanita, Sydney namanya. Sejak kuliah mereka sudah berpisah karena sang adik yang memang ingin kuliah di luar negri. Begitulah, ayahnya langsung mengijinkannya. Steve sangat beruntung memiliki ayah seperti Ezekhiel Dimitri. Ayah yang bijaksana dan begitu mengerti dirinya serta Sydney apalagi ibunya. Ayahnya begitu mencintai ibunya. Kadang ayahnya tidak bisa menolak permintaan ibunya, apapun itu. "Ada apa dengan Sydney? Dia pasti bertengkar dengan Joshua atau Joshua kembali ke Honoland tanpa memberitahunya!" dengus Steve melihat waktu pada ponselnya sebelum beranjak dan membersihkan diri untuk memulai harinya. "Pukul 8 pagi, nice! Kuhabisi, kau, Matthew!" pekik Steve melempar asal ponselnya ke atas tempat tidur dan mengacak-acak lagi rambutnya. Tok! Tok! Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya meski tidak terbuka. Steve tahu siapa yang melakukannya. "Ada apa, Steve? Kau mengigau lagi?" tanya seorang wanita paruh baya yang ada di balik pintu yang tak lain dan tak bukan adalah ibunya. Setiap pagi ibunya selalu menyebar aroma-aroma terapi ke setiap sudut rumah besar itu dan sambil bernyanyi lagu rohani seperti kebiasaan neneknya dulu. "Tidak! Buatkan saja aku teh lemon hangat dan roti lapis keju, Mom!" sahut Steve sebal dengan ibunya yang seperti sedang menggodanya. "Sudah siap, cepat kau mandi dan segera temui ayahmu!" kata sang ibu yang tidak masuk ke kamar. Ya, dia memang sedang menggoda anaknya itu. "Iya!!" sahut Steve akhirnya beranjak dengan sangat terpaksa menuju ke kamar mandi yang bergabung dengan kamarnya. Derap kakinya menuruni tangga seraya mendengus. Ibunya sudah menanti di bawah dengan pakaian kerjanya. Ibunya yang berusia 53 tahun itu masih bekerja meski masuknya sesuka hati karena juga sudah ada yang mengurus di perusahaan iklannya itu. "Morning, Mom. Daddy sudah berangkat?" tanya Steve seraya menyapa sambil memberikan kecupan kecil pada pipi ibunya. "Tentu saja. Dia selalu berangkat pukul 7 pagi. Seharusnya aku ikut dengannya tapi dia tidak akan mengijinkanku jika ada salah satu anaknya akhirnya kembali pulang dari negara antah berantah," jawab ibunya yang bernama Zefanya. Steve hanya tersenyum miring dan duduk di kursi meja makan itu mulai menyeruput teh lemon hangatnya. "Seperti lagu anak sekolah Minggu kau masih ingat? Anak bungsu pergi ke negeri orang tinggalkan ayahnya mengeluh!" tambah Zefanya lagi senang sekali menggoda anak laki-lakinya itu. "Itu bungsu!" koreksi Steve agak mendengus. "Ganti saja dengan sulung," balas ibunya terkekeh. "Sudahlah, Mom, aku sedang tidak mau bercanda! Em, apa terjadi sesuatu dengan Sydney? Mengapa perasaanku agak tak nyaman?" tanya Steve kemudian mengalihkan ledekan ibunya. "Ya, dia sedang tidak enak badan," jawab Zefanya ikut duduk bersebrangan dengan Steve. "Bagaimana bisa? Dosen pianis itu tidak menjaganya dengan baik?" selidik Steve lagi. "Tidak sengaja. Hujan turun saat mereka di tengah jalan mengendarai motor," jelas Zefanya. "Motor lagi, motor lagi. Apa gaji dosen itu sedikit sekali ya sampai tidak bisa membeli mobil? Ayahnya kan wakil direktur sekolah musik Uncle Pat. Masa tidak bisa membelikan anaknya mobil?!" sahut Steve seperti dia keluarga terdekat kekasih saudaa kembarnya saja. "Sok tahu! Terus saja kau berkomentar! Ada apa denganmu, marah-marah tidak jelas begini! Sydney akan segera sembuh selama ada Joshua dan kembarannya!" balas Zefanya mengingatkan Steve kalau Sydney di Ausy tidak sendiri. "Ada seorang pencuri yang sulit sekali diamankan sampai juga mempersulit diriku. Baru saja aku menyelesaikan misi orang sudah ada misi lain!" dengus Steve meraih roti lapis keju kesukaannya. "Kau sudah jenuh dengan pekerjaanmu? Berhenti saja dan teruskan perjuangan Dimitri Apartment, The Only One for Enjoy Life," sahut Zefanya mulai memancing anaknya untuk tidak mengabaikan keinginan orangtuanya. "Kuakui kau dan Daddy partner yang solid. Aku akan segera mencari partner-ku," ujar Steve seraya mengalihkan pembicaraan mengenai ahli waris atau semacamnya. "Harus pintar, rajin dan mandiri!" tuntut Zefanya bergurau. Dia senang sekali membuat anaknya kesal. "Pasti! Cantik melebihi Sydney dan keponakan-keponakanmu!" sahut Steve malah menanggapi. "Bahkan melebihiku?" selidik Zefanya. "Tidak! Mommy Zefanya Prime tetap paling cantik dan mempesona, apalagi di hadapan Tuan Ezekhiel Dimitri," kata Steve selalu terang terangan jika memuji wanita apalagi ibunya. "Kau bisa saja! Cepat habiskan dan antar aku dulu ke kantor!" ujar ibunya tersenyum dan menyenggol pelan pundak anak laki-lakinya itu. Steve tersenyum dan kembali menyantap sarapannya. Hari ini sepertinya akan sangat sibuk karena dia tetap harus menyelesaikan misi kali ini. Rasanya pencuri itu memang menantang dirinya untuk menunjukan kehebatannya. ... Perlahan lahan, Steve membuka ruang kerja ayahnya yang ada di lantai paling atas kantor pusat itu. Awalnya Steve mau mengetuk tapi terlihat pintunya agak terbuka sedikit. Ayahnya tengah mendapat panggilan dari seseorang. "Pagi, Steve, masuklah!" sapa seorang pria di dalam yang adalah asisten sekaligus manager Ezekhiel. Ezekhiel tidak mungkin bekerja sendiri karena usianya yang semakin tua. "Sepertinya Daddy sibuk sekali, ini bahkan belum pukul 11," ujar Steve. "Hem, setelah makan siang, dia malah akan bertemu dengan investor Ausy yang tertarik membuka usaha di sini. Dia hendak bergabung dengan grup saham pamanmu Dior dan membeli dua unit apartemen distrik 1 ayahmu," sahut Theo, manager ayah Steve itu. "Wah, hebat sekali. Dia ingin membuka usaha apa, Uncle The?" tanya Steve. "Kuliner! Dia sudah membuka restoran makanan tradisional terkenal di Ausy, Steve," jelas Theo. "Luar biasa!" Steve berseru menanggapi. "Ya, apartemen ayahmu semakin banyak peminat. Bahkan ayahmu berencana membangun penthouse," kata Theo lagi melirik Steve dengan nada menyindir agar Steve tertarik membantu ayahnya. "Hem, kau sedang menyindirku ya?" celetuk Steve memicingkan matanya. "Tidak, hanya membantu," sahut Theo terkekeh. Steve menaikan sebelah pipinya mendengar kejujuran Theo, asisten ayahnya sejak dirinya belum lahir. "Steve, kau sudah datang?" tanya Ezekhiel yang sudah menyudahi pembicaraannya pada sambungan telepon dan menyapa anaknya. "Baru saja, Dad. Siapa yang menghubungi, tampaknya wajahmu serius sekali dan sedikit panik?" tanya Steve. "Ya, asisten Tuan Fernando memberi kabar kalau nanti sore dia tidak bisa bertemu denganku dan Dior karena masuk rumah sakit," kata Ezekhiel duduk di bangku kerjanya. "Ada apa, Tuan? Mendadak sekali, bukankah baru kemarin siang kita makan siang di rumahnya?" tanya Theo. "Ya, malamnya rumahnya kemasukan 4 orang pencuri dan membawa semua uang tunai serta emas yang ia miliki. Bingungnya, mereka tidak bisa melacak sidik jari atau keberadaan pencuri pencuri itu. Mereka hanya mempunyai rekaman CCTV. Katanya dia pencuri yang sedang marak saat ini," jawab Ezekhiel agak melirik anaknya. Anaknya pasti belum tahu karena baru saja kembali dari Meksikana. Steve mengernyitkan keningnya. Itu pasti pencuri yang sama yang dimaksudkan bosnya. Ternyata pencuri itu mempunyai banyak nyali sehingga memancing jiwa rasa ingin tahunya menjulang tinggi. Dia tidak tahu siapa di belakang petugas-petugas keamanan ini. ... TBC,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD