Penelusuran Benang Merah

1173 Words
Angin yang berhembus dari jendela kelas membawa rasa nyaman. Kota Malang sudah memasuki bulan Juli. Udara terasa sejuk meski agak dingin. Satya diam-diam membaca Study a Scarlet di bawah laci meja. Dia tidak memperhatikan Pak Ilham guru matematika yang menjelaskan materi trigonometri di depan kelas. Satya sudah pernah mempelajari materi itu pada kelas olimpiade beberapa waktu yang lalu. Sesekali Satya menengok ke jendela. Dia melihat aktivitas murid-murid kelas sepuluh yang sedang melewati MOS di lapangan basket. Maya, adiknya terlihat diantara kerumunan itu. Dia berlari-lari kecil lalu tersandung sesuatu hingga terjatuh. Satya terperanjat lalu menghela napas saat Maya tersenyum dan dibantu berdiri oleh teman-temannya. "Dia itu gampang jatuh," gumam Satya. Teman sebangku Satya, Yoga tersenyum kecil. Cowok berkacamata itu berhenti menggambar manga di halaman belakang sampul buku matematikanya dan mengawasi Satya. "Aduh ... Onii-tan perhatian sekali," kata Yoga. Satya melirik sahabatnya sekilas lalu bertopang dagu. "Aku merasa dia kesulitan bersosialisasi. Kamu ingat, kan, dulu dia sama sekali nggak mau bicara sampai kelas lima SD," ujar Satya cemas. Satya teringat pada masa-masa SD. Kala itu Maya sangat pendiam dan tidak mau bicara kecuali padanya. Akibatnya Maya tidak pernah punya teman, dia selalu mengekor pada Satya dan teman-temannya. Yoga mengibaskan tangan sambil berkata. "Onii-tan berlebihan deh, apa jangan-jangan Onii-tan menyimpan sesuatu yang terpendam?" godaYoga. Satya menggerutu. "Apa maksudmu?" "Hei, dua m**o di belakang itu mngobrol apa saja dari tadi?" Suara berat Pak Ilham sang guru matematika membahana dan membuat Satya dan Yoga tertegun. Pria berusia awal dua puluh tahun itu mengambil spidol lalu menulis satu buah soal matematika di papan tulis. "Yoga, maju ke depan dan kerjakan soal ini," perintah Ilham. Yoga membelalak lalu mendesis, guru matematika itu memang hobi menjatuhkan gengsinya. "Ayo cepat maju!" kata Ilham tidak sabar. "Ya, iya." Yoga melangkah ke depan dan menerima spidol dari Ilham. Yoga memandangi soal di white board dengan seksama. Angka-angka rumit dan simbol-simbol aneh memenuhi kepalanya dan membuatnya pusing. "Maaf Pak guru, soalnya terlalu susah." Yoga akhirnya menyerah. Ilham mengambil penggaris kayu besar lalu memukulkannya dengan keras ke p****t Yoga hingga cowok itu menjerit. Bukannya prihatin, seluruh kelas justru terbahak melihat adegan itu. Yoga menggeram. "KDRT! Aku laporkan kamu ke Komnas Perlindungan Anak!" Ilham tertawa renyah, menikmati penyiksaan yang dilakukannya. Satya tertawa kecil lalu kembali memerhatikan siswa-siswi kelas sepuluh. Beberapa anak perempuan duduk di bawah pohon sambil menikmati minuman. Tampaknya mereka baru saja diijinkan beristirahat oleh kakak senior mereka. "Eh, kakak itu dari tadi memperhatikan kita," kata salah seorang teman Maya sambil menunjuk jendela lantai dua tempat Satya sedang duduk. Maya mengikuti arah yang ditunjuk oleh temannya itu dan menemukan kakaknya, Satya bertengger di sana. "Wah, siapa dia? Wajahnya lumayan ganteng," komentar teman Maya yang lainnya. "Aku kenal dia," kata teman Maya yang lainnya lagi, "namanya Kak Satya, dia juara olimpiade matematika tingkat provinsi dua tahun berturut-turut. Dia pernah masuk koran." Ketiga teman Maya itu mengobrol dengan antusias. Mereka mengagumi ketampanan dan kecerdasan Satya. Maya menghela napas. Dia iri, kakaknya Satya begitu pintar, populer dan multy talent. Tidak hanya berbakat di bidang akademis, Satya juga membela tim basket. Sosok yang sangat sempurna. Begitu sempurna hingga membuat Maya serasa tenggelam. Meskipun sekuat tenaga Maya berusaha mengejar, dia tetap ditinggalkan. *** "Sialan!" Yoga mengelus-elus pantatnya yang masih terasa ngilu sambil berjalan menuju kantin. "Nggak di rumah nggak di sekolah tetap aja nyebelin! Seharusnya dulu aku masuk jurusan IPS saja supaya nggak sering ketemu dia," keluh Yoga. Bukan rahasia umum bahwa Pak Ilham, sang guru matematika adalah kakak kandungnya. "Kalau aku punya adik sepertimu mungkin aku juga bersemangat mengusilmu." Viar yang tampan dan berbadan bongsor berkomentar. Viar melambaikan tangan pada beberapa orang yang menyapanya saat dia menuju kantin bersama dua sahabatnya. Sebagai salah seorang pemain ace tim basket SMA Dharma, Viar cukup populer. "Kamu dipihak siapa sebenarnya!" desis Yoga sembari melotot sementara Viar tertawa. "Kenapa juga hanya aku yang kena? Padahal Satya juga mengobrol!" Yoga menunjuk Satya yang hanya menyengih. Siapa pun tahu bahwa Satya memiliki kepandaian di atas rata-rata. Bahkan tahun lalu Satya menyumbangkan medali emas pada olimpiade matematika tingkat SMA se-Jawa Timur. Satya, Viar dan Yoga sudah berteman sejak SD. Rumah mereka berada dalam kompleks perumahan dan mereka juga berjanji untuk selalu bersekolah di sekolah yang sama pula. Sebenarnya masih ada seorang lagi yang menjadi anggota genk mereka, yaitu Putri dari kelas Bahasa. Namun semenjak SMA, Putri tidak terlalu sering bergaul dengan teman-teman masa kecilnya. Mungkin karena pengaruh hormon kewanitaan. Sementara Viar tetap akrab dengan Satya dan Yoga meski mereka berbeda kelas dan berbeda jurusan. Tiga pemuda itu melewati kelas sebelas bahasa, Viar melihat Putri duduk sendirian di kelas. Gadis dengan potongan rambut seperti lelaki itu menunduk, wajahnya sendu. Viar menghampiri pintu lalu melongok ke dalam kelas. "Sendirian saja, Put? Ayo ke kantin!" Putri menggeleng pelan. "Aku belum mengerjakan PR." "Mau titip sesuatu?" tawar Yoga. "Nggak, terima kasih," kata Putri sambil tersenyum. Tiga pemuda itu melambaikan tangan dan pergi. Setelah yakin dirinya benar-benar sendirian, Putri menangis. Dia memandangi amplop di hadapannya yang membuat tenggorokannya tercekat. Dering ponsel membuatnya tertegun sejenak. Putri melihat ada satu pesan masuk. Pesan itu dari kontak bernama "o***g", nama panggilan untuk Pak Ilham guru matematika. Bisa ke ruang guru sekarang? Putri bangkit dan menghapus air matanya, lalu berdeham-deham agar suaranya terdengar normal. Setelah merasa siap, Putri menuju ruang guru di lantai satu. Ada beberapa guru yang sedang menikmati jam istirahat. Si o***g alias Ilham sedang mengetik sesuatu pada laptop di meja kerjanya di sudut ruangan. Meskipun masih muda, Ilham telah dibebani banyak tanggung jawab. Dia juga sering diintimidasi oleh beberapa guru yang masih menganggapnya sebagai mantan anak didik mereka. Alhasil, dia melepas stres dengan mengintimidasi murid-muridnya. Ilham juga mendapat mandat menjadi pembimbing ekstrakurikuler jurnalistik atau yang biasa disebut Jurnalota, padahal dia adalah guru matematika. Kepala sekolah berdalih dia sangat cocok menjadi pembina ekstrakurikuler tersebut karena dia mantan pimred Jurnalota. Kebetulan, jabatan itu kini dipegang Putri. "Ada apa, Tong?" tanya Putri tidak tahu sopan santun. "Di sekolah panggil aku Pak Guru!" protes Ilham. Jujur Ilham cukup kewalahan menghadapi empat muridnya yang spesial, yaitu adiknya Yoga beserta ketiga sahabatnya Viar, Satya dan Putri. Meskipun dia sudah menjaga wibawa di depan yang lain, empat orang ini bisa menghancurkan image-nya tanpa rasa takut. "Duduk!" kata Ilham sambil menunjuk kursi. Putri pun meletakan pantatnya di atas kursi di depan meja Ilham. "Naskah akhir tahun sudah berapa persen?" tanya Ilham. Putri tertegun namun kemudian tersenyum. "Sudah hampir selesai kok, tenang saja!" Ilham mengamati wajah Putri, tampak menilai. "Put, Kamu nggak ada masalah apa-apa dengan anak Jurnalota, kan?" Hati Putri mencelus. Hampir saja air matanya keluar, namun Putri menahannya sekuat tenaga lalu kembali tersenyum. "Nggak ada, semua baik-baik saja." Ilham mengangguk. "Ya, sudah kalau begitu, kamu boleh pergi, jangan lupa dealline-nya." Putri mohon diri dari ruang guru. Ilham diam-diam tersenyum lalu memandang bingkai foto keluarganya di atas meja. "Dia memang manis, aku mengerti kenapa kamu menyukainya," kata Ilham pada bingkai foto itu. Ilham meraih ponsel lalu mengetikan pesan singkat pada Yoga. "Mungkin ini waktunya pangeran berkuda putih datang." *** Salah satu sekuel Sherlock Holmes karya Sir Artur Conan Doyle. Komik Jepang Kakak laki-laki dalam bahasa Jepang Maho, singkatan dari manusia homo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD