4. Hari Pertama Menjaganya

2022 Words
Sebuah kesanggupan luar biasa bagi Frada karena dia datang ke kantor Xander bertujuan untuk rapat kekaurga. Ya, hanya keluarga. Tetapi, bukan itu yang menjadi masalah besar baginya. Frada harus menguatkan diri karena dia harus bertemu dengan Tristan. Bukan sebagai orang yang saling mengenal, ini lebih berat. Seseorang perlu menunggu cukup lama sebenarnya, karena hubungan kerja kali ini bukan sebatas partner bisnis atau klien. Setiap hari, jam bahkan bisa saja setiap detik Frada akan bertemu dengan Tristan. "Kau siap, Frada?" Pernyataan itu membuat pandangan Frada beralih, dia menarik napas dalam-dalam. Rasa sesak di d**a masih terasa, akibat menangis semalaman. "Jangan khawatir, Anna. Mungkin aku tidak membutuhkanmu lagi!" "Jahat!" celetuk Anna memukul lengan Frada. Kemudian Frada bisa tersenyum kecil. Tetapi, dia tetap memandang keluar jendela mobil. Tidak lama mereka pun sampai di basement gedung kedua SKA, Frada bergegas turun dan meninggalkan Anna yang berteriak namanya. Entah, Frada selalu merasa puas bisa menggoda gadis satu itu. "Ayolah, kau lelet sekali!" ucap Frada berjalan mundur, tangannya melambai-lambai ke arah Anna. Sedangkan Anna berjalan sambil menahan sepatu hak dan map di tangan, juga sedang mencari ponsel di tas. Kemudian tiba saja Anna terbelalak, dia benar-benar melihat Tristan secara nyata di belakang Frada. Dia langsung memberi kode. "Frada, awas!" Frada tidak mengerti, dia hanya berjalan mundur sambil menggoda Anna karena merasa puas telah memberi beban berupa membawakan belasan map. Tanpa sadar pun Frada telah mengenai sesuatu, dia menoleh seketika. Kini pandangan keduanya bertemu, Frada berusaha tetap tenang seperti yang dikatakan oleh Xander bahwa mereka hanya memiliki batas secara profesional. Tanpa berkata apa pun, Frada berlalu dan menuju lift. Diikuti oleh Tristan dan Anna di belakangnya. Pintu lift tertutup. Frada diam tanpa melihat ke arah Tristan berdiri tegak menatap lurus. Saat orang lain masuk, barulah sikap itu bertindak melindungi Frada di belakangnya. Melihat hal ini, detak jantung Frada semakin cepat. Lebih cepat saat jarak Tristan sangat dekat, bermaksud menjauhkan Frada dari beberapa orang asing di dalam lift. Pada akhirnya Frada memejamkan mata, dia menggenggam erat tangan Anna. Semua dilakukan agar Frada tetap berada di dalam pikiran secara waras, tidak ada lagi luka karena hanya akan menghancurkan suasana dan konsentrasi Frada terhadap sesuatu. Bunyi 'ting' pun terdengar, Frada membuka mata dan ternyata Tristan telah menunggu di luar sambil menahan pintu agar tidak tertutup. "Frada, kau baik-baik saja?" tanya Anna saat melihat Frada hanya diam. "Memangnya aku kenapa? Aku akan selalu baik-baik saja," Frada pun berjalan keluar melewati tempat Tristan. "Ayo, Papi sudah menunggu!" Berusaha kuat tidak semudah Frada menelan ludah, dia tetap harus bisa menyeimbangkan keadaan hati saat ini. Walau masih marah kepada semua orang yang terlibat, Frada berusaha menjadi seorang wanita dewasa. Dia berjalan tanpa menanggung beban meski sesekali dia hampir jatuh, karena Tristan berada di belakangnya. Ya, kehilangan cinta ini hal yang telah dianggap biasa. Pintu ruang rapat yang dijaga ketat oleh dua orang,terbuka lebar saat melihat Frada dan yang lain. Sapaan itu pun muncul, Frada menyambutnya dengan anggukan kepala ketika diperdilakan untuk masuk. Sambutan kembali datang, kali ini dari Ayah dan dua saudaranya memberikan sambutan. Frada terpaku, dia hanya memandang sejumlah orang hanya santai sedangkan perasaan merasakan akibat besar ini. Dampak dari usaha Nathan yang benar-benar telah memasang perangkap luka, Frada terus mencoba kuat dan dia duduk di sebelah Gio. "Kenapa terlambat, Sweety?" tanya Nathan tanpa melihat Frada. Sekali lagi, detak jantung Frada semakin cepat dari biasanya. Dia sempat menatap singkat Xander yang duduk di sisi Nathan. "Iya, Pi. Maaf, aku bangun kesiangan." "Dia perlu dididik lebih dulu!" sahut Gio mengamati wajah tak bersalah itu. Satu tangan Nathan terangkat, dia memberitahu agar tidak ada yang ikut campur ketika sedang bertanya. "Frada, kamu tau kan kalau …," "Iya, Papi. Aku tau," Frada berusaha tidak menekan dirinya sendiri. "Maaf sudah melanggar." "Apa kamu ke klub lagi semalam?" tanya Nathan seolah melupakan kejadian semalam. Frada tahu ini adalah kesalahan karena telah meninggalkan rumah Xander begitu saja. "Aku hanya … Mengobrol sebentar dengan Anna di kafe." Sebagai kode yang biasa Frada lakukan dengan Anna, Nathan sama sekali tidak mencurigai hal itu. Frada merasa lega, hanya saja sejak hari ini dia tidak akan bisa melakukan hal bebas karena telah memiliki seorang penjaga, dalam waktu dua puluh empat jam. "Baiklah, kita mulai sekarang?" tanya Xander sebagai penengah saat keadaan menjadi serius. "Ya, silakan saja! Kita hanya karyawan, menurut atas perintah Bos!" jawab Gio tanpa melihat siapa pun, dia masih saja kurang menerima kenyataan bahwa Xander lah pewaris utama saham SKA Corp. Segera diskusi mengenai pembangunan yang akan dilakukan dalam waktu dekat dibahas satu persatu, dari mulai Xander menjelaskan niat dan tujuan dibentuknya sebuah hotel dan restoran, di mana saja lahan yang akan dibangun hingga dana disiapkan sebagai kompensasi. "Apa mereka setuju?" tanya Frada di sela pembahasan yang sedang dilakukan. Dari pertanyaan itu, muncul pemikiran dari Nathan. Tetapi, dia tetap diam sambil memperhatikan anak-anaknya meneruskan rapat hari ini. Kepala Nathan telah dipenuhi oleh dua urusan penting, tentang Xander yang akan menikahi wanita yang tidak dicintai dan Frada yang telah dipilih oleh seorang putra dari Bos Rusia. Namun, urusan Frada lebih mengkhawatirkan karena akan ada keuntungan dan kerugian besar dalam hidup jika Frada dibiarkan menikah dengan pria asal Amerika itu. Setelah pertanyaan Frada berlangsung, Xander pun menjelaskan. Pelan dan pasti semua tujuan akan dibentuk, kemudian dia mengarahkan strategi hanya kepada Gio. "Kalian paham? Ada pertanyaan lain?" "Lalu apa bagianku?" tanya Frada terdengar sepele. "Kau harus perlu belajar bersikap, disiplin, dan cara berbaur dengan orang-orang di Indonesia. Tristan akan mengajari kamu!" ucap Xander berusaha hati-hati ketika menyangkut urusan Tristan di depan Frada. Dan benar saja tidak ada jawaban dari Frada, matanya mengintai lurus tanpa ingin memberi arti dari pandangan tersebut. Lalu terlihat Frada gelisah, hal itu pun dibaca secara jelas oleh Nathan. Meski Frada menyadari bahwa Ayahnya sedang memperhatikan, dia tetap berusaha santai agar tidak terlihat bodoh. Rapat pun selesai, Frada memilih lebih dulu pulang dan melewatkan acara makan siang. Tetapi, Nathan menghalangi. "Aku ada acara, Pi." "Acara apa?" tanya Nathan seolah kini menjadi serba ingin tahu urusan Frada. "Cuma … Pesta biasa di kafe sama temen, udah!" Frada menjawab, dengan kedua tangan saling terbuka lebar. "Seperti Pesta ulang tahun anak-anak." Nathan tahu alasan Frada kurang masuk akal. Nathan dan Tristan saling berpandangan, mereka mengerti apa yang harus dilakukan. Ketika Frada beranjak dari tempat duduk, Tristan pun mengikuti langkah itu hingga keluar. Namun, rupanya Frada langsung menarik lengan Tristan. Matanya yang cantik sangat keji dalam memberikan ekspresi, Tristan pun hanya diam tanpa melihat penuh arti. "Kamu bisa bahasa Indonesia 'kan? Udah, kamu cukup jadi kacung saat aku di kantor! Selanjutnya, jangan pernah kamu ikutin aku lagi!" tandas Frada tidak mampu menyaingi pandangan mata itu, karena Tristan terlalu tinggi. Tidak ada jawaban, Tristan tetap mengikuti saat Frada berjalan keluar menuju lantai dasar. Bahkan ketika di lift, Frada telah berusaha sekeras mungkin. Tetapi, tangan Tristan mampu membuka pintu terbuat dari baja tersebut hanya dengan menahannya ketika pintu hampir tertutup. Frada mulai kesal, dia pun membiarkan kelakuan itu terjadi lalu melirik ke arah Anna yang menahan tawa. "Apa yang kau lakukan, Anna? Ada yang lucu?" Anna justru menggelengkan kepala. "Tuan besar benar, kau seperti anak-anak!" Atas jawaban itu Frada seketika diam. Betapa laki-laki di sekelilingnya sangat menyebalkan. Sambil menunggu lift membawanya ke lantai dasar, Frada pun tidak peduli. Kemudian dia merasakan getaran di ponsel yang ada dalam tas, Frada melihat pesan Xander yang mengatakan 'jangan sampai kau mempermalukan dirimu sendiri di depan pria yang sudah menyakitimu'. "Munafik! Dia pikir dia … Pintar di depan wanita?" Frada bergumam, hal itu pun diperhatikan oleh Anna. Kemudian Frada memasukkan ponsel kembali, tidak lama pintu terbuka. Frada pun cepat-cepat keluar, dan tepat di aula utama gedung SKA semua mata memandangnya, Frada pun enggan berbasa-basi dan tetap berlalu meski ada salah satu karyawan yang menyapa. Pada bagian area lobi utama, Frada melihat mobil sport hijau bertengger di sana. Yang membuat Frada tercengang adalah ketika Tristan membukakan pintu untuknya. "Mobil siapa ini?" "Ini mobil perusahaan, khusus untuk Anda Nona." Nona? Frada memejamkan mata sambil menahan napas. Apakah benar panggilan itu akan terus mengalir untuknya? Dan mungkin memang takkan ada sebuah kata manis yang keluar dari mulut Tristan untuknya lagi. Sudahlah, Frada mengerjap cepat agar tidak terbawa suasana. Meski berat, mengartikan ini hanya hubungan kerja. "Hei, kenapa melamun? Kau ada acara, Frada. Ayo, kau bisa terlambat!" suara Anna kembali membongkar lamunan Frada. Mengupas lagi cara Tristan menatap, memang benar-benar selayaknya seorang penjaga kelas atas yang sedang melakukan tugas. Pandangan itu tidak pernah menemukannya, seakan enggan bahkan posisi tubuh mempunyai tinggi dua meter itu selalu tegap. Mengenai pekerjaan Tristan, itu bukan hal asing buat Frada. Dia telah mengetahui semua rahasia jika Tristan merupakan mantan tentara bayaran Amerika Serikat. Semua rahasia itu diketahui secara jelas, dan Frada memendam hal itu dari keluarga terutama Nathan. "Frada, kau akan terlambat!" Anna kembali mengusik. Sekali lagi, Frada menarik napas berat. Dia harus tetap menuruti perkataan Xander. Benar-benar seperti musibah karena Frada merasakan gejolak besar dalam diri. Lalu dia masuk ke dalam mobil bagian belakang. Saat melihat Anna berada di luar, Frada pun turun tangan menarik lengan itu agar ikut bersamanya. "Frada, aku ada urusan, dia ini permintaan Tuan." Lemah. Tiba saja Frada enggan kembali, dia memohon dengan sebuah kode. Namun, justru Anna memperlihatkan hasil dokumen yang diberikan Nathan. "Kau ini, siapa yang menggaji mu huh?" "Ayolah, Frada. Jangan seperti orang tidak pernah melakukan bisnis, kau minim kerja!" gada Anna melambaikan tangan ketika mulai meninggalkan Frada. Sial. Frada pun kembali ke mobil, dia membanting punggungnya seketika. Tetapi, rasa kesal Frada menjadi lain saat tiba saja wajah Tristan mendekat. Tangan besar itu sibuk mengenakan sabuk pengaman untuk Frada, membuat jantung Frada semakin merasakan sesuatu yang berbahaya. "Anda sudah siap?" tanya Tristan tanpa menatap ke wajah Frada. Frada masih kesal dengan keadaan ini, terutama saat Anna tidak bisa menemaninya seharian ini. "Seharusnya para penjaga itu mempunyai ingatan yang baik, bukannya malah terlalu banyak nanya!" Tristan mulai menghidupkan mesin mobil. "Alamat restoran yang Anda maksud." Sungguh, malas rasanya terlalu banyak bicara. Frada menunjukkan undangan yang ada di tas, kemudian Tristan menscan kode yang tertera pada kartu sebesar SIM. Mobil pun meninggalkan kantor SKA, membawa Frada ke jalanan kota. Mereka hanya diam, terutama memang Tristan yang telah menyanggupi hal ini, dan berbicara bebas adalah larangan yang tertera di surat kontraknya. [...] Area depan sebuah restoran, telah membuat Frada sulit percaya. Cara Tristan dalam menjaganya, dengan sangat baik menjauhkan orang-orang yang melintas. Kemudian saat Frada bertemu dengan rekan nya, tiba saja Tristan turun tangan mengecek semua bagian tubuh. "Aman." Apa? Frada ingin menghilang dari para mata menatapnya, ini benar-benar tampak seperti putri raja yang dijaga ketat. "Apa-apaan ini, huh? Mereka adalah temanku!" Ungkapan Frada tidak mendapat jawaban dari Tristan, saat langkah mendekati area meja bahkan Frada telah dibuat marah. Dia terdiam saat Tristan meminta, mereka orang-orang di meja untuk berdiri. Tristan mengamati dari satu persatu orang, kemudian dua berjalan mendekat dan menyentuh saku seorang pria berjas. Tangan kiri Tristan terbuka lebar. "Berikan padaku!" Pria itu terbelalak. Frada yang melihat hal itu pun cepat-cepat menjauhkan Tristan dan dari temannya. "Apa-apaan ini? Diam di sana!" Tristan tidak bersikap, dia tetap menatap pria itu dan meminta ucapannya dipenuhi. Tidak lama Tristan pun kembali, dan pria tersebut mengeluarkan pisau lipat dari saku sebelah kanan. Melihat hal itu, Frada tidak percaya. Namun, itulah yang terjadi. "Maaf sudah mengganggu, silakan duduk!" perintah Tristan kepada enam orang di meja makan. Frada masih berdiri kaku, apa yang barusan terjadi merupakan sebuah kejutan. Kemudian Frada melihat Tristan menarik salah satu kursi di bawah meja, mempersilakanya untuk duduk. Frada dengan keadaan masih bingung pun duduk, dia mengamati sekitar dan jujur saja merasa sangat kesal terhadap Tristan. Yang terikat saat ini, adalah teman-teman Frada terdiam. Saat pesanan datang pun mereka hanya sesekali saling menatap, dan Frada memperhatikan hal itu. Dia merasa acara ini tidak berjalan lancar, perasaan kecewa dan malu pun datang. Frada cepat-cepat mengambil tas yang ada di badan kursi, kemudian berlari secepat mungkin agar bisa menghindari dari semua ini. Tepat di pintu gerbang, batas restoran dan jalan raya Frada pun memberhentikan taksi. Namun, tiba saja tangan Tristan menghalanginya untuk membuka taksi, justru meminta taksi agar segera pergi. Penuh kebencian dan perasaan sakit, Frada menolak semua perilaku yang memintanya untuk segera ke mobil. "Enyah kau dari hidupku!" bentak Frada dengan suara tertahan, antara hampir menangis dan marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD