1. Dia bukan anakku!!

1558 Words
"Kamu boleh membuangku tapi jangan buang anak kita." Putus asa melihat Hana yang terus tidak mengakui kehadiran sang anak, dengan nada suara yang berat dan parau akhirnya sebuah kalimat yang memang mengganjal di benak Arel itu pun keluar seperti itu. “Aku mohon Hana, dia anak kita, dia butuh sosok ibu.” Arel mengakui jika rumah tangganya tidak seperti yang sempat ia bayangkan dahulu. Tapi, itu semua juga di luar kendali dirinya. Meski semasa pacaran semua rasanya begitu indah bila bisa terus bersama dan menghadapi segalanya berdua. Nyatanya rumah tangga itu tak sekedar "aku cinta kamu dan kamu mencintai aku" semua tidak semudah itu. Banyak hal lain yang harus di hadapi dan terkadang ada juga beragam hal yang tak pernah terduga yang membuat perselisihan mulai muncul, perbedaan pendapat yang terus keluar tanpa ada yang bersedia saling mengalah, semua itu faktanya tidak akan pernah mudah. Apa lagi bagi para pelaku pernikahan yang terlalu cepat di usia yang masih sangat muda seperti Arel dan juga Hana. Semua akan terasa semakin berat dengan ego mereka yang besar dan saling ingin dimengerti tanpa benar-benar mampu memahami hati satu dan lainnya. "Aku mengakui semuanya. Aku akui egoku yang tak bisa aku jaga. Aku mengaku jika aku kerap tak bisa memahami dirimu. Tapi, sungguh apa kamu tega membuang anak kita?" “Semua itu adalah kesalahanku. Hanya aku, Hana. Bukan anak kita.” Arel yang telah merawat anak itu selama semninggu mulai memahami banyak hal. Banyak kenangan yang terlintas tentang istrinya. Sesal yang rasanya terus bertambah. Pikiran rumit yang sebenarnya sangat sederhana. Amarah yang terkadang tak seharusnya meluap dan kesalah pahaman yang tak pernah niat untuk ia luruskan. Semua itu bercampur menjadi satu dan Arel mengakui segala hal itu begitu saja. Semua karena satu hal, karena ia tak ingin anaknya menderita. Ia ingin anaknya tumbuh dengan keluarga yang lengkap. Arel hanya tidak tega jika anak yang polos dan tak tahu apapun itu ikut terluka akibat keegoisan orangtuanya. "Hana, aku benar-benar memahami kenapa kamu pergi dariku. Tidak dengan anak ini. Dia tidak bersalah!" Suara Arel lirih terdengar, dengan ketir dan membenam setengah dari ego yang ia miliki, Arel pun sedikit mengakui kesalahan masa lalu yang mungkin telah Arel lakukan dan memohon agar anak tersebut tidak menjadi korban dari masalah kedua orangtuanya. Anak yang begitu polos dan tak berdosa. Seorang anak yang tak mengerti apapun selain indahnya dunia yang bersinar di bola mata polosnya itu. "Lihat senyumnya, Hana. Lihat matanya yang tak berdosa dan lihat dia yang tak berdaya dan membutuhkan bantuan kita untuk bisa bertahan hidup!" Sambil memperlihatkan sosok mungil yang empuk dan lembut itu pada Hana, Arel berharap jika Hana akan tersentuh dengan malaikat kecil itu dan membatalkan niatnya meninggalkan sang anak pada Arel yang sama sekali tidak mengerti cara mengasuh anak. Bahkan jika Hana sendiri tidak paham. Rasanya lebih baik di lakukan bersama dari pada menjadi orangtua tunggal. Tampaknya Arel berhasil mengggoyahkan perasaan Hana. Pandangan Hana terlihat goyah. Ia terpesona degan sosok malaikat kecil yang ada di dalam gendongan Arel. Ia tersenyum dengan tangannya yang seolah hendak menggapai Hana. Suaranya renyah dan terdengar lembut. Sesekali malaikat mungil itu juga tertawa kecil. Membuat Hana secara otomatis menarik kedua sudut bibirnya, ia ikut tersenyum saat menyaksikan segala tingkah malaikat kecil itu. Merasa jika Hana mulai menerima kehadiran bayi tersebut. Menjadikan Arel kembali memiliki kesempatan untuk terus membujuknya. Ia pun mendekatkan tubuhnya pada Hana. Membiarkan malaikat kecil itu menggapai pipi Hana dengan tangan lembut itu mendarat begitu saja pada pipi Hana. "Hana, sudah mengakulah jika ini adalah anak kita. Ayo kita rawat dia bersama." Hana tampak semakin goyah dan ia terlihat hendak meraih tangan mungil itu. Sentuhan ringan Hana berikan pada tangan mungil, kenyal, dan empuk itu. Terasa begitu lembut dengan kekeh kecilnya yang menggetarkan hati Hana. Perlahan hana pun mengulurkan tangannya dan begitu ia menyentuh kulit lembut itu dengan ibu jarinya. Hana dengan cepat menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Tidak, dia bukan anakku." Baru saja ia terlihat penuh perhatian pada anak tersebut. Hati yang nyaris saja luluh dengan kepolosan dari anak kecil tak berdosa itu begitu cepat berubah. Hana malah kembali pada pendirian awalnya jika anak itu bukanlah anaknya. "Hana!!!!" Kesal dengan hal tersebut Arel pun meninggikan suaranya. Ia membentak Hana dan membuat Hana bergidik ketakutan di pojok ruangan dengan kedua bola matanya yang terbuka lebar. Terkejut akan sentakkan Arel yang keras padanya. "Kenapa kamu tega seperti ini? Kamu membuang anakmu sendiri? Kamu ibu yang buruk!" Kasar, Arel mencecar Hana yang saat ini sudah terpojok di sudut ruangan. Kedua tangan Arel sibuk dengan gendongan bayinya yang terus longgar. Kaki mungil itu tak berhenti bergerak dan tangan lincahnya bermain manja pada wajah Arel. Arel tak menggubris tingkah bayi mungil itu. Pandangannya fokus pada Hana yang saat ini terpojok dengan matanya yang berkaca-kaca. "Hana, mau sampai kapan kamu lari dariku?" tanya Arel lagi yang hanya di balas dengan keheningan oleh Hana. "Hei, jangan diam saja. Jawab aku Hana. Katakanlah sesuatu. Jangan buat aku semakin menggila!" keluh Arel yang sudah nyaris tak lagi memiliki kewarasannya. Ia sudah cukup lelah mengasuh anak selama seminggu belakangan ini. Lalu, saat ia kembali pada sang istri. Istrinya malah mengelak jika itu adalah anak mereka. Pernikahan Arel dan Hana memang sedikit goyah. Mungkin sudah lebih dari satu tahun mereka pisah ranjang tanpa adanya perceraian. Arel akui jika ia tidak bisa langsung bercerai dengan Hana akibat urusan penyerahan jabatan dari ayahnya. Arel sementara waktu harus menjaga reputasi dan juga martabatnya. Ia tidak boleh terkena scandal yang akan berpengaruh pada prosesi penyerahan jabatan dari sang ayah. Sedangkan Hana yang juga sudah mencapai batas kesabarannya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, kembali pada sang ibu yang tinggal sendirian. Selain beralasan untuk menjaga ibunya yang sendirian, Hana meminta pada Arel untuk masing-masing dari mereka mendinginkan kepala sampai mereka bisa memutuskan dengan benar akan bercerai atau justru tetap hidup bak orang asing seperti biasanya. "Ta-tapi ... ..." Hana tak meneruskan ucapannya. Ia menatap ke arah anak tersebut dengan matanya yang berkaca-kaca dan kembali menggelengkan kepalanya. "Ah.. pokoknya dia bukan anakku!" Hana pun langsung berlari menjauh dari Arel dan Arel kembali mengejar Hana dengan tergopoh-gopoh bersama anak yang ada dalam gendongannya. Namun, di saat Arel nyaris menjatuhkan anak tersebut. Sehingga Hana pun menghentikan langkahnya sesaat dan mengulurkan kedua tangannya hendak untuk meraih anak tersebut. Akan tetepi, di saat Arel berhasil menangani anak tersebut dan selamat. Hana kembali berteriak, "Dia bukan anakku. Aku tidak pernah melahirkan seorang anak!" Akhirnya Hana tetap menyangkal keberadaan anak tersebut dan kembali berlari. "Tapi, dia sangat mirip denganmu, Hana!" Sama seperti Hana, Arel juga tidak menyerah. Ia bersikeras jika itu adalah anak mereka. "Mirip apanya?" Hana yang sudah bulat pada pendiriannya itu bertanya-tanya dari segi mana kemiripan anak tersebut dengan dirinya. Pasalnya Hana tidaklah berbohong. Ia yakin bila ia tidak pernah melahirkan seorang anak pun. Malah Hana justru curiga jika bisa saja anak itu adalah anak wanita lain yang sempat terlibat dengan suaminya. Anak yang lahir dari hubungan gelap suaminya dengan wanita yang mungkin saja Arel jalin selama ini. Menjadikan Hana semakin menyangkal keberadaan anak tersebut dan membenci Arel atas pengkhianatan yang mungkin telah dilakukan oleh Arel. "Bisa-bisanya dia bawa anak dari wanita lain dan bersikeras bahwa itu anakku. Sebenarnya atas pemikiran apa dia berani mengatakan itu?" Hana sudah muak dengan pemikirannya tentang anak itu. Malah ia nyaris tak lagi bisa menahan emosinya. Sedangkan Arel sama sekali tidak mau menyerah ia terus menyodorkan anak tersebut pada Hana. Berharap Hana akan tersentuh akan kepolosan dari bayi mungil tersebut. "Dia sangat mirip denganmu Hana. Masa kamu menyangkalnya?" "Tidak. Dia tidak mirip denganku. Semua pipinya kenyal dan empuk. Tidak mirip, pokoknya tidak!" Penyangkalan keras itu terus dilontarkan oleh Hana, lalu apa yang Arel katakan selanjutnya semakin membuat Hana tercengang. "Dia sangat mirip denganmu. Lihat rambutnya yang memiliki warna yang sama denganmu, dia memiliki bibir yang sama cantiknya denganmu, dan mata bersinarnya juga sangat mirip denganmu dan —," Arel menjeda ucapannya ia memandang lekat ke arah anak yang ada di dalam gendongannya itu dan kembali berkata, "dan ... karena dia juga adalah seorang anak perempuan. Kamu, kan juga seorang wanita." Mendengar hal itu jelas Hana semakin kesal. Bagaimana mungkin hanya karena anak itu adalah anak perempuan maka Arel mengatakan jika ia mirip dengan Hana. Kekesalan yang benar-benar telah sampai pada puncaknya, tak habis pikir dari mana pemikiran konyol Arel itu berasal. Bagi Hana itu hanya terkesan sebagai alasan yang Arel buat-buat untuk mendesak Hana. "Pokoknya, dia bukan anakku!" Hana langsung menutup kedua telinganya. Ia tak lagi mau mendengar apapun yang akan Arel katakan. Tidak hanya emosinya yang memuncak pada Arel. Hatinya juga ikut sakit saat anak itu dibawa ke hadapannya. Apa bila melihat dari usia anak tersebut maka mungkin saja anak itu berada di kandungan sang ibu tepat saat mereka mulai memutuskan untuk berpisah. Jika memang demikian, maka Hana semakin bulat pada keputusannya untuk bercerai dengan Arel. Ia tidak bisa membayangkan jika Arel ternyata memiliki seorang anak dari wanita lain. "Ah, sekarang aku tahu alasannya yang bilang selalu sibuk itu." "Tidak salah jika aku saat itu meminta berpisah dengannya!" Bersama dengan kenangan masa lalunya yang begitu mengesalkan. Hana ternggelam dalam pikirannya. Ia semakin mantap akan status hubungan mereka kelak. Ia pun semakin yakin jika anak yang tiba-tiba di bawa oleh Arel bukanlah anaknya. "Justru anak itu akan menjadi alasan yang kuat untuk kita berpisah!" Begitulah pikir Hana, sampai sebuah kalimat yang menggetarkan hati Hana kembali terucap dari Arel. Ucapan yang membuat Hana langsung terdiam dan terpaku serta tak bisa lagi berdalih.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD