Udara di desa cukup segar tanaman hijau rimbun mengelilingi sekitar kebun pisang itu, anak-anka desa berlarian bermain di sebelah tanah lapang sana. Pria setengah baya itu dengan pakaian kaos lusuh serta celana pendek seadanya sekedar pakaian kotor untuk berkebun nanam berbagai jenis tanaman di tanah lapang miliknya serta tak luput dirinya kini tengah mencabut bongkahan singkong yang cukup sulit di tarik keluar dari tanah,
Anak gadis dengan rambut pendek berkibar di tiup angin rok panjang abu-abunya melambai di pakai berlari kencang, di tangannya ia membawa selembar amplop putih sembari senyum merekah memperlihatkan deretan gigi putih gadis itu, Ririn Megawati, menghampiri pria tadi sembari ngos-gosan menyetabilkan nafasnya perutnya kram rasanya tubuhnya di paksa berlari dari sekolahan hingga perkebunan pamannya.
Dengan keheranan, pak Lik. Melepas Capil berkerucut itu mengibaskan di depan wajah agar sediit mendapatkan angin segar di tengah terik, " kamu kenapa, nduk. Lari-lari kayak di kejar setan" kata pak Lik melihat keponakannya menghampiri tergesa.
Sembari menatap pamannya Ririn berkata, "aku di terima beasiswa di kota pak Lik" Ririn gadis muda itu meraih tangan pak Lik membawa ke gubuk di aman biasannya pak lik nya membawa rantang, bekal ke kebun dikala siang hari.
Ririn mengetahui pamannya ada pertanyaan di benaknya sembari menata bekal makanan menyajikan masakan rumah sudah dingin itu segara di makan di siang hari saat itu.
" Tadi kamu ngomong apa tho, Rin?" Tanya pak Lik di tengah makan nya
Dengan mulut penuh Sama-sama tengah makan Ririn menyodorkan amplop putih itu kepada pak Lik
" Aku di terima kuliah, dapat beasiswa. Jadi kuliah ku ngak mbayar pak Lik gratis di tanggung pemerintah,"
Sembari mengangguk paham pak Lik berucap, " lah kamu ke sana nanti hidup sama siapa, terus kamu mau ninggalin adik kamu sama pak Lik di desa sendirian" ujarnya dengan mendramatisir.
" Kalau masalah tinggal nanti Rini ngekos saja pak Lik, masalah Andin saya titip ke pak Lik ya, saya mau jadi sarjana biar bisa bantu ekonomi keluarga nantinya"
Pak Lik terdiam selesai menghabiskan hidangan bekalnya menatap Ririn ponakannya lembut, gadis itu beserta adiknya sudah ia anggap anak sendiri setelah musibah menimpa kakaknya serta istrinya hingga meninggalkan dua malaikat cantik itu padannya.
Suara hening terdengar suara gesekan daun tertiup angin, Ririn menunggu izin dari sang paman satu-satunya wali dia punya, sembari menatap hamparan pohon rindang pak Lik membuka suara,
" Pak Lik, ndak ngelarang kamu pergi ke kota tapi kamu itu anak perempuan apa ya gak di desa tinggal Sama adek mu sama pak Lik di sini saja" ajaknya, kembali menatap air muka ponakannya manisnya tersebut.
" Ririn gak mau pak Lik kalau kita di sini bakal bisa hidup layak, orang di desa ramah baik tapi kita gak Semaju orang kota di sana" Ririn terdiam sebentar memperhatikan tiga iring-iringan gadis berusia remaja namun sudah mengendong anak bayi ke sawah, tak jauh dari Sawung tepatnya berteduh, "di sini saja sekolahan cuma satu di sebelah desa" lanjut nya sembari memperlihatkan raut memohon nya pada pria baya itu.
" Nanti pak lik pikirkan, kamu kan juga baru lulus SMA,"
" Tapi-"
" Pak Lik mau lanjut ngambil singkong, kamu di sini saja, nanti kita pulang bareng" potong paman berjalan meninggalkan Ririn sendiri di balai kayu itu sendiri.
Kaki kurusnya di tekuk menempel dadanya, mata Belo nya menatap pamannya di kejauhan memperhatikan punggung lebar yang dulunya kuat itu kini terlihat ringgkih terik menyengat dari sinar tata Surya menjadikan permukaan kecoklatan pria itu berair keringat sembari mengelap keringat dengan punggung tangan pak Lik terus menarik umbi-umbian dari tanah mengumpulkannya tumpuk menumpuk untuk di jual ke pasar menambah pundi-pundi rupiah tak seberapa sebagian untuk makan sekedarnya ketika banyak sayur tak laku.
Mata jernih Ririn sedikit berair menahan tangisan yang menyesakan dadanya, pikirannya berkecamuk jika pamannya tidak membolehkan dirinya bagaimana dia bisa mennyongkong ekonomi keluarga mereka tapi jika dirinya pergi bagaimana adik serta pamannya.
Anak kecil di desa tumbuh kembang dengan baik walau tak mendapat pendidikan layak dapat Ririn lihat tiga gadis tadi kerja di sawah sembari membawa anak mereka satu di antara mereka terlihat tengah hamil, Ririn yakin bahwa mereka seusia Ririn namun adat orang tua di desa selalu memegang paham 'anak gadis mending nikah biar hidup enak di rawat di suami' nyatanya? Banyak diantara mereka di cerai sampai di selingkuhi, nikah di usia labil di paksa menerima kehidupan rumah tangga yang pelik apalagi di tunjang ekonomi di desa yang cukup rendah serta baca tulis kadang masih ada yang tertinggal.
Miris, memang.
Langit sudah menguning seperti emas yang sering di pakai Bu RT pamer setiap acara desa, langkah pendek sembari membawa rantang di tangan tak lupa membawa sedikit singkong di tangan kanannya mengikuti langkah pak Lik di depan, mengambil speda buntut sering di sebut sepeda ontel, pak Lik menamainya si jago, berkat sepeda peninggalan kakeknya bisa mengantar perjalanan di pasar tempat pak Lik berdagang, Ririn duduk menyamping membawa singkong di pangkuannya serta rantang bekas makan mereka, singkong lainnya pak Lik ikat di depan sembari bersusah mengayuh pedal.
Di perjalanan mereka hanya menikmati suasana terkadang ada kerikil menghambat roda sepeda membuat mereka sedikit melompat dari tempat di duduki, suara azan magrib bergema sesampainya mereka di depan rumah kayu terilat sederhana.
Deritan daun pintu terbuka membuat dua orang baru sampai itu menatap ke arah sosok gadis kecil yang melongo dari dalam rumah menatap kedatangan kakak serta pamannya
"Sudah pulang" ucapnya singkat, berlalu masuk ke dalam, pak Lik serta Ririn mengikuti si kecil masuk ke dalam sambil membawa singkong kayu di letakan di dekat dapur tak seberapa luas.
Gadis kecil yang masih berusia sembilan tahun itu terlatih mandiri dirinya mengambil panci gosong dari tunggu masak, menatanya di atas meja kayu lapuk, di bukanya penutup panci mengepul asap dari hasil daun singkong di masak dengan bumbu seadanya.
" Kamu yang masak ini, Din" tanya pak Lik pada Dinda yang tengah membantu kakaknya menata nasi serta singkong rebus
" Mbak Ririn yang ngajarin pak Lik, kalau Dinda kelaparan biar bisa masak sendiri" ucap nya lugu, sembari mengambil posisi duduk nyaman.
Di tengah khitmat nya makan hingga selesai membersihkan piring kotor pak Lik mengajak kedua keponakannya untuk mendirikan solat magrib selama masih keburu.
Selesai solat kedua anak gadis itu mencium tangan pak Lik tanda bakti mereka pada imam solat.