BAB 3 : CLEANING SERVICE

1788 Words
"Mami, aku dikeluarkan lagi dari sekolah." Vincent memberikan surat kepada Eileen. Surat yang berisikan pengeluaran dirinya dari sekolah yang sudah mendidiknya selama empat hari. "Apaaa?!" Eileen berteriak tak percaya. "Kau dikeluarkan?" Memijit pelipisnya, Eileen menghela napas frustasi. "Astaga Vincent, apa yang kau lakukan hingga dalam sebulan bisa sampai 4 kali dikeluarkan?" Lelaki muda itu mengendikkan bahunya, mengabaikan pertanyaan sang ibu. Memilih duduk di sofa kemudian menyalakan televisi. "Bagaimana jika aku tidak usah pergi ke sekolah lagi, Mom?" Eileen memegang erat kedua bahu puteranya. "Vincent, katakan pada Mami. Apa yang kau lakukan di sekolahmu?" "Entahlah. Aku hanya membantah guru karena penjelasan yang diberikan olehnya salah, lalu mengerjakan soal tingkat tahun keenam, kemudian guru menyuruhku untuk mengerjakan soal paling sulit tingkat junior high school, dan aku menyelesaikannya. Tiba-tiba saja aku menerima surat itu." Memiringkan kepalanya, Vincent menatap sang Mami dengan bingung. "Lantas, dimana salahku, Mom?" "Di otakmu." Sahut Eileen ketus. Menyandarkan kepalanya pada sofa. "Tak bisakah kau berpura-pura seperti anak normal lainnya, Vince? Anggap saja kau tak bisa mengerjakan soal yang guru berikan." "Apakah artinya aku tidak normal?" Eileen mengangguk, kemudian menggeleng. "Entahlah, Mami tidak tahu." Baik Vincent maupun Eileen terdiam. Eileen sama sekali tidak menyangka jika puteranya bisa sejenius itu. Dimana para guru menyerah menghadapinya atau selama ini Eileen salah memasukkan sekolah untuk Vincent? Setidaknya Vincent butuh sekolah yang lebih elite. Namun, darimana ia mendapatkan biayanya? Ponselnya seketika berbunyi. Eileen menatap panggilan dari Clara kemudian mengangkatnya. "Ya, Clara?" "Kau dimana?" "Di rumah. Ada apa?" "Ada pekerjaan untukmu. Kau bersedia?" Badan Eileen seketika menegak, membuat Vincent turut memandangnya dengan curiga. "Pekerjaan? Aku mau. Dimana?" "Baiklah. Kita akan bertemu sore nanti. Aku akan menjelaskannya padamu." "Terimakasih, Clara." "Sama-sama." Sunggingan di bibir mungilnya terlihat jelas bahwa wanita itu sedang senang. Vincent mengerutkan dahinya dan memilih bertanya, "Pekerjaan apa yang kau dapatkan, Mom?" Membenarkan letak duduknya, si kecil kembali bergumam. "Jangan katakan kalau kau menjadi maskot lagi di tempat-tempat lain!" Ejeknya dengan smirk menyebalkan. "Anak s****n!" Maki Eileen sambil menjitak kepala puteranya. "Mami pastikan pekerjaan ini akan sangat bagus." "Kau sudah menemukan cleaning service yang baru untukku?" Aeron menatap Daniel menuntut akan jawaban. Saat ini, mereka tidak hanya berdua melainkan berlima. Mereka sedang beranjak ke dalam ruang pertemuan. Daniel, Yuuji, Rebecca, dan Avoz merupakan orang yang terdekat Aeron. Bahkan kelimanya sudah seperti keluarga. Hanya saja, sifat mereka yang berbeda membuat kelimanya terlihat sangat cocok. Jika Daniel periang, maka Avoz pendiam. Jika Rebecca teliti, maka Yuuji mampu menganalisis. Daniel dan Avoz ahli dalam pertarungan dunia malam, sedangkan Yuuji dan Rebecca ahli dalam mengelola perusahaan. "Sedang dalam proses." Sahutnya tanpa merasa bersalah. Kemudian, menyengir lebar. "Lama kita tidak berpesta. Bagaimana jika malam ini kita ke klab?" "Jangan buang waktumu, Daniel." Hardik Rebecca tajam. "Kau selalu membuang waktu untuk hal tak berguna." Tangan kanan Daniel bergerak merangkul bahu wanita paling cantik disana, tidak! Bahkan paling cantik dari yang setiap wanita yang pernah ditemuinya. "Katakan saja kalau kau cemburu karena aku mendekati wanita-wanita cantik di klab." "Hentikan omong kosongmu!" Bugh. Rebecca menyikut perut Daniel tak tanggung-tanggung. Membuat lelaki itu meringis kesakitan. "Aku bukan wanita rendahan seperti mereka yang memberikan tubuhnya pada pria manapun!" Desis Rebecca pelan. Menekan setiap ucapannya. "Apalagi pada laki-laki sepertimu." Ting. Pintu lift terbuka. "Hentikan perdebatan kalian. Kita akan menghadapi hari yang berat." Aeron menyunggingkan smirk sinisnya. Menatap beberapa manusia yang kini sedang duduk saling berhadapan di ruangan berlapis kaca tersebut. "Apa kau sudah menyiapkan bahan perangnya, Yuuji?" "Sudah." Lelaki berkebangsaan Jepang itu menyeringai. Menaikkan sedikit kacamatanya untuk menyempurnakan letaknya. Matanya yang coklat langsung berkilat misterius. "Kita akan memenangkan tender kali ini." "Bagus. Mari kita hadapi mereka!" "Berpakaian rapi, tinggi dan berat badan yang ideal, mampu berbahasa Mandarin, dan juga berpenampilan menarik?" Clara mengangguk. Menatap lekat pada Eileen. "Bukankah kau pintar bahasa mandarin?" "Bagaimana dengan maskerku?" Kali ini, Clara terdiam. "Kurasa tidak masalah. Paling kau hanya memperlihatkan wajahmu pada manager umum sekilas. Setelahnya, kau boleh bekerja mengenakan masker." "Lalu, pekerjaan apa yang akan kulakukan dengan semua kriteria ini?" "Cleaning service. Tidak berat bukan?" "Cleaning service?" Tanya Eileen tak percaya. "Lantas, untuk apa bahasa Mandarin jika aku hanya akan menjadi cleaning service?" Ini benar-benar diluar dugaan Eileen. Jika ia menceritakan kepada puteranya tentang pekerjaannya kali ini, bisa dipastikan bahwa puteranya itu akan menertawakannya habis-habisan. Apalagi mengingat tadi pagi saat Vincent mengoloknya karena mengira dia akan menerima menjadi maskot di toko-toko resmi yang baru dibuka. "Kau tahu sendiri perusahaan G'veaux. Perusahaan terbesar di negara ini dan berbagai ras karyawan di dalamnya. Maka itu, kau diharuskan pintar berbahasa Mandarin." Menarik napas dalam-dalam, Eileen memilih untuk berpikir. Ini benar-benar diluar dugaannya menjadi cleaning service. "Apakah gajinya besar?" Clara mengangguk. "Setidaknya cukup untuk memberimu dan anakmu makan. Banyak yang mengincara posisi ini." "Aku akan memikirkannya. Tapi, aku masih bisa memiliki pekerjaan lain, bukan?" "Diluar jam kerjamu, kau bisa kembali menjadi maskot." Eileen meringis pelan. Apakah sehina itu menjadi maskot sehingga orang-orang berpikir bahwa dirinya hanya bisa menjadi maskot? Padahal, Eileen juga kerja sebagai pelayan direstoran ternama di negara ini. Semoga keputusan ini adalah keputusan yang benar. "Aku bersedia." Wanita cantik yang juga bekerja di perusahaan G'veaux sebagai karyawan itu tersenyum. "Baiklah, besok datanglah ke kantor. Aku menunggumu disana." "Hm, terima kasih, Clara." "Senang bisa membantumu, Eileen. Karena kau adalah sahabatku." Dan Eileen benar-benar bersyukur karena Clara membantunya mencari pekerjaan disaat dirinya memang butuh untuk memenuhi kebutuhannya dan juga Vincent.   BAB 3 : FIRST TIME Keraguan merayap di benak Eileen saat wanita berumur 30 tahunan dengan wajah cantik dan tubuh langsing itu menyuruhnya untuk membuka masker. Karena katanya, dia bukan bekerja sebagai cleaning service biasa, melainkan sebagai cleaning service di ruangan president. Kontan saja kabar ini membuat Eileen terkejut, mengira bahwa dirinya hanyalah cleaning service yang membersihkan lantai, toilet, dan setiap ruangan yang ada di perusahaan setinggi puluhan lantai ini. "Kami harus memastikan bahwa identitas anda tidaklah palsu, jadi harap buka masker anda." Eileen menunduk. Merasa tak siap jika harus kembali membuka maskernya. Cukup malam itu lelaki lima tahun lalu yang telah melihat keseluruhan wajahnya bahkan seluruh tubuhnya hingga menghasilkan Vincent. Seandainya saja keadaannya tidak mabuk, Eileen pasti bisa mengingat dengan jelas siapa lelaki itu. Dan yang mengenal Ayah dari puteranya sekarang hanyalah temannya yang menyuruhnya untuk menggoda pria itu. Namun sangat disayangkan, karena temannya itu kini berada di negara yang berbeda. Sialan sekali bukan hidupnya? "Saya sedang tidak sehat, Mam." Dilihatnya wanita bername tag Diana itu bersidekap. Menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kalau-" Brak. Pintu terbuka. Menampilkan sosok tinggi, tegap, dan jelas tampan. Menatap Diana dengan tajam. "Apa kau sudah menemukan cleaning service itu? Kau tahu bahwa president bukanlah orang yang sabaran, bukan?" Diana menunduk sekilas, memberikan penghormatan seolah pria ini adalah atasannya. "Saya menemukannya, Tuan Daniel." Mata Diana melirik Eileen sejenak sebelum kembali menatap wajah tampan pria yang dipanggil Daniel. "Tapi, dia tidak mau melepaskan maskernya." Tatapan Daniel langsung tertuju pada Eileen. Matanya melebar sesaat karena terkejut jika wanita yang melamar sebagai cleaning service adalah wanita yang dilihatnya beberapa hari lalu bersama Aeron. Wanita yang memiliki anak sama persis dengan bentuk wajah Aeron. Dengan cepat, Daniel kembali merubah raut kagetnya menjadi datar. "Kau di terima. Sekarang, ikut aku!" "Eh?" Eileen menatap lelaki itu bingung. "Tapi-" Daniel menggeleng. "Tidak ada waktu untuk menolak." Menarik lengan Eileen dengan cepat. "T-tapi Tuan..." Diana berusaha mengejar namun pada akhirnya ia mengalah saat Daniel dan wanita bermasker itu masuk ke dalam lift. Jika sudah begini, maka ia pun tak bisa berbuat apa-apa. "Ini cleaning service mu yang baru." Tunjuk Daniel pada dirinya. Yang kini terdiam kaku di hadapan empat orang lainnya yang menatapnya menilai. Rebecca bergerak maju. "Buka maskermu!" Lagi-lagi maskernya di permasalahkan. "Saya-" "Tidak perlu." Daniel menyengir lebar. "Aku yang menjadi jaminannya jika dia bermacam-macam." Alis Rebecca terangkat sebelah. "Kau mengenalnya?" "Ya dan tidak." Sahut Daniel tenang. Menatap Aeron dengan pandangan meminta pendapatnya. "Jadi, bagaimana menurutmu?" Mata Aeron terus menatap Eileen dengan tajam. Seolah mampu menelanjangi wanita yang kini dihadapannya. "Kalau kepalamu menjadi jaminannya, aku akan menerimanya." "Kau benar-benar kejam." Daniel bergumam lelah sambil mengusap wajahnya kasar. Mengabaikan gerutuan Daniel, Rebecca mundur selangkah dan berdiri tepat dihadapan Eileen. "Kau diterima. Namun, ada beberapa syarat yang harus kau patuhi." Eileen memiringkan kepalanya. Sedikit merasa terintimidasi atas tatapan lima orang di sekelilingnya saat ini. Mereka terlalu rupawan dan juga sedikit menyeramkan. Seolah aura aneh namun misterius mengelilingi mereka semua. Mencoba bertanya tanpa ragu. "Syarat?" "Kau harus menjaga mulutmu apapun yang kau dengar baik di sengaja maupun tidak sengaja yang terlontar dari mulut kami berlima." Dahi Eileen berkerut, namun ia memilih mengangguk tanpa mengucapkan suatu apapun. "Ada lagi?" "Jangan pernah jatuh cinta pada keempat pria ini, apalagi Aeron. Paham?" Syarat kedua Eileen sedikit tidak setuju. Bukan berarti dia ingin jatuh cinta, tapi seolah-olah dia dilarang untuk memiliki haknya tersendiri. "I think there's miss understanding here." Gumamnya masih berusaha bersikap sopan. Menarik perhatian keempat lelaki yang sedari tadi hanya menatapnya seperti pertunjukan menarik. "Kenapa anda melarang saya untuk jatuh cinta? Sedangkan dalam pasal 12 saja disebutkan bahwa tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya." Kekehan kecil dari seseorang yang berdiri di sudut menarik perhatian Eileen dan juga Rebecca. Suara kekehan Avoz membuat Rebecca naik darah. "Kau mengajariku?!" Bentaknya membuat Eileen mundur selangkah. "Tidak tahu siapa kami? Kau bisa saja kami kuliti hidup-hidup." Menggeleng polos. Eileen menelan salivanya susah payah. "B-bagaimana saya bisa tahu, anda saja tidak memberitahu saya siapa kalian. Lagipula, di pasal 9 tertulis bahwa tidak boleh seseorang di tangkap, di tahan, dan dibuang dengan sewenang-wenang." "Haha~" Tawanya pecah, diikuti oleh kekehan para pria lainnya. Lelaki yang sedari tadi bersembunyi di balik bayangan mendadak muncul. "Sepertinya akan menarik jika kau berada disini~ siapa namamu?" Eileen menahan napasnya kala wajah pria yang bertanya padanya itu hanya berjarak beberapa sentimeter darinya. "E-Eileen." "Bagaimana, Aeron?" Avoz menyimpan kedua tangan dalam saku celana bahannya. "[1]Lui sarà il nostro intrattenitore." Aeron mengangguk tipis sebelum menatap wanita yang kini terlihat seperti mangsa yang siap di telan bulat-bulat oleh mereka semua. "Kau di terima. Bekerjalah secara maksimal karena aku tidak ingin melihat setitik debu pun ada di ruanganku. Karena kalau tidak, aku yang akan menjadikanmu debu, paham?!" "Saya mengerti, Pak." Sahutnya dengan semangat. Merasa bersyukur bahwa dia di terima walau pada nantinya akan menjadi olokan sang anak. "Jadi, saya sudah boleh pergi, bukan? Saya ingin berganti pakaian." Aeron mengangkat sebelah alisnya. "Silakan." Menghela napas panjang, Eileen beranjak keluar ruangan yang terasa sangat mencekam tersebut. Dalam hati ia terus mengutuk kenapa bisa menjadi cleaning service lelaki itu? Dan bagaimana bisa wajah lelaki itu terlihat begitu rupawan, mirip sekali dengan puteranya. Vincent... Astaga, mereka memang mirip. Apakah mungkin dia ayahnya? Eileen menggelengkan kepalanya berusaha untuk tidak berpikiran konyol. Mana mungkin lelaki dengan kedudukan tinggi seperti itu menidurinya. Menepuk pipinya beberapa kali dan segera masuk ke dalam toilet untuk berganti pakaian seragamnya. Berharap bahwa selama bekerja tak ada masalah apapun yang menimpanya. Ya, semoga saja. [1] Dia akan menjadi penghibur kita
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD