Hancur II

1260 Words
"Alexa, apa yang kamu harapkan dari gadis itu?! Banyak pria di luaran sana yang berharap dapat menyentuhku, ada apa denganmu??" Lina menghujani Alexa dengan berbagai pertanyaan tanpa jawaban selain tatapan dingin pria itu "Yang aku miliki adalah cinta, bukan nafsu seperti para penggemarmu dan aku bukanlah penggemarmu, berhenti memamerkan tubuhmu di hadapanku" Alexa bangkit dari hadapan wanita itu, berlalu melewati pintu menyusuri lorong dengan pikiran kosong. "Ssshhhhh dia pikir siapa dirinya? Berani-beraninya dia mempermalukanku seperti ini! Lihat saja seberapa lama kamu akan mampu bertahan dengan keputusanmu" emosi dalam dirinya mulai menjalar, ia merasakan aura panas memenuhi tubuhnya, Sudah seminggu pernikahan mereka berlalu, hanya cuplikan singkat seperti itu yang bisa menggambarkan situasinya. Pagi-pagi Lina sudah bangun ketika samar-samar ia mendengar sedikit keributan di sekitar kamar, perlahan membuka mata, dihadapannya berdiri sosok laki-laki tampan, yang kini sudah jadi suaminya "Kamu sedang apa pagi-pagi begini?" "Kamu mau kemana dengan semua koper itu?" Lina masih terheran tanpa mendapat satu jawaban, ia hanya mengawasi setiap tindakan suaminya, dengan tidak tahan ia berteriak "Alexa, apa kamu akan meninggalkanku?" Alexa berhenti, menatap Lina dengan alis berkerut tidak senang "Perusahan sedang krisis, dan baru saja mendapat suntikan dana yang lumayan banyak, jadi aku harus mengawasinya langsung di lapangan, takut tidak akan bisa mengembalikan hutang jika aku hanya diam saja" "Apa tidak ada orang kepercayaan yang bisa kamu andalkan? Ayahku tidak pernah menuntut pinjamannya segera dikembalikan" Lina terlihat putus asa dengan ucapannya berusaha menahan suaminya, bagaimana mungkin ia akan diam saja ketika pernikahannya baru berjalan seminggu, dimana seharusnya mereka menghabiskan waktu untuk bersama, meskipun belum saling mencintai, namun dengan kebersamaan seharusnya bisa menumbuhkan benih-benih cinta. "Lina, aku bukanlah orang yang suka berhutang, dan bergantung pada orang lain" Alexa menatap wanita itu dengan tajam , Lina kehabisan kata-kata, Ia mengepalkan tangan dengan mulut terkatup rapat, "Aku akan ikut denganmu" Lina memutuskan, "Bukankah istri yang baik harus selalu ada di samping suaminya?" Ia berusaha membangkitkan suasana menjadi lebih hangat " Lina, kamu seorang artis, jangan rendahkan dirimu seperti ini, kamu memiliki banyak pekerjaan yang harus kamu urus,lagipua dengan mengikuti aku, itu tidak merubah apapun" Alexa mulai menyerah menghadapi sikap keras kepala Lina "Kamu akan pergi kemana?" Lina masih berusaha, Tidak ada jawaban, Alexa telah berlalu, dan menghilang Di dalam kamar Lina mematung di jendela menatap kepergian suaminya, sebelum ia menuruni tangga mencari pelayan "Kemana tuan muda pergi?" "Oh, Tuan tidak memberi tahu anda nyonya? Dia sedang ada tugas di luar kota, selebihnya aku juga tidak tahu" pelayan menjawab tanpa menatap tuannya "Aku hanya baru bangun tidur, kupikir dia tidak tega membangunkan aku untuk berpamitan" Lina beralasan, terlalu memalukan jika mereka tahu ia tidak di anggap, Sang pelayan mengangguk dan berlalu. Pagi itu cuaca sangat cerah, Rere menerobos kerumunan untuk tiba di halte bus dekat rumahnya, ia sedang enggan membawa mobil, jadi memutuskan untuk naik bus saja, di dalam bus ia mengambil tempat duduk kosong dekat dengan jendela, seperti biasa dengan earphone menempel di telinga, tidak lama kemudian seseorang duduk disebelahnya, ia tidak perduli karena bus adalah transportasi umum jadi siapapun berhak untuk duduk dengan siapa. "Ternyata naik bus, menyenangkan" pria disampingnya bergumam, membuat Rere menoleh, ia terkesiap matanya melebar tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut, "Kenapa kaget? Apa aneh aku naik bus sepertimu?" Pria itu menatap Rere dengan geli Rere berpaling tanpa menjawab, meilhat situasi itu sang pria menyerah untuk berkomunikasi, sampai beberapa saat kemudian bus berhenti di sebuah halte, tak jauh dari sana sebuah gedung kampus menjulang tinggi bertengger, pria itu menatap gadis disebelahnya sekilas sebelum bergeser memberikan celah untuk ia keluar, namun gadis itu tidak bergeming, masih tetap menatap luar jendela sampai bus berjalan. "Haha, ternyata kamu suka membolos" Pria itu terkikik , membuat Rere mengalihkan perhatiannya "Kamu terlalu banyak tahu, Siapa kamu? Apa tujuanmu membuntuti aku?" "Hei nona, jika ingin bertanya, bertanyalah satu-satu" pria itu pura-pura kesal dan bingung "Pertama, aku memang selalu tahu banyak hal, kedua, namaku Jordan, ketiga aku tidak membuntutimu" pria yang menyebut namanya Jordan itu mengela nafas santai, Jordan, teman baik Alexa "Lalu, ..." Rere mendelik "Bukankah semua hanya kebetulan? Apa mungkin kita berjodoh?" Jordan mulai tertawa menggoda gadis itu yang terlihat tidak senang "Jodoh? Haha mungkin saja, tidak ada yang bisa menebak jodoh" Rere mulai terlihat aneh dengan nada bicaranya, Jordan mengamatinya, sekilas memahami apa maksud ucapan gadis itu, ia hanya tersenyum tipis, "Belajarlah mengambil pelajaran dari setiap masalah yang kamu temui, itu akan menenangkan pikiran kita dari keterpurukan" Jordan berucap seolah- olah untuk dirinya sendiri "Ngomong-ngomong, terimakasih sudah mengantarku pulang malam itu" Rere mulai mencoba ramah, "Tidak masalah, Kamu akan kemana? Mungkin kita bisa satu jalur?" Jordan menanggapi santai "Tidak kemana, ini hal biasa yang sering aku lakukan ketika merasa kalut, naik bus,mengikuti rutenya hingga kembali ke asal aku menaikinya, setidaknya itu butuh waktu sehari, hehe" Rere menatap sekeliling merasa puas "Haha, kamu memang wanita yang unik, aku ada urusan di depan sana, jadi aku akan turun lebih dulu, ini kartu namaku, hubungi aku jika kamu perlu bantuan" Jordan menyodorkan kartu nama kecil, "Baiklah, terimakasih, aku Rere" disana ia baru sadar untuk memperkenalkan diri Jordan hanya tersenyum, ia merasa sudah mendapatkan lampu kuning. "Alexa, kamu pasti sangat menyesal telah menyia-nyiakan gadismu, disisi lain kamu juga sangat beruntung pernah memiliki dia ahaaha" suara telepon dari seberang "Berita apa yang kamu dapat Jordan? Tolong jaga dia" Alexa menjawab " Relakah jika kamu memberikan dia padaku? Sepertinya aku tertarik padanya" suara Jordan terlihat bersemangat dari ujung telepon, namun tidak begitu dengan Alexa, Ia merasa hatinya sangat sakit, perih menghujam di lubuk hatinya, "Jika memang dia menginginkan itu, aku rela, aku tidak mungkin selamanya mengikat perasaannya, mengingat aku telah berhianat, apa hak ku menahan perasaannya, tapi aku tidak rela membiarkan ia disakiti pria lain," Alexa berkata dengan emosi tertahan, hal itu membuat dadanya sesak Jordan menyadari situasi ini dan berkata tenang "Kamu berpikir terlalu berlebihan, tenangkan dirimu, urus bisnismu, kembalikan uangnya, maka kamu akan bebas," Suasana hening, sebelum terdengar desahan ringan dari seberang sebelum telepon ditutup, Jauh di lubuk hatinya, ia merasa simpati kepada sahabatnya itu, Alexa sahabat yang ia kenal sejak kecil, semua tingkah laku dan rahasia sudah ia ketahui, namun tidak banyak hal yang ia tahu tentang kehidupan cinta sahabatnya dengan gadis bernama Rere itu, Alexa berdiri menatap sebuah danau buatan, ia sedang berada di sebuah proyek pembangunan villa real estate, disinilah sebelumnya terjadi banyak kekacauan yang hampir membuat kebangkrutan Alexis Group, selain mengawasi proyek secara langsung, ia juga mencari beberapa petunjuk tentang kekacauan itu. Sejauh apapun ia melangkah, tidak sedetik pun ia lupa akan kekasihnya Rere, mengingat semua sudah jauh berbeda, ia merasa tidak memiliki hak dan keberanian untuk menghadapi Rere lagi. Sementara ia akan mengahabiskan waktunya mengurus proyek ini,mungkin itu bisa membantu mengalihkan perhatiannya dari kekalutan yang melanda jiwanya. "Ayah, apa ayah tahu Alexa sedang keluar negeri mengurus proyek?" Lina berdiri di diruang kerja ayahnya dengan tampang masam "Dia sudah mengabaikanku" "Lina, dari awal ini adalah idemu, bagaimana bisa kamu ingin menikahi pria yang tidak menginginkanmu sampai mengorbankan banyak hal demi pria itu??," "Terus sekarang apa yang kamu permasalahkan? Salahkan dirimu sendiri, kamu harus tahu tidak semua hal bisa di selesaikan dengan uang" Tuan Lodre mengingatkan putrinya, "Setidaknya dia memiliki rasa berhutang budi ayah" "Ayah sudah ingatkan kamu di awal, Alexa bukan pria yang mudah di taklukan, sekarang ayah lebih khawatir ia akan menemukan bukti kejahatan kita" Tuan Lodre mulai kesal dengan kelakuan putrinya yang manja, sesaat ia merasa menjadi seorang ayah yang gagal dalam mendidik putrinya. "Selama kita tetap waspada, ia tidak akan pernah tahu ayah" Lina berbicara dengan mudahnya "Aku ada pemotretan hari ini, aku pulang duluan ayah, jangan lupa makan siang" Lina berlalu tanpa perduli dengan ekpsresi ayahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD