"Lo yakin kalau Ervan udah menikah?" Aku mengangguk. "Gimana bisa punya anak semisal belum menikah? Ervan bukan orang seperti itu. Dia tidak akan mungkin menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya." Aku menangis terisak di hadapan Ray. Kepada siapa lagi aku bercerita kalau bukan padanya? Niatku untuk tak bertemu dengan Ray untuk sementara waktu sejak di cafe itu, aku tarik kembali. Nyatanya, aku membutuhkan Ray untuk tempat berbagi cerita. Aku menepis segala pemikiran negatif tentang Ray. "Rasanya sakit banget, Ray. Sakit... " Aku memegangi dadaku, tak kuasa menahan perih. Jantungku serasa diremas tak sanggup rasanya menerima kenyataan hari ini. Pacar sekaligus cinta pertama yang masih aku harapkan, ternyata sudah mempunyai seorang anak. Ray menatapku iba sambil menyeka ai