Aku mendengarkan celotehan Meghan mengenai Joe dan Marry lima belas menit yang lalu tanpa berkomentar. Meghan tahu kalau aku menyukai Joe dari setahun yang lalu dan baru beberapa bulan ini kami dekat. Itulah kenapa Meghan tampak kesal dengan wajah berapi-api.
Okay, aku bisa mengabaikan cerita Meghan karena pada dasarnya Meghan tipikal gadis yang suka nyinyir dan bergosip ria. Tapi, mengabaikan apa yang aku lihat beberapa saat yang lalu itu... terlalu sulit. Perasaanku masih tidak keruan tapi aku berusaha memasang ekspresi datar dan setenang mungkin. Biasanya aku pandai melakukan akting layaknya bintang drama.
Aku menjepit asal rambut pirangku yang panjangnya hampir sepunggung. Menatap Meghan yang tampak bersalah setelah menceritakan apa yang dilihatnya padaku. Aku tahu dia selalu seperti itu. Tampak bersalah ketika menceritakan suatu hal yang tidak seharusnya diceritakannya.
“Joe itu pria b*****t!” Celetuknya, aku menoleh tajam. Sebelah alisku terangkat.
“Kenapa kau bilang begitu?”
Bola mata biru Meghan berputar jengah, ia mengembuskan napas dalam-dalam. “Aku menyesal baru mengetahui kedoknya sekarang ini, Cind. Sebenarnya dia...“ Meghan menelan ludah dengan susah payah dan membiarkan kalimatnya menggantung.
Aku cemas hingga perutku melilit tegang.
“Dia... tidak hanya mendekatimu Cind, dia juga mendekatiku. Di saat bersamaan dan memintaku untuk tidak mengumbar hubungan kami.”
Aku tercengang. Pupilku melebar tak percaya, napasku sesak, jantungku berdetak lebih cepat. Otakku lumpuh sementara untuk bisa mencerna perkataan Meghan.
“Aku tahu dalam hal ini, aku salah. Karena kamu lebih dulu menyukai Joe dan aku membiarkan semuanya berjalan begitu saja. Aku menyesal.” Nada suara Meghan terdengar penuh penyesalan.
“Sudah berapa bulan kau berhubungan dengannya?” tanyaku sadis. Aku tidak menatap Meghan. Aku terlalu marah, namun aku berusaha meredam kemarahanku pada Meg, Joe dan... semuanya!
“Kurang lebih tiga bulan.”
Rasanya aku ingin muntah. Joe benar-benar berengsek! Keterlaluan! Kenapa harus aku dan Meghan yang dia permainkan?! Baru aku paham kenapa Joe memintaku untuk tidak mengekspos hubungan kami. Ternyata... dia... pria berengsek!
“Aku benci saat melihat Joe berpura-pura tak mengenalku di depan Marry. Mereka bermesraan di depanku tanpa memedulikan perasaanku. Aku benar-benar merasa terluka, Cind.” beberapa detik kemudian air mata jatuh membasahi pipi Meghan.
Ini percintaan yang rumit.
Semua yang Joe katakan adalah kebohongan.
Berbagai macam emosi berkecamuk di dadaku.
Aku memilih melesat pergi meninggalkan Meghan. Aku mendengar dia memanggilku dan melangkah menyusulku tapi aku setengah berlari hingga Meghan mungkin menyadari bahwa aku ingin sendiri.
Aku ditipu Joe. Dia berhasil menipuku dengan wajahnya yang polos. Wajahnya yang menyerupai malaikat adalah topeng semata untuk membodohi gadis-gadis lainnya. Mungkin saat ini dia tidak hanya menjalin hubungan dengan aku, Meghan dan Marry. Pasti ada banyak gadis lain yang menjadi kekasihnya.
Aku nyaris tergelincir di atas salju karena tidak memperhatikan jalan yang licin. Jalan yang dipenuhi salju.
Aku membiarkan air mataku meleleh.
***
Beberapa saat kemudian setelah aku sampai rumah, aku melihat Mam sibuk di dapur. Pap mungkin belum pulang dari pekerjaannya. Pap seorang akuntan di sebuah perusahaan swasta. Dan ya, ada Lizzy di kamarku. Gadis cilik berusia 8 tahun dengan pemikiran layaknya orang dewasa. Dia adikku, adik satu-satunya.
Dia menyambutku dengan sebuah senyuman manis.
Aku membalasnya, sedikit tidak berselera. Ada sesuatu di tatapan mata Lizzy. Seperti sebuah rahasia.
“Aku menemukan buku catatan milik Nenek di bawah lemari.” Dia mengangkat sebelah tangannya yang menggenggam sebuah buku catatan usang berwarna abu-abu.
“Buku apa itu?” Aku mendekatinya.
“Aku tidak tahu,” Lizzy mengangkat bahu. “Aku tidak berani membacanya karena ada namamu di catatan ini. Tertulis sebuah kalimat yang tidak aku mengerti.” Lizzy mengulurkan tangannya, aku meraih buku itu. Buku itu mengalihkan pikiranku untuk sementara dari Joe.
Tanpa pertimbangan, aku membaca buku usang itu.
Apa lagi ini?! Batinku. Ya Tuhan, apakah ini filosofi dari nama Cinderella yang disematkan Nenek padaku?
Aku terduduk lemas dengan wajah memucat.
“Ada apa?” Lizzy bertanya dengan nada suara hati-hati.
Aku menatap bola mata biru kecilnya, dan langsung memeluknya erat. Napasku memburu, Lizzy mungkin kebingungan dengan gerakan spontanku.
“Kau menangis, Cind.” Bukan pertanyaan tapi pernyataan. Dan Lizzy benar. Aku menangis setalah tahu bahwa aku bukanlah kakak kandungnya.
Di dalam buku catatan yang usang itu, beberapa halamannya berisi tentang diriku. Tentang aku yang ditemukan di depan pagar rumah ketika hujan turun. Tubuhku basah, tangisanku pecah dan Nenek mengambilku. Mencari orang tuaku tapi tidak ada kepastian siapa orang tuaku. Polisi pun tak menemukannya. Hanya ada selembar kertas yang ditulis bahwa; siapa pun yang melihat bayi ini, rawatlah dia seperti anak kalian sendiri. Aku memberinya nama Cinderella. Hanya itu penjelasan tentang diriku yang ditulis Nenek di buku usang miliknya.
Nenek Menyuruh Mam dan Pap mengadopsiku setelah beberapa bulan orangtuaku tak ditemukan. Inikah alasan aku diberi nama Cinderella? Sungguhkah?
Aku bukan anak kandung Mam dan Pap. Dan Nenek bukan Nenek kandungku. Lizzy bukan adik kandungku. Siapa aku sebenarnya? Siapa orang tuaku yang tega membuangku begitu saja di tengah derasnya hujan.
“Lizzy,” ucapku lirih, masih memeluknya.
“Ya, Cind.”
“Bagaimana kalau aku bukan kakak kandungmu?”
Aku merasakan Lizzy menarik napas dalam, “Keluarga tidak berasal dari darah. Aku tidak tahu darimana pernyataan itu, tapi bagiku kau tetap kakakku, Cind. Aku menyayangimu.” Dia terdengar bijak.
Aku tahu Lizzy pasti sudah membaca buku usang itu. Dia hanya ingin memberitahuku dan berpura-pura belum membacanya. Karena kebijakan dan kecerdasannya sebagai gadis 8 tahun, aku menyanginya. Bukan hanya sebagai adikku, tapi juga sebagai pelangiku.
Aku harus menemukan orangtua kandungku. Aku ingin tahu alasan mereka membuangku begitu saja. Ya, aku harus! Tapi, mungkinkah aku adalah sebuah kesalahan hingga orang tuaku membuangku karena mereka memang tidak menginginkan kehadiranku.
Sarafku merinding membayangkan jika kebenaran itu adalah karena orang tuaku memang tidak menginginkan kehadiranku sebagai anak mereka. Karena aku adalah sebuah kesalahan. Aku tahu ini adalah sugesti yang aku ciptakan sendiri. aku berusaha membunuh segala pikiran negatif itu.
***