Chapter 40

1177 Words
Sepanjang lorong terpantau sepi, satu-satunya yang terlihat hanya seorang gadis dengan hils berwarna peachnya di sana. Blouse putih tulang dipadupadankan dengan blazer senafa dengan sepatunya, dan celana bahan yang menggambarkan keformalan yang sangat. Rambut hitam panjangnya ia gelung sampai sebatas leher bawah. Tiara kecil sebagai anting yang menambah kesan manis di wajahnya. Terakhir, sebuah tas jinjing merk terkenal yang melingkar di salah satu bagian lengannya. Dalam perjalanan tersebut, langkahnya terdistraksi sesaat oleh suara denting yang bersumber dari ponselnya. Dengan segera ia buka benda pipih berlogo buah di bagian belakangnya itu. Pesan teks tanpa nama pengirim. Yang berbunyi, "Kita bertemu di pagar depan Doujav Corp. Brio putih, plat nomor B A17R." Begitu yang tertera di sana. "Brio putih?" beo gadis tersebut. Di sore hari yang mendung dan ia mendapat pesan dari orang tidak dikenal. "Siapa ya?" bingungnya. Gadis itu hendak mengabaikan begitu saja dan melanjutkan jalannya namun, pada detik kedua suara ponselnya kembali terdengar. Notifikasi pesan teks. Saat ia melihat ke arah ponselnya. Masih dari nomor yang sama. "Bawa buku jurnal sistem senyawa yang kau miliki, jam setengah enam sore. Oke, Clava?" Clava membaca isi dari pesan tersebut. "Dia tahu namaku?!" Tapi dari siapa sebenarnya ini? Di depan Doujav Corp? "Apakah seseorang yang kukenal?" Dan membuatnya mulai berasumsi kembali. "Aku telepon balik aja deh," gumam Clava. Ia pun segera mendial up nomor tanpa nama yang mengiriminya pesan tersebut. Namun, saat dering pertama, seaeorang di seberang aana menjawab, "Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif." Suara operator seluler yang membuat Clava berdecak gemas. "Kok jadi tidak aktif? Padahal baru saja mengirimiku pesan," omelnya kesal. Ya, gadis itu Clava. Dia yang sedang dalam perjalanan menuju kantin untuk mengisi perutnya pun jadi berputar arah menuju toilet. Ngomong-ngomong, ia sedang berada di Doujav Corp. "Oh ya, dari mana orang tahu itu juga tahu kalau aku sedang ada di kantor Paman ya?" Seingatnya, hanya orang-orang terdekat saja yang msngetahui jadwalnya. Tapi sekatang ia mendapatkan pesan seperti itu, seolah itu dikirim dari orang yang kenal dekat dengannya. Faktanya, hanya dari nomor asing yang tidak pernah Clava simpan sebelumnya. "Dia tahu nama dan kegiatanku." Karena tidak semua orang juga mengetahui profesinya di Doujav Corp. Dia di sini untum kepentingan rahasia yang diutus langsung oleh pimpinan perusahaannya. Yakni Mr. Jazz yang merupakan temannya. Bahkan para pekerja Doujav Corp yang lain pun hanya mengetahui kalau Clava adalah keponakan sang pimpinan. Dan sering berkunjung karena hubungan kekerabatan saja. Tidak lebih. "Non Clava, maaf. Mr. Jazz memanggil Anda." Seorang laki-laki berjas hitam dengan kalung bername tag label perusahaan, menghampirinya. Harris, departemen Data Analys II. Tertulis jelas di sana sebagai identitas lelaki tersebut. "Oh okay," jawab Clava singkat. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju ruangan pamannya. Untuk kedua kalinya ia mengurungkan niat lagi. Setelah sebelumnya akan ke toilet. Berbeda dengan Clava yang berada di dalan Doujav Corp. Seorang lelaki yang yang sedang berdiri di di depan sebuah rumah mewah itu menutup ponselnya karena kehabisan daya. Untung saja dia sudah selesai mengetik. "Alan, benar kau tidak mau mampir dulu?" tanya Shasa. Pertemuan keduanya dengan Prof. Nellam sudah selesai dengan lancar. Dan saat ini Alan tengah mengantarkan Shasa sampai ke rumah gadis itu dengan selamat. "Iya, Sha. Setelah ini aku masih harus ke Doujav Corp lagi," jawab Alan. "Oh begitu ya, yasudah deh." "Sha, mobilnya beneran tidak apa-apa aku bawa pulang hari ini?" "Iya Alan, mobilmu kan masih di bengkel. Kau bilang mah kerja lagi kan? Jadi bawa saja mobilku, tidak ada yang mau pakai kok." Saat Alan melihat ke garasi tadi pun berjejer mobil-mobik mewah lainnya yang menganggur di sana. Dasar orang kaya, coba saja kalau salah satu dari mereka adalah milik Alan. Oh indahnya dunia. "Baiklah, terima kasih ya, Sha." "Sama-sama, Al. Yasudah, aku masuk dulu ya," ucap Shasa. "Eh, iya." Diakhiri oleh senyum keduanya. Brak! Pintu tertutup dan Alan kembali ke Brio putih yang terparkir di depan sana. Tak lupa mengecek ponselnya sebelum menuju tempat berikutnya. "Ck, baterai ponselku habis lagi," gerutunya. Melirik jam tangan yang ia kenakan masih menunjukkan pukul 5 sore. Alan segera melesat ke Doujav Corp untuk menjemput Clava. Banyak informasi yang sudah ia dapat dari profesor Nellam tadi. Dan betapa beruntungnya ia karena Prof. Nellam tak menyadari maksudnya sedikitpun. Kalau kata pepatah, ada udang di balik batu. "Oh ya, ngomong-ngomong Clava tahu kalau itu nomorku tidak ya?" gumamnya sembari berpikir. "Aku jalan sekarang sajalah." Alan mulai menyalakan mobil matic tersebut. "Oh ya, aku juga harus memberitahukan Andrew tentang hal ini," ucap Alan begitu yakin. Lantas, saat merogoh ponselnya di dalam saku, Alan kembali berdecak kesal. Puk! Ditepuknya dahinya dengan keras. "Ponselku lowbat!" Lagi, Alan lupa. Nasib-nasib. *** Di tempat lain, Mr. Jazz terlihat tengah berbicara dengan seseorang melalui pesawat telepon. Benda pipih tersebut menempel di area sekitar tulang pipinya. "Iya, segera persiapkan dengan cepat!" Klik! Panggilan pun berakhir. Bersamaan dengan Megan yang masuk ke ruangannya. Tidak sendiri, robot wanita itu datang bersama dengan Benzie di sisinya. "Permisi, Sir." Suara Benzie yang pertama kali terdengar. Dengan gerakan kecil melalui dagu, Mr. Jazz mempersilahkan keduanya duduk. Yang segera Benzie dan Megan lakukan tanpa banyak bicara apa-apa. "Bagaimana Benzie, sudah mempertimbangkan dengan benar?" Pertanyaan itu lagi. Masih disudutkan oleh pertanyaan yang sama. Ini yang menjadikan kecurigaan Benzie semakin besar saja. Apakah ada yang sengaja Mr. Jazz rencanakan tanpa sepengetahuannya? Benzie sulit untuk berpikiran baik sebab bosnya itu memang sangat sulit ditebak. Dulu, pernah ada cerita yang membuat Benzie ragu pada sosok pimpinan Doujav Corp tersebut. Pengkhianatan yang ia saksikan langsung. Demi dirinya. Dan kali ini, apakah masih dalam kontems yang sama atau juatru ia yang dijadikan kambing hitamnya? Sesaat, Benzie berdeham menetralkan suaranya. "Begini, Sir. Saya rasa sepertinya ada hal yang lebih penting dari itu. Megan bahkan sudah memprediksikan hal yang sama. Ada yang aneh di sini." "Oh ya, apa itu?" Keduanya saling tatap satu sama lain. Melalui gerakan non verbal Benzie memberikan kode yang dengan mudah Megan pahami. "Sir, aku menemukan kode sinyal yang sama denganku pagi tadi." Ia mulai membuka suara. "Sinyal mana yang kau maksud?" Kedua mata awas pria dewasa itu menyipit seolah menilai. Jenis tatapan yang dimiliki oleh sepasang hazel yang dingin namun juga penuh intimidasi. "Kode EvexC, bukan unit atapun subunit dari sinyak yang oernah terhubung sebelumnya. Tapi ini gabungan dari sinyal langka yang pernah terdeteksi kapan hari." "Sinyal tunggal dari audit B, Sitra cukup handal memainkan dan mengolah data. Mereka ahlinya merekayasa data sistem hingga terbaca seperi EvexC. Jangan terkecoh dengan informasi sesaat, Megan." "Sistem AB, bukan dari sistem biasa. Sinyal yang terhubung adalah pantauan kemiripan yang sama dengan sinyal pada dini hari waktu itu, Sir." Megan yang menjelaskan tapi justru Benzie yang merasa kesal dengan tanggapan Mr. Jazz di sana. Sangat tidak menghargai hasil pekerjaan pegawainya. Membuat rasa sensitif Benzie akan hal pekerjaan semakin besar. "Dari kapan mulai terdeteksi aktif?" "Unsur senyawa aktif berada di sana juga, Sir. Ini bukan sinyal biasa. Jangkauannya luar biasa." "Langsung saja, Megan. Perjelas apa yang tidak jelas!" titah Mr. Jazz. Benzie menghempaskan napas jengah diam-diam. "ARDC183752889, kode natrix AI mode seri OPXt1212. Nomor halaman Bdwry77e82638. The future dari masa depan," jelas Megan. Yang membuat Mr. Jazz sontak berdiri dari kursi kebanggaannya. "The future yang lain?!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD