Chapter 38

1322 Words
"Aunty." Seorang wanita yang tengah duduk sendirian sembari menikmati ice coffenya itu pun menoleh. Sosok cantik Shasa terlihat di pandangannya. Dengan wajah sumringah dan senyum lebar, wanita yang sedang duduk seorang diri itu menanggapi dengan lembut. "Hai, Shasa. Lama tidak bertemu." Sembari cipika-cipiki. Dan kedua wanita beda generasi tersebut saling memeluk hangat. "Aunty, Aunty sudah lama sampainya? Menunggu lama ya?" Shasa merasa tidak enak hati. Dia yang lebih muda seharusnya datang lebih dulu sebagai sopan santun. Bukankah dalam budaya Indonesia baiknya seperti itu? "Tidak Sayang, baru saja kok. Tapi Aunty langsung pesan minun karena cuaca agak panas di luar," jawab wanita setengah baya tersebut seolah mengerti kemana arah pikiran anak dari temannya itu. Karena sejak awal mereka bertemu di cafe, pandangan Shasa menyorot cup minuman di hadapannya dengan perasaan gelisah. Memang benar-benar profesor, jiwa psikologinya bahkan bekerja jauh lebih baik. Syaraf refleksnya pun bagus. "Maaf ya Aunty." Sekali lagi Shasa sampaikan maafnya. "Tidak masalah, bukan apa-apa." Dan jawaban yang gadis itu dapatkan masihlah sama. Profesor Nellam yang ramah. Jauh dari pandangan Alan selama ini yang ia lihat di Doujav Corp. "Ini ..." Akhirnya, dinotice juga. Gelisah batin Alan. Kini tatapan penuh Prof. Nellam jatuh padanya, dan kalimat yang tersendat itu, Alan yakin kalau setidaknya Prof. Nellam Mengenalnya sebagai pegawai Doujav Corp. Meskipun tidak tahu apa jabatannya di sana. Begitu saja Alan sudah bersyukur. Ia hanya tidak mau membuat kecanggungan yang lebih banyak dan semakin membuat hubungan mereka di kantor pada hari-hari berikutnya akan terlihat aneh. Awakward yang menyebalkan. Dan Alan benci suasana seperti itu. "Halo Profesor, senang bertemu dengan Anda di sini." Itu kalimat Alan yang ia ucapkan dengan nada lembut. Memahami situasi yang mulai dilantai canggung, Shasa tersenyun kecil. Gadis itu lantas berbicara ringan. "Aunty, ini teman kuliah Shasa. Namanya Alan. Dan Alan ini Aunty Nellam teman Ayahku." Seolah ia mengenalkan mereka satu satu sama lain. Ini akting Shasa yang Alan mau kan? "Selamat siang Prof. Nellam. Anda mengenal saya?" Dan ini Alan yang buka suara. Pertanyaan yang terlalu to the point. Begitu pikir Shasa. Seharusnya kalau hanya ingin mengorek informasi jangan terlalu seterbuka ini kan? Ya, Shasa tahu tujuan utama yang Alan inginkan untuk bertemu dengan Aunty Nellam. Pasti temannya itu hanya ingin mengirek informasi mengenai sesuatu hal yang penting. Walau Alan tidak pernah mengatakannya secara langsung padanya, Shasa bisa tahu itu. Alan bukan tipe orang yang mudah diajak ngobrol atau dengan suka rela bertemu dengan orang baru hanya untuk urusan kerja semata. Pasti ini lebih dari masalah pekerjaan kan? Shasa adalah gadis yang objektif. Ia dapat dengan mudah dan cepat memahami seseorang hanya dari susunan kalimat yang orang itu ucapkan. Masalah-masalah seperti ini, dia ahlinya. Itu mengapa Shasa mengambil jurusan IT di kampus. Karena kepekaannya yang luar biasa, Shasa jadi merasa cocok dengan sistem sensor perangkat lunak. Kalau saja dia robot mungkin akan menjadi robot yang bekerja untuk biro jodoh atau sejenisnya. "Oh hai ... wajahmu tidak asing. Kau mirip dengan pegawai di Doujav Corp. Benarkah?" Good answer. Ini yang Alan harapkan. Kalau begini kan jadi lebih mudah bersandiwara lagi. Ngomong-ngomong, yang Alan tahu Prof. Nellam ini sangat pro dengan bosnya di kantor. Ya, Mr. Jazz yang notabene pemilik Doujav Corp. Banyak rumor beredar kalau Prof. Nellam ini salah satu profesor terbain di sana dan membuat Mr. Jazz terkesan tentu saja. Kerja tim yang solid dan kemampuan luar biasa sehingga direkrut secara langsung oleh pimpinan grup IT raksasa se-ASEAN. Tidak sepertinya, yang kebetulan memiliki hoki saat mendaftarkan surat lamaran untuk Doujav Corp. Ya walau sejak awal bahkan sampai saat ini, Alan juga optimis dia seseorang yang berpotensi dan dapat menjadi yang le ih baik lagi. Itu mengapa Doujav Corp meluluskannya dan menjadikannya salah satu tim di sana kan? Percaya diri boleh, bahkan sangat baik untuk menunjang potensi demi mengangkat karir sendiri. Kepedean yang seharusnya dikurang-kurangi. Seperti saat ini misalnya, jawaban Alan sedikit agak no connection alias tidak nyambung dari pertanyaan yang Prof. Nellam beri. "Saya cukup terkenal di sana, Profesor. Tapi sepertinya karena saya jarang bertemu dengan para ahli di Doujav Corp jadi, Anda tidak begitu mengenal saya." Kalau dijawab langsung "Iya" saja kenapa sih? Kenapa harus berputar-putar seperti itu kalau intinya saja sama. Ada yang sedang jengkel benaknya. Milik Shasa pada Alan sembari menatap tajam wajah pas-pasannya Alan. "Kau jarang mengikuti rapat keanggotaan ya? Tapi kita bertemu beberapa kali dalam rapat baru-baru ini." Alan mengangguk sopan. Tak lupa pula menampilkan senyumannya. "Saya dari machine learning, Prof." Alan menjawab kaku. Prof. Nellam mengangguk kecil, tatapannya masih tertuju pada Alan secara penuh. "Hmm, maaf kita duduk dulu ya." Suara Shasa terdengar di tengah kekosongan beberapa saat. "Oh astaga, iya mari. Duduk dulu. Ya ampun sayang maaf ya, Aunty keasikan cerita." Wanita dewasa itu meringis tak enak hati. "Tidak apa-apa Aunty. Shasa cuma mau mengingatkan agar ngobrolnya lebih nyaman." Kedua wanita itu saling terkikik kecil. Diam-diam Alan melirik Shasa dengan mata mengerling. Pandai juga Shasa bermain peran. Ketika ketiganya sudah duduk pada tempat duduk masing-masing, dan sudah pula memesan minuman sebagai pelengkap. Alan tersiam membiarkan dua wanita di sana saling bercerita. Nanti, dia akan menanyakannya nanti. Perlahan agar tidak terlalu terlihat jelas. Ini mungkin akan menjadi pertama kalinya bagi Alan untun melakukan trik seperti ini. Kalau bukan karena Future dan masa depan robot rakitannya, dia juga enggan melakukan hal begini. "Ngomong-ngomong namamu Alan bukan?" "Iya benar Prof. Nellam," sahut Alan cepat. Prof. Nellam terlihat mengangguk-angguk kecil. "Alan George Ferdian?" Sekali lagi Alan menyahuti dengan jawaban yang sama. Kali ini wajah wanita dewasa itulah yang terlihat membelalak. Apa ini? Alan jadi berpikiran ke mana-mana. "Jadi kau orangnya. Mr. Jazz cukup banyak memuji kinerjamu Alan." Sontak saja pernyataan tersebut membuat Alan mengernyitkan dahi, terkejut. "Maaf, Prof. tapi tadi Anda bilang ... Mr. Jazz?" "Yeah, Mr. Jazz." Apa yang bisa dibanggakan darinya? Hal apa yang dapat menjadi alasan untun memujinya. Bukankah selama ini ia hanyalah pegawai biasa dan belum menunjukkan apa pun kepada Doujav Corp? Selain mengusulkan robot tenaga nuklirnya itu? Oh! Atau jangan-jangan usulannya itu yang mereka bicarakan? Tapi kenapa? Ya ampun, astaga. Robot nuklir apa pula itu. Kalau mengingat-ingat pada usulan ide asalnya itu, Alan merasa malu sekali. Dengan percaya dirinya ia mengungkapkan hak aneh tersebut. Di depan Mr. Jazz pula. "Beberapa mega proyek kerja sama dengan Suitte tech banyak yang mengusulkan namamu dalam urusan perakitan seni desain robotics terbaru. Mereka menilai ide terobosanmu cukup menguntungkan. Beberapa bahan kimia yang dapat direkayasa akan menjadi nilai seimbang pada manipulasi ini. Zat-zat senyawa juga akan menjadi terobosan terbaru untuk rakitan robotics di masa depan." Penjelasan terpanjang yang Prof. Nellam. Namun, dari pada itu semua. Alan justru salah fokus dengan kalimat awal yang Prof. Nellam katakan. "Maaf, mereka mengusulkan namaku dalam mega proyek?" Prof. Nellam mengangguk sejenak. "Benar, mereka tertarik dengan konsep robotmu. Selain itu juga mereka mempertimbangkan keahlianmu sebagai machine learning sehingga dapat mengoreksi beberapa bagian jika terdapat miss dalam masa perakitan," jelas Prof. Nellam. "Namamu mendadak setara dengan Benzie dalam dua pekan terakhir ini Alan. Kepala departemen Suitte tech bahkan merekomendasikanmu secara personal untuk kerja tim bersama mega proyek di US baru-baru ini." Tapi, mega proyek itu sangat besar. Bukan hanya dalam skema kecil tapi juga mencakup lintas nasional bahkan internasional. Kesempatan bagus, tapi apakah ini akan membuatnya untung? Bukan diuntungkan dari segi materi tapi, lebih spesifik pada bagian teknologi AI dan keahliannya. Juga, tujuan utama Alan adalah untuk mencuri beberapa informasi mengenai dunia teknologi robotics yang semakin maju. "Saya sangat tersanjung, Profesor. Tapi apakah ini tidak terburu-buru untuk saya?" "Apa yang membuatmu merasa demikian Alan? Sebagai machine learning dengan segala kemampuanmu itu, seharusnya akan sangat membantu." "Profesor, rancangan tipe dengan seri masa depan bukanlah keahlian saya. Bukan untuk semi direct tapi juga indirect." "Menurut rakitan yang mengikuti zaman, rancangan masa depan berkonsep X-manusia. Mereka mungkin akan menciptakan robot-robot yang menyerupai manusia dengan kecerdasan luar biasa," ungkap Prof. Nellam. Yang membuat pikiran Alan langsung tertuju pada Future. Oke, sepertinya umpannya mulai dimakan ikan. Pancingan yang bagus Alan. Sementara Shasa di sana hanya diam. Dia tidak tahu apa yang Alan rencanakan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD