18-Trapped By You

1182 Words
Happy Reading Sesampainya Justin dan Nay di depan rumah Nay, gadis itu belum keluar dari lamunannya membuat Justin menatap Nay dengan aneh. "Nayna," panggil Justin tapi Nay tetap diam dengan memegangi sabuk pengamannya erat. "Kau ingin aku membukakan pintu untukmu atau aku ikut masuk ke rumahmu dulu?" goda Justin dan itu sukses membuat Nay tersadar dari lamunannya dan menatap pria itu. "Jangan memikirkannya." Justin membuka sabuk pengamannya dan mendekati Nay. "Apakah itu orang jahat?" tanya Nay sembari menatap manik gelap Justin. Jemari kanan Justin berlari ke wajah Nay, menyingkirkan poni tipis gadis itu ke belakang telinga. "Aku sudah bilang cukup selalu ada dalam jangkauanku dan semuanya akan baik-baik saja, Nayna." Justin menangkup pipi Nay dengan sebelah tangannya. "Jangan mencoba menjauh dariku meskipun kau memang tak bisa menjauh dariku. Aku sudah terlanjur menyeretmu dalam nerakaku, dan kau tak bisa keluar." "A-apa maksudmu?" tanya Nay gugup. Nay cukup khawatir saat ini karena tadi saat ia dan Justin ada di restoran Jepang, Justin mendapat pesan gambar berupa fotonya bersama Nay di restoran itu yang diambil dari jalan raya. Justin saat itu bilang, gerakan Nay akan selalu diawasi musuhnya. Pengirim gambar sedang mengancam Justin dengan foto itu. Tentu saja Nay takut jika tiba-tiba ia diculik atau dibunuh di jalan. "Aku tak pernah ingin menyeret orang lain dalam dunia gelapku. Tapi kau sepertinya jadi pengecualian." Justin menghela napasnya. "Hidupku kotor. Aku ada di dunia hitam dan memiliki banyak sekali musuh. Saat musuhku melihatmu bersamaku, mungkin nyawamu sedang terancam. Jadi berhati-hatilah." "A-aku ingin bertanya sesuatu." Nay mendapat anggukan singkat dari Justin. "Kenapa kau melakukan ini padaku?" "Itu salahmu," ucap Justin dengan senyum tipis. "Huh?" Nay tak mengerti. "Kau tak mengenalku tapi kau bertanya apa aku baik-baik saja." Justin menjauhkan dirinya kemudian bersandar dengan tatapan yang menerawang jauh ke depan. "Aneh memang. Saat aku bertemu denganmu kau selalu bertanya apa aku baik-baik saja dengan raut khawatir. Percaya atau tidak, tak ada yang pernah mengkhawatirkanku setulus dirimu. Saat itu aku berniat membunuhmu karena tanpa aku tahu alasannya, jantungku berdetak sangat cepat, aku merasa kembali hidup dan sedang terancam. Tapi seseorang mengatakan padaku jika itu bukan suatu ancaman. Kau bukan ancaman untukku." Justin kembali menoleh pada Nay yang mematung di tempatnya. "Seseorang bertanya apakah kau baik-baik saja saat melihatmu terluka, bukankah itu wajar?" Justin mengangguk dengan seulas senyum tipis, "Wajar sekali jika itu hanya basa-basi atau formalitas sialan. Tapi kau benar-benar tulus saat melakukannya. Kau mengkhawatirkanku. Wajah khawatirmu bahkan terus terbayang di benakku, Nayna." "Aku setuju denganmu, itu aneh," komentar Nay yang sudah tak tahu lagi harus berkata apa. "Baiklah, sekarang masuklah ke rumahmu dan beristirahat. Aku masih ada urusan." Nay mengangguk dan melepaskan sabuk pengamannya. "Tapi jangan khawatir, aku akan datang pukul 2 nanti." Nay memutar matanya malas, "Aku harus khawatir jika kau benar-benar datang." Justin tertawa dan membiarkan Nay keluar dari mobilnya lalu masuk ke rumahnya tanpa menoleh lagi. Justin menghidupkan mesin mobilnya lantas meninggalkan rumah Nay dengan cepat. Nay melepaskan sepatunya dengan asal lalu cepat-cepat merogoh ponselnya dan duduk di sofa. Ia segera membaca pesan balasan dari Delon. Delon masih bersikeras mengatakan bahwa ia akan ke luar kota. Tanpa ingin basa-basi lagi, Nay menghubungi nomor Delon. "Hallo, Sayang," sapa Delon dari seberang sana. Suaranya tampak santai. "Apa yang tadi sore dilakukan Escriva dan Darken Rufs?" Hening. Sepertinya Delon tak ingin menjelaskan apa pun padanya. Nay tak tahan, ia mengumpat dalam hati kemudian berucap, "Ya Tuhan Delon, apa kau terluka? Aku sangat mencemaskanmu!" Di seberang sana Delon mengulas senyumnya. "Dari mana kau tahu, Nay?" "Apa sekarang itu penting? Katakan bagaimana keadaanmu. Aku akan ke rumahmu sekarang juga." Delon segera menyergah agar Nay tak nekat datang ke rumahnya dan mengatakan ia baik-baik saja. Tapi Nay bersikeras, bahkan ia sudah mengambil sepatu lain yang lebih mudah digunakan untuk segera pergi ke tempat Delon. Kemudian Delon mengatakan ia sedang tidak di rumah melainkan ada di markas Escriva. Nay tak menyerah, ia terus mendesak Delon agar mau mengatakan alamatnya. "Tidak, itu tidak baik jika musuhku tahu. Jangan melibatkan diri, Sayang. Cukup kau tahu aku sangat mencintaimu apa itu tidak cukup?" "Karena aku juga mencintaimu, jadi aku sangat khawatir padamu, Delon. Kamu tidak bisa mengerti kekhawatiranku?" Mendengar nada putus asa kekasihnya, Delon pun mengusulkan untuk bertemu di taman dekat rumah Nay. Meski Nay khawatir dengan keadaan Delon yang mungkin saja terluka, akhirnya Nay setuju setelah Delon meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja. *** Nay merapatkan jaketnya saat udara dingin menembus kulitnya. Ia memilih berjalan kaki saat menuju taman karena Delon juga pasti cukup memakan waktu untuk sampai di sana. Gerbang taman sudah dapat Nay lihat dan saat itu ponselnya berdering. Nay mengambil ponselnya dari saku jaket kemudian melihat siapa yang menghubunginya. Matanya terbelalak melihat nama yang tertera di layar ponselnya. 'Si Tampan Justin' Sejak kapan nomor pria itu tersimpan di ponselnya? Dan Nay tak bisa percaya orang seperti Justin bisa senarsis ini. Tampan? Yang benar saja? Nay pun akhirnya menerima panggilan dan menempelkan benda persegi itu ke telinganya. Nay dapat mendengar helaan napas berat dari seberang sana. "Sial! Akhirnya kau mengangkatnya," ucap Justin seperti sedikit marah. "Kau akan ke mana?" Nay mengedarkan pandangannya ke sekitarnya untuk menemukan keberadaan Justin yang tahu dirinya keluar dari rumah. "K-kau di mana?" tanya Nay yang tak menemukan sosok Justin atau mobil pria itu. "Hanya katakan kau akan ke mana, Nayna," ucap Justin tajam. "O-oh... aku menuju taman." "Untuk apa?" "Bertemu teman... ku." "Kenapa tidak bertemu di rumahmu saja? Ini sudah malam." "Baru pukul 8." "Kau mendebatku?" "A-aku hanya sebentar. Ya! Kenapa juga aku harus butuh izinmu untuk pergi?" Justin terkekeh. "Itu datang dari hati dan pikiranmu, Nayna." "Terserahlah. Aku hanya sebentar." Nay memilih bangku taman untuk menunggu kedatangan Delon. "10 menit." "Apa?" "Ya atau aku akan ke sana sekarang dan menyeretmu pulang." Nay menggigit bibir bawahnya gusar. 10 menit. Setidaknya perjalanan Justin kemari akan memakan waktu 10 menit jika pria itu belum terlalu jauh. Jadi Nay bisa memiliki waktu 20 menit untuk bertemu Delon. "Baiklah, 10 menit." Tepat saat panggilan terputus, seseorang mencium pipi Nay dari belakang membuat Nay sangat terkejut. Delon tertawa kecil melihat keterkejutan Nay lalu duduk di sebelahnya. "Sudah lama?" "Tidak, baru saja." Nay menyentuh sudut bibir Delon yang lebam. "Di mana lagi yang terluka?" Delon meraih jemari Nay lalu mengecupnya, "Tidak ada." "Kenapa harus berkelahi, Delon. Ini membahayakanmu." "Kami tak punya pilihan, Nay. Seorang pria memprioritaskan harga diri di atas nyawanya." "Dan setelah ini aku pasti akan terus mengkhawatirkanmu." "Aku sudah terbiasa, Sayang. Tidak perlu khawatir." "Aku menyayangimu, Delon. Aku tidak bisa berhenti mengkhawatirkanmu!" ucap Nay sedikit meninggi. Delon tersenyum lembut dan mengusap kepala Nay. "Dari mana kau tahu tentang Escriva dan Darken Rufs yang tadi bertemu?" "Seseorang memberitahuku. Justin." "Justin? Nay! Sudah kubilang berhenti berurusan dengannya!" Delon nyaris membentak gadis itu. "De-Delon... kamu tidak akan mengerti. A-aku..." "Aku tak perlu mengerti apa pun, Nay. Kau hanya harus menjauhinya! Dia berbahaya." Delon menangkup wajah Nay, menatap mata kekasihnya dengan lembut. "Kau tahu maksudku, 'kan? Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika sesuatu terjadi padamu, Sayang." Delon tersenyum saat Nay mengangguk patuh. "Aku sangat merindukanmu." Delon mendekatkan wajahnya kemudian mengecup bibir Nay sekilas. Nay membalas senyumnya. "Antar aku pulang agar kamu bisa cepat istirahat juga."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD